Penerbitan izin penggunaan darurat atas vaksin Covid-19 buatan Sinovac memberikan harapan baru. Meski vaksinasi segera dilakukan, protokol kesehatan tetap harus dijalankan secara ketat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA/ FX LAKSANA AGUNG/ AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan menyetujui penggunaan darurat vaksin Covid-19 CoronaVac buatan Sinovac Biotech, China. Persetujuan itu diberikan berdasarkan, di antaranya, analisis uji klinis fase ketiga di Bandung dengan efikasi 65,3 persen. Dengan tingkat kemanjuran itu, cakupan imunisasi harus diperluas disertai penerapan protokol kesehatan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, dalam jumpa pers secara daring, di Jakarta, Senin (11/1/2021), mengatakan, hasil analisis terhadap efikasi atau kemanjuran vaksin CoronaVac dari uji klinis di Bandung menunjukkan harapan vaksin ini mampu menurunkan angka kejadian Covid-19 hingga 65,3 persen. Selain itu, data imunogenitas atau kemampuan antibodi membunuh dan menetralkan virus 99,23 persen tiga bulan setelah penyuntikan.
Vaksin Covid-19 buatan Sinovac pun dinyatakan memenuhi persyaratan dari panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pemberian persetujuan penggunaan darurat (emergency use of authorization/EUA). Standar efikasi vaksin yang ditetapkan WHO minimal 50 persen.
Selain efikasi vaksin dari uji klinis fase ketiga di Bandung, EUA yang dikeluarkan BPOM merujuk pada uji klinik di Turki yang mencapai 91,25 persen dan Brasil 78 persen. ”Pada hari ini, Senin, 11 Januari 2021, BPOM memberikan persetujuan penggunaan kondisi emergensi atau EUA untuk vaksin Covid-19 pertama kali pada vaksin CoronaVac produksi Sinovac Biotech in Cooperation yang bekerja sama dengan PT Bio Farma,” ujarnya.
Lima kriteria
Ada lima kriteria dari WHO dalam penetapan EUA. Kriteria itu, antara lain, pemerintah menetapkan kondisi darurat kesehatan masyarakat; ada cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat obat serta vaksin berdasarkan data nonklinis, klinis, dan pedoman penatalaksanaan penyakit; serta memiliki mutu memenuhi standar cara pembuatan obat yang baik.
Selain itu, EUA juga bisa diberikan jika obat atau vaksin memiliki kemanfaatan lebih besar daripada risiko serta belum ada alternatif pengobatan dan penatalaksanaan memadai untuk diagnosis, pencegahan, dan pengobatan dari penyakit.
Penny menuturkan, vaksin CoronaVac dipastikan aman dengan kejadian efek samping ringan hingga sedang. Efek samping itu terdiri dari efek samping lokal, seperti nyeri, iritasi, pembengkakan, dan efek samping sistemik, seperti nyeri otot, fetik, dan demam. Adapun efek samping derajat berat, seperti sakit kepala, gangguan kulit, dan diare 0,1-1 persen.
Evaluasi penggunaan vaksin itu akan terus dilakukan BPOM, termasuk proses produksi, distribusi, dan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Tingkat efikasi vaksin juga bisa berubah sesuai dengan hasil evaluasi tersebut.
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization Sri Rezeki Hadinegoro memastikan, semua prosedur yang dilakukan BPOM dalam mengeluarkan izin EUA untuk vaksin Covid-19 buatan Sinovac sesuai dengan standar. Aspek independensi juga selalu diperlihatkan dalam proses pengkajian.
”Dengan mengikuti kajian ilmiah berdasarkan uji klinis di Bandung, kami yakin vaksin CoronaVac aman dan melengkapi protokol kesehatan dalam meredakan pandemi Covid-19,” ujarnya.
Terkait target cakupan penerima vaksin untuk mencapai kekebalan komunitas (herd immunity), Sri mengatakan, ketentuan besaran target itu tak terkait langsung dengan efikasi vaksin yang akan diberikan. Ketetapan penerima vaksin sekitar 70 persen dari penduduk atau sekitar 180 juta penduduk Indonesia dinilai sudah sesuai.
Jika tingkat penularan Covid-19 sekitar tiga orang dari satu kasus, target orang yang harus divaksin sekitar dua pertiga dari jumlah total penduduk atau sekitar 180 juta penduduk di Indonesia. ”Kalau, misalnya, (efikasi) masih di atas 50 persen, kita masih bisa memakai angka yang kita hitung kecuali kalau di bawah 50 persen akan berbeda,” ucapnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan, fatwa MUI terkait penggunaan vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan PT Bio Farma dituntaskan. Itu dinyatakan dalam fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2021 tentang Produk Vaksin Covid-19 dari Sinovac Life Sciences China dan PT Bio Farrma. Itu seiring dengan persetujuan EUA oleh BPOM.
”Vaksin Covid-19 produksi Sinovac dan Bio Farma hukumnya suci dan halal,” ujarnya.
Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Iris Rengganis menambahkan, meski vaksinasi dilakukan, warga tetap harus menaati protokol kesehatan dengan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Pengendalian dengan pelacakan, pemeriksaan, dan penanganan juga mesti masif.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ede Surya Darmawan mengatakan, penerbitan EUA atas vaksin Covid-19 Sinovac memberikan harapan baru. Namun, vaksin tak bisa bekerja sendirian mengatasi pandemi. ”Vaksinasi butuh waktu. Meski isu keamanan dan efikasi selesai, bagaimana produksi dan distribusinya?” tanyanya.
Faktor lain yang harus diperhitungkan adalah sasaran vaksinasi dan kemungkinan reinfeksi. Selama vaksin belum mencapai target kekebalan kawanan, upaya menegakkan protokol kesehatan harus terus dilakukan. ”Ditambah tidak lagi merokok,” katanya.
Menurut epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, dengan efikasi vaksin buatan Sinovac sebesar 65,5 persen, cakupan vaksinasi harus di atas 80 persen populasi.
Dengan efikasi vaksin buatan Sinovac 65,5 persen, cakupan vaksinasi harus di atas 80 persen populasi.
Untuk mengatasi krisis kesehatan akibat ledakan jumlah kasus Covid-19, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas, kemarin. Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi Airlangga Hartarto, seusai rapat, menyatakan, jumlah kasus Covid-19 secara akumulatif 828.026 kasus.
”Setelah libur panjang pada akhir Oktober, terjadi kenaikan sampai pascalibur Natal dan Tahun Baru. Kasus harian tembus angka 10.000. Ini penting diadakan kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan,” kata Airlangga. (TAN/LAS/AIK)