Pengendalian pandemi Covid-19 mesti berfokus pada sektor hulu melalui penguatan peran layanan kesehatan dasar. Hal itu bertujuan menekan laju penularan Covid-19.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah mengendalikan pandemi Covid-19 dinilai berorientasi aspek kuratif, tetapi kurang memperhatikan pencegahan dan surveilans. Hal ini menyimpang dari prinsip epidemiologi sehingga jumlah kasus dan kematian meningkat. Karena itu, peran layanan kesehatan dasar, terutama puskesmas, mesti diperkuat.
Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia tertinggi di Asia, menggeser posisi India yang melandaikan kurva penularan. Pada hari Senin (1/2/2021), menurut laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, ada penambahan 10.994 kasus sehingga total 1.089.308 kasus. Jumlah kasus aktif 175.349 orang. Adapun korban meninggal bertambah 279 orang sehingga total 30.277 orang.
Ridwan Amiruddin dari Pusat Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia, Senin, mengatakan, membesarnya jumlah kasus diikuti peningkatan kematian karena hampir semua kebijakan pengendalian pandemi berorientasi fase akhir penyakit. ”Mayoritas kebijakan berorientasi kuratif, seperti berapa rumah sakit yang disiapkan, ketersediaan obat, dan alat pelindung diri,” katanya.
Langkah itu dinilai kurang tepat karena tambahan kasus Covid-19 eksponensial sehingga memicu lebih banyak kematian. Sesuai prinsip epidemiologi, pemerintah jangan cuma ”mengepel lantai”, tetapi juga menghentikan kebocoran. ”Geser kebijakan ke hulu,” ujarnya.
Upaya ini bisa dilakukan dengan memperbanyak pelacakan dan tes. ”Ini (tes dan lacak) titik terlemah pengendalian Covid-19 di Indonesia. Daya lacak petugas minim sehingga kebocoran penularan bertumbuh. Sistem koordinasi minim dan kemampuan perlindungan wilayah hampir nihil dari pemimpin daerah,” kata Ridwan.
Mayoritas kebijakan berorientasi kuratif, seperti berapa rumah sakit yang disiapkan, ketersediaan obat, dan alat pelindung diri.
Selain itu, harus ada pembatasan pergerakan kelompok berisiko atau positif Covid-19. ”Perlu ada penguatan karantina teritorial,” ujarnya.
Diperkuat
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan, puskesmas diperlukan guna memperkuat sistem kesehatan nasional, termasuk menghadapi pandemi Covid-19. Aturan akan diperbaiki agar layanan kesehatan berfokus pada upaya promotif dan preventif. Selama ini, layanan kesehatan lebih banyak menjalankan fungsi kuratif sehingga membutuhkan biaya besar.
”Peran puskesmas di sisi hulu perlu ditingkatkan karena apa pun yang kita lakukan di hilir, yakni di rumah sakit, akan makin berat tekanannya jika tidak maksimal menuntaskan di sisi hulu,” ujarnya.
Puskesmas memiliki dua peran strategis mengatasi pandemi. Pertama, mendidik masyarakat menjalankan protokol kesehatan, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Kedua, memaksimalkan pemeriksaan, pelacakan, dan isolasi kasus Covid-19.
”Kita jangan lebih banyak fokus mengobati orang sakit, tetapi harus menciptakan orang sehat sehingga tidak harus masuk rumah sakit. Strateginya harus lebih banyak ke arah preventif dan promotif ketimbang kuratif,” ucap Budi.
Penasihat Senior Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Bidang Jender dan Pemuda, yang juga pendiri Pusat Inisiatif dan Strategi untuk Pembangunan (CISDI), Diah Saminarsih, menambahkan, WHO merekomendasikan layanan kesehatan primer menjadi kunci penguatan sistem kesehatan dalam penanganan pandemi. Thailand dan Korea Selatan sigap merespons pandemi dengan memperkuat layanan kesehatan primer.
Sementara itu, vaksin dari kerja sama multilateral melalui fasilitas Covax diperkirakan tiba mulai akhir Februari 2021. Vaksin buatan AstraZeneca itu akan diberikan kepada warga berusia di atas 60 tahun. Menurut juru bicara untuk vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, pada tahap awal, jumlah vaksin 13,7 juta-23 juta dosis dari total 87 juta.
Vaksin itu harus mendapat izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan serta sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia.
Sejumlah daerah terus menggelar vaksinasi Covid-19, antara lain Kota Palu (Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah). Di Maluku, Kabupaten Seram Bagian Timur dan Buru Selatan belum menggelar vaksinasi. Pemerintah daerah setempat beralasan vaksinator belum disiapkan.