Epidemiolog: Indonesia Perlu Evaluasi Cakupan Vaksin
Dengan adanya laporan lebih rinci tentang efikasi vaksin Sinovac di Brasil yang hanya 50,4 persen, Pemerintah Indonesia perlu mengevaluasi kembali besaran target cakupan vaksinasi ke masyarakat.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan adanya laporan lebih rinci tentang efikasi vaksin Sinovac di Brasil hanya 50,4 persen, Pemerintah Indonesia perlu mengevaluasi kembali besaran target cakupan vaksinasi ke masyarakat. Sekalipun sudah diberikan vaksin, upaya pengendalian pandemi ini masih membutuhkan optimalisasi tes, lacak, isolasi, dan penerapan protokol kesehatan yang ketat sampai wabah bisa dieliminasi.
”Tingkat efikasi (kemanjuran) akan memengaruhi berapa banyak target cakupan vaksinasi ini harus diberikan kepada masyarakat untuk mencapai herd immunity (kekebalan kawanan/kelompok). Semakin kecil efikasinya, cakupan pemberian vaksin harus semakin besar guna menciptakan kekebalan kawanan,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman, Rabu (13/1/2021).
Menurut Dicky, vaksin Sinovac tetap akan berguna dan perlu didukung untuk diberikan kepada masyarakat karena sudah melalui otorisasi dari BPOM. Namun, untuk bisa mencapai kekebalan kawanan, menurut dia, Indonesia tidak hanya bisa mengandalkan vaksin, apalagi jika efikasinya relatif rendah.
”Untuk vaksin dengan efikasi sekitar 60 persen, cakupan pemberiannya minimal 80 persen dari total populasi. Kalau efikasi lebih rendah, artinya cakupannya harus lebih tinggi lagi,” katanya.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberi batasan efikasi vaksin Covid-19 minimal di atas 50 persen. Jadi, setelah ada otorisasi penggunaannya oleh pemerintah, tidak ada alasan untuk menolak vaksin Sinovac ini.
”Untuk meningkatkan manfaat vaksin, selain efikasi vaksin itu sendiri, termasuk sangat penting adalah disiplin dalam 3 M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan). Perilaku masyarakat juga akan memengaruhi kemanjuran vaksin yang diberikan, kalau tetap abai protokol kesehatan, risikonya tetap tinggi,” katanya.
Seperti diketahui, uji coba Sinovac telah membuahkan hasil yang berbeda di sejumlah negara. Butantan Institut Sao Paulo pada Selasa (12/1) mengumumkan bahwa uji klinis fase ketiga vaksin Sinovac di Brasil memiliki tingkat kemanjuran atau efikasi vaksin Covid-19 sebesar 50,4 pesen.
Vaksin Covid-19 tentu berguna, tetapi jangan dulu berpikir bahwa kita bisa mencapai kekebalan kawanan dengan vaksin.
Padahal, pekan sebelumnya, mereka telah mengumumkan hasil efikasi Sinovac memiliki efikasi 78 persen melawan kasus Covid-19 ringan hingga berat. Namun, mereka kemudian mengungkapkan bahwa penghitungan sebelumnya tidak termasuk data dari kelompok ”infeksi sangat ringan” di kalangan penerima vaksin.
Bulan lalu, peneliti Turki mengatakan, vaksin Sinovac efektif 91,25 persen, sementara data di Indonesia menunjukkan efektif 65,3 persen. Kedua hasil di Turki dan Indonesia ini merupakan hasil sementara dari uji coba fase ketiga.
Tak hentikan pandemi
Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo mengatakan, sejauh ini semua vaksin yang telah tersedia belum didesain untuk memutus rantai penularan. Namun, vaksin tersebut lebih untuk mengurangi tingkat keparahan dan mengurangi beban layanan kesehatan.
”Vaksin Covid-19 tentu berguna, tetapi jangan dulu berpikir bahwa kita bisa mencapai kekebalan kawanan dengan vaksin. Ini karena semua uji klinis vaksin Covid-19 yang ada belum didesain untuk melihat apakah orang yang telah disuntik tidak menularkan ke orang lain,” katanya.
Menurut Ahmad, vaksin Moderna dan Pfizer yang memiliki efikasi di atas 94 persen dan 95 persen juga tidak bisa membuktikan vaksin itu bisa mencegah penularan. Karena itu, target untuk mencapai kekebalan kawanan melalui vaksin belum bisa dipastikan.
”Kalau menguji apakah vaksin ini mampu mencegah penularan, dampaknya pada biaya lebih besar. Padahal, saat ini vaksin sangat ditunggu dan kalau biayanya terlalu mahal, dampaknya pada harga jualnya," katanya.