Asupan gizi, khususnya zat besi, di kalangan remaja putri menurun di masa pandemi Covid-19. Kondisi ini mengakibatkan risiko mereka mengalami anemia atau kurang darah meningkat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membuat kebutuhan gizi sebagian besar remaja putri di Indonesia tidak terpenuhi. Padahal, kualitas generasi masa depan sangat bergantung pada kondisi remaja putri saat ini yang kelak menjadi seorang ibu.
Berdasarkan survei yang dilakukan Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef) Indonesia bersama Kementerian Kesehatan selama masa pandemi pada 2020 menunjukkan, 37 persen remaja putri mengonsumsi makanan yang kurang beragam dari sebelumnya dengan alasan tidak ada uang, harga makanan menjadi lebih mahal, dan makanan tidak tersedia.
Selain itu, 39 persen remaja juga mengurangi makanan daging, ikan, dan ayam. Bahkan, 8 persen menyatakan tidak pernah makan daging, ikan, dan ayam selama masa pandemi.
Dalam survei tersebut juga disebutkan, 33 persen remaja mengurangi konsumsi sayur dan buah serta 9 persen mengaku tidak pernah mengonsumsi jenis makanan tersebut. Kondisi ini makin buruk karena 89 persen remaja putri tidak pernah mengonsumsi tablet tambah darah selama pandemi. Padahal, sebelum pandemi Covid-19, 76,2 persen remaja menyatakan pernah mendapatkan tablet tambah darah.
”Konsumsi tablet tambah darah sangat penting bagi remaja putri agar kebutuhan gizi, terutama zat besi, bisa tercukupi. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia. Sementara angka anemia pada remaja di Indonesia cukup tinggi,” kata Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Dhian Dipo di Jakarta, Kamis (4/2/2021).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada 2018, prevalensi anemia pada remaja putri usia 15-24 tahun sebesar 32 persen dan pada remaja usia 5-14 tahun sebesar 26 persen. Sebanyak 98 persen remaja belum mengonsumsi tablet tambah darah dalam jumlah cukup, yakni 1 tablet per minggu atau 52 tablet dalam setahun. Sekitar 20 persen remaja merasa tidak perlu, 19 persen mengatakan lupa, dan 9 persen takut pada efek samping.
Pembelajaran jarak jauh
Kepala Subdirektorat Kewaspadaan Gizi Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Lina Marlina menyampaikan, konsumsi tablet tambah darah pada remaja menurun akibat pemberlakuan pembelajaran jarak jauh. Selama ini, tablet tambah darah biasanya diberikan di sekolah di sela-sela jam pelajaran. Namun, akibat pembelajaran jarak jauh, sebagian besar kegiatan belajar tidak dilakukan di sekolah sehingga program pemberian tablet tambah darah juga tidak terlaksana.
Konsumsi tablet tambah darah sangat penting bagi remaja putri agar kebutuhan gizi, terutama zat besi, bisa tercukupi. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia.
Oleh karena itu, berbagai inovasi perlu dilakukan dalam pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri pada masa pandemi Covid-19. Terdapat sejumlah intervensi yang telah disiapkan, antara lain kunjungan rumah, konseling dan edukasi melalui virtual; pemberian tablet tambah darah melalui fasilitas layanan kesehatan, kader, ataupun teman sebaya; serta pemantauan dengan aplikasi ”Ceria” dan buku rapor ”Kesehatanku”.
”Aplikasi Ceria perlu digunakan lebih banyak remaja putri. Aplikasi ini dapat membantu untuk memperoleh informasi seputar anemia sekaligus menjadi media untuk mencatat dan melaporkan serta mengingatkan untuk mengonsumsi tablet tambah darah secara rutin,” kata Lina.
Anemia dapat mengancam kualitas sumber daya generasi penerus bangsa. Pada jangka pendek, anemia dapat menyebabkan lesu, menurunkan daya tahan tubuh, dan mengganggu konsentrasi belajar. Namun, dampak jangka panjang, remaja yang mengalami anemia rentan melahirkan bayi prematur dan berat lahir rendah sehingga rentan juga mengalami tengkes atau stunting.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Situbondo Rina Widharnarini menyampaikan, salah satu inovasi yang dilakukan untuk memastikan tablet tambah darah tetap dikonsumsi oleh remaja putri adalah melalui pemantauan dari puskesmas di setiap wilayah. Pelaporan dan pencatatan juga dilakukan secara terintegrasi antara sekolah, puskesmas, dan orangtua.
Selain lewat sekolah, tablet tambah darah juga bisa diberikan melalui palang merah remaja (PMR), duta remaja yang dipilih, serta pemberian melalui Pramuka. Untuk pondok pesantren, tablet tambah darah diberikan sebelum santri masuk dengan disertai stok yang harus diminum dalam jangka waktu tertentu. ”Sosialisasi juga tetap dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucapnya.