Menangani Pandemi Mulai dari Hulu, Penguatan Puskesmas Perlu Keberlanjutan
Puskesmas berperan mendidik masyarakat menjalankan protokol kesehatan, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Puskesmas juga berfungsi memaksimalkan tes, pelacakan, dan isolasi kasus Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai layanan kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, puskesmas memiliki peran krusial dalam upaya tes, lacak, dan isolasi pada kasus Covid-19 serta mengubah perilaku masyarakat terkait protokol kesehatan. Namun, peran puskesmas saat ini belum optimal karena sumber daya yang terbatas.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, revitalisasi puskesmas perlu dilakukan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional, termasuk dalam menghadapi pandemi Covid-19. Perbaikan pada aturan akan dilakukan agar layanan kesehatan lebih berfokus pada penanganan promotif dan preventif. Selama ini, layanan kesehatan masyarakat lebih banyak menjalankan fungsi kuratif sehingga butuh biaya yang besar.
Puskesmas sebagai titik paling ujung yang dekat dengan masyarakat menjadi lebih penting di masa pandemi.
”Puskesmas sebagai titik paling ujung yang dekat dengan masyarakat menjadi lebih penting di masa pandemi. Peran puskesmas di sisi hulu perlu ditingkatkan karena apa pun yang kita lakukan di hilir, yakni di rumah sakit, akan semakin berat tekanannya jika tidak maksimal menuntaskan di sisi hulu,” katanya dalam kegiatan deklarasi komitmen Jawa Barat: Kolaborasi untuk Puspa (Puskesmas Terpadu dan Juara) yang disaksikan di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Menurut Budi, puskesmas setidaknya memiliki dua peran strategis dalam mengatasi pandemi. Pertama, peran untuk mendidik masyarakat agar menjalankan protokol kesehatan, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Kedua, puskesmas juga berperan untuk memaksimalkan upaya pengetesan, pelacakan, dan isolasi kasus terkait Covid-19. Apabila kedua strategi tersebut bisa berjalan, laju penularan virus penyebab Covid-19 bisa ditekan dengan optimal sehingga kurva penularan juga bisa melandai.
”Kita jangan lebih banyak fokus untuk mengobati orang sakit, tetapi harus menciptakan orang yang sehat sehingga tidak harus masuk rumah sakit. Jadi, strateginya harus lebih banyak ke arah preventif dan promotif dibandingkan dengan strategi kesehatannya yang kuratif,” ucap Budi.
Penasihat Senior Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Bidang Gender dan Pemuda yang juga Pendiri Pusat Inisiatif dan Strategi untuk Pembangunan (CISDI) Diah Saminarsih menuturkan, WHO telah merekomendasikan bahwa pelayanan kesehatan primer merupakan kunci penguatan sistem kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19. Beberapa negara, seperti Thailand, Singapura, dan Korea Selatan, menjadi contoh yang sigap merespons pandemi dengan memperkuat layanan kesehatan primer.
Ia mengatakan, layanan kesehatan primer, termasuk puskesmas, tidak hanya sebagai wadah untuk menangani pandemi, tetapi juga untuk memperkuat upaya 3T (tes, lacak, isolasi) serta 3M. Pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 pun akan dijalankan di layanan kesehatan primer. Selain itu, layanan kesehatan ini juga berperan untuk memastikan layanan kesehatan esensial lainnya tetap berjalan baik.
”Dengan sifatnya yang menjangkau banyak orang, terdekat dengan komunitas, dan memiliki keterjangkauan yang luas menjadi karakter dari layanan kesehatan primer yang sangat berguna untuk dikapitalisasi,” kata Diah.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, Arifin Panigoro, menyampaikan, penguatan puskesmas memiliki manfaat jangka panjang sehingga perlu perbaikan yang berkelanjutan. Reformasi sistem kesehatan di Indonesia bisa dimulai dengan melakukan perbaikan pada sistem pelayanan kesehatan primer.
Oleh sebab itu, perlu ada perubahan signifikan yang harus dilakukan. Itu antara lain,meningkatkan jumlah sumber daya manusia yang bertugas di puskesmas serta melakukan relokasi anggaran kesehatan untuk peningkatan kapasitas puskesmas.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah berupaya memperkuat puskesmas dalam penanganan pandemi Covid-19. Melalui program Puspa, yang merupakan kolaborasi antara CISDI dan Provinsi Jawa Barat, upaya untuk menjalankan 3T dan edukasi terkait 3M bisa lebih optimal dilakukan.
Puspa merupakan sebuah inovasi dan komitmen Pemprov Jawa Barat untuk memperkuat peran puskesmas di masyarakat. Melalui program ini, puskesmas semakin difungsikan sebagai pusat untuk mencari dan melacak kasus, serta memantau dan menangani kasus yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19. Puskesmas juga menjadi pusat informasi dan data yang berkualitas terkait Covid-19.
Untuk sementara, program ini baru dijalankan di 100 puskesmas di Jawa Barat yang tersebar di 12 kabupaten/kota. Daerah ini dipilih dengan mempertimbangkan data kasus positif Covid-19, data kasus probable dan kontak erat, serta ketersediaan sumber daya manusia kesehatan. Keterbatasan anggaran juga menjadi alasan mengapa program ini belum bisa dijalankan di seluruh daerah di Jawa Barat.
”Secara bertahap juga, kami berupaya untuk semakin memperbanyak jumlah puskesmas di Jawa Barat. Setidaknya kita harus memiliki 7.000 puskesmas yang berkualitas agar pelayanan kesehatan masyarakat bisa berjalan baik. Sementara sekarang kita baru memiliki 1.000 puskesmas,” katanya.