Badan POM Mengawal Mutu, Keamanan, dan Khasiat Vaksin Covid-19
Apakah Badan Pengawas Obat dan Makanan berada dalam tekanan untuk mengeluarkan izin edar penggunaan darurat vaksin Sinovac? Kepala Badan POM Penny K Lukito menjawabnya dalam wawancara khusus dengan "Kompas".
Dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) berperan sebagai “wasit” yang mengawal keseluruhan proses vaksinasi, mulai dari pengujian sampai peredaran di masyarakat. Vaksinasi pun tidak bisa dilakukan jika belum ada izin penggunaan dari Badan POM.
“Badan POM akhirnya harus turun tangan dan kaki. Bahkan, sejumlah tugas yang seharusnya bukan tanggung jawab Badan POM juga kita lakukan untuk memastikan mutu, keamanan, dan khasiat vaksin tetap terjamin dan pelaksanaannya sesuai dengan waktu yang ditentukan,” kata Kepala Badan POM Penny K Lukito.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Kepala Badan POM yang dilakukan secara virtual dari Jakarta, Jumat (15/1/2021).
Bagaimana proses pengawasan Badan POM untuk memastikan vaksin yang diberikan ke masyarakat terjamin keamanan, mutu, dan khasiatnya?
Pada aspek mutu, Badan POM sudah melakukan inspeksi langsung ke fasilitas tempat vaksin diproduksi. Untuk vaksin Sinovac, kami langsung datang ke China pada November 2020 lalu untuk memastikan proses produksi, bahan baku, produk, dan cara produksi obat yang baik sudah sesuai dengan syarat mutu yang dibutuhkan.
Pada aspek keamanan dan khasiat, Badan POM juga melakukan pengawasan pada proses uji klinis vaksin dilakukan. Dari proses ini, kita bisa mendapatkan hasil terkait efikasi serta tingkat imunogenisitas dari vaksin yang diberikan. Jika semua data lengkap, mulai dari uji klinis fase pertama, kedua, dan ketiga dengan laporan interim tiga bulan, Badan POM baru bisa memastikan mutu, keamanan, dan khasiat melalui penerbitan izin penggunaan darurat (emergency use of authorization/EUA).
Baca juga Badan POM Setujui Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 Buatan Sinovac
Pemerintah sudah menetapkan tanggal vaksinasi perdana sebelum EUA keluar? Apakah ada tekanan kepada Badan POM untuk segera menerbitkan EUA sehingga memengaruhi independensi Badan POM?
Saya menjamin independensi Badan POM tetap terjaga dalam penerbitan EUA terhadap vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Seluruh proses yang berjalan saya yakinkan kami tetap menegakkan aspek kemandirian, independensi, kredibilitas, dan profesionalisme dari Badan POM. Validitas EUA yang dikeluarkan juga bisa dipercaya.
Badan POM tidak hanya meneliti, melainkan juga menganalisa dan menyiapkan semua bahan mentah terkait proses uji klinis dari tim peneliti. Dalam proses pengolahannya pun kita lakukan check and recheck.
Koordinasi dengan pemerintah jelas memang kita lakukan. Penetapan tanggal 13 Januari 2021 sebagai tanggal vaksinasi perdana sebenarnya juga karena sudah ada timeline yang disiapkan terlebih dahulu. Dan Alhamdulillah, timing-nya sesuai.
EUA bisa diberikan jika pemerintah sudah menetapkan kondisi di suatu negara mengalami kedaruratan kesehatan masyarakat. Kemudian, ada bukti yang kuat terkait aspek keamanan, mutu, dan khasiat dari obat, dalam hal ini vaksin. Selain itu, manfaat dari vaksin terbukti lebih besar dari pada risikonya serta belum ada alternatif lain yang disetujui untuk diagnosa, pencegahan, dan pengobatan penyakit.
Syarat lainnya, vaksin sudah melalui uji praklinik, uji klinik fase 1, fase 2, dan fase 3 minimal dalam pemantauan tiga bulan setelah penyuntikan kedua diberikan. Untuk memastikan khasiat vaksin perlu juga bukti efikasi dan imunogenitas dari vaksin yang kemudian terus dilakukan pemantauan sampai enam bulan untuk diputuskan mendapatkan izin edar sepenuhnya.
Tingkat efikasi dari suatu vaksin tidak bisa dibanding-bandingkan di tiap negara dengan penelitian yang berbeda. Apalagi jika jenis vaskin yang diteliti berbeda. (Penny K Lukito)
Apa itu efikasi dan imunogenisitas?
Efikasi adalah estimasi dari persentase penurunan angka kejadian penyakit yang ditemui dari kelompok orang dalam uji klinis yang diberi vaksin dibandingkan dengan orang yang mendapatkan plasebo (vaksin kosong). Sementara imunogenisitas adalah kemampuan vaksin dalam membentuk antibodi dan kemampuan vaksin menetralkan virus yang masuk.
Dari hasil uji klinis, efikasi vaksin Covid-19 dari Sinovac yang diuji di Indonesia sebesar 65,3 persen. Sementara pada uji di Brazil dan Turki berbeda. Apa artinya?
Seringkali masyarakat salah mengartikan persentase efikasi ini. Tingkat efikasi dari suatu vaksin tidak bisa dibanding-bandingkan di tiap negara dengan penelitian yang berbeda. Apalagi jika jenis vaskin yang diteliti berbeda. Itu karena situasi pengujian berbeda, baik dari jumlah relawan yang diuji, latar belakang relawan, serta tingkat penularan yang terjadi di wilayah tempat pengujian.
WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sudah menetapkan standar efikasi untuk mengeluarkan EUA minimal 50 persen sehingga tingkat efikasi pada vaksin yang diuji di Indonesia sudah baik. Persentase 65,3 persen perlu diartikan bahwa orang yang divaksin akan memiliki perlindungan sampai 65,3 persen dibadingkan tidak mendapatkan vaksinasi.
Jadi jangan membandingkan persentase ini dengan jumlah populasi penduduk bahwa hanya 65,3 persen penduduk yang terlindungi. Itu salah.
Apakah tingkat efikasi ini berpengaruh dengan jumlah penduduk yang harus divaksinasi?
Tentu. Semakin rendah tingkat efikasinya maka semakin tinggi jumlah penduduk yang harus divaksinasi. Ini bertujuan agar kekebalan komunitas atau herd immunity bisa terbentuk di masyarakat.
Dari hitungan, dengan efikasi 65,3 persen dan tingkat penularan sekitar 2 (satu orang bisa menularkan ke dua orang), diperkirakan harus ada sekitar 77 persen penduduk yang harus divaksin. Jumlah ini hampir mirip dengan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan yakni sebanyak 180 juta penduduk yang divaksinasi.
Apakah jika sudah divaksinasi seseorang bisa terlindungi sepenuhnya dari virus sehingga tidak bisa tertular dan menularkan?
Vaksin tidak bisa sepenuhnya melindungi orang dari risiko penularan. Setiap orang memiliki respons antibodi yang berbeda-beda setelah divaksinasi. Jadi bisa saja seseorang yang sudah divaksinasi tetap terinfeksi virus. Namun karena antibodi sudah terbentuk dari pemberian vaksin, biasanya risiko keganasan yang bisa terjadi akan menurun.
Masih banyak data yang harus kita ketahui, terutama terkait tingkat imunogenisitas dari pemberian vaksin. Dari hasil pemantauan tiga bulan setelah penyuntikan kedua diberikan, tingkat imunogenisitas dari vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang diuji di Bandung menunjukkan angka yang cukup tinggi yakni 99,23 persen. Namun, kita harus melihat sampai enam bulan dan seterusnya untuk mengetahui sampai berapa lama vaksin ini memiliki tingkat perlindungan yang masih tinggi. Ini pula yang akan menentukan kapan booster perlu diberikan.
Jadi, upaya pencegahan dengan protokol kesehatan tetap perlu setelah divaksinasi?
Itu jelas. Selama pandemi masih berlangsung, protokol kesahatan dengan tetap memakai masker, menjaga jarak, serta mencuci tangan harus tetap dilakukan. Hal ini penting tidak hanya untuk melindungi kita tetapi juga orang lain.
Apa yang akan dilakukan oleh Badan POM setelah EUA diterbitkan untuk vaksin buatan Sinovac? Apakah proses pengujian yang sama juga berlaku pada jenis vaksin lain yang akan digunakan di Indonesia?
Peran Badan POM terus berlanjut untuk mengawal keamanan vaksin. Kami terus mengawal uji klinis di Bandung sampai uji klinis fase 3 selesai sampai pemantauan enam bulan yang diperkirakan selesai sampai Maret 2021.
Kami juga tetap mengawasi pada postmarket ketika vaksin sudah beredar, terutama jika sampai terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Sampai saat ini belum ada laporan terkati KIPI.
Dari uji klinis pun hanya didapati 0,1 sampai 1 persen yang mengalami KIPI dengan derajat yang berat seperti diare, sakit kepala, dan gangguan kulit. JIka dalam pelaksanaan vaksinasi ini ada laporan kejadian dengan efek samping yang serius dan terbukti dari proses investigasi, imunisasi bisa dihentikan terlebih dahulu.
Selain itu, pengawasan juga mulai dilakukan untuk potensi jenis vaksin lain yang akan digunakan. Namun, itu tidak perlu dilakukan uji klinis di Indonesia.
Seluruh data terkait keamanan, mutu, dan khasiat dari vaksin tetap kita review secara menyeluruh. Jika vaksin tersebut sudah mendapatkan EUA di negara lain, itu akan lebih cepat.
Badan POM sudah memiliki reliance (kepercayaan) dengan lima negara, yakni Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Inggris, dan Jepang. Apabila vaksin yang akan digunakan sudah mendapatkan EUA dari negara-negara tersebut, persetujuan akan lebih mudah diberikan.
Baca juga Vaksinasi Covid-19 Dimulai, Protokol Kesehatan Tetap Harus Dipatuhi
Apa saja tantangan untuk memastikan produk vaksin yang diberikan ke masyarakat tetap terjamin mutu, keamanan, dan khasiatnya?
Pertama, kapasitas tempat penyimpanan vaksin yang masih terbatas di beberapa daerah. Program vaksinasi saat ini membutuhkan jumlah vaksin yang besar sehingga volume tempat untuk menyimpan vaksin juga besar. Saat ini, kapasitas yang tersedia banyak yang belum memenuhi, terutama di tingkat kabupaten/ kota.
Kedua, kapasitas produksi vaksin di Indonesia juga terbatas. Industri di Indonesia yang bisa memproduksi vaksin hanya Bio Farma. Sebagai negara yang besar, apalagi untuk menghadapi kemungkinan adanya pandemi ke depan, kita perlu mengingkatkan kapastias industri farmasi khususnya untuk memproduksi vaksin. Insentif perlu diberikan oleh pemerintah dengan memastikan produk vaksin yang nanti dihasilkan akan dibeli oleh pemerintah. (ATIKA WALUJANI MOEDJIONO/AHMAD ARIF/EVY RACHMAWATI)