Sepuluh Bulan Pandemi, Warga Belum Juga Akrab dengan Masker
Penggunaan masker sebagai bagian dari pelaksanaan protokol kesehatan menjadi langkah paling efektif mencegah penularan Covid-19 saat ini. Sayangnya, belum semua orang memakai masker secara tertib di mana pun.
JAKARTA, KOMPAS — Meski pandemi Covid-19 di Tanah Air sudah berlangsung selama lebih dari 10 bulan, warga belum juga akrab dengan masker. Padahal, disiplin memakai masker, menjaga jarak , dan mencuci tangan merupakan penangkal Covid-19 yang paling efektif selama vaksinasi belum tuntas.
Nur (42), penjaga indekos di kawasan Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, hampir setiap hari tidak pernah terlihat mengenakan masker jenis apa pun selama berada di lingkungan indekos. Padahal, setiap pagi dia bertugas menyapu dan mengepel lantai depan kamar para penghuni indekos.
Dia mengaku hanya mengenakan masker ketika berpergian keluar. Selama di indekos, dia tidak pernah memakai masker lantaran menganggap indekos sebagai rumahnya sendiri. Padahal, di indekos tersebut terdapat 24 kamar yang hampir seluruhnya terisi.
”Saya pakai terus kalau beli makan. Kalau di rumah, ya, enggak,” katanya saat ditemui, Rabu (6/1/2021).
Selama ini, Nur mengaku pasrah dengan potensi penularan Covid-19. Dia yang hingga kini belum mendengar ada keluarga, kerabat, ataupun teman dekatnya terjangkit Covid-19 mengaku tidak khawatir.
”Mau pulang kampung saja sekarang dibuat susah harus tes macam-macam. Padahal, di kampung kayaknya aman-aman saja,” ucapnya.
Baca Juga: Efektivitas Masker sebagai Senjata Penangkal Covid-19
Warga Kelurahan Joglo, Jakarta Barat, Riyanti (45), juga sama saja. Dia tidak mengenakan masker ketika ditemui di rumahnya, Rabu siang. Saat itu, dia sedang mengobrol dengan tetangganya yang juga tak mengenakan masker. Anaknya yang bermain di halaman rumah pun tak bermasker.
Ketika di rumah, Riyanti baru akan mengambil masker jika ada petugas Satuan Polisi Pamong Praja datang ke perumahan. Ini karena dia takut kena hukuman.
Sebab, kata Riyanti, pernah seorang warga di dekat rumahnya mendapat hukuman karena tak mengenakan masker ketika ingin membuang sampah. Petugas meminta warga yang tidak bermasker itu untuk membaca Pancasila. Warga itu, entah karena malu dilihat banyak orang, malah tak lancar menyebutkan Pancasila.
Saking jarangnya mengenakan masker, Riyanti dan keluarga hanya menghabiskan 10 lembar masker sekali pakai selama dua minggu. Di rumahnya, ada suami dan dua anak. ”Kalau suami memang rutin pakai masker. Dia, kan, sopir pribadi. Jadi, dikasih jatah sama bosnya. Saya kalau keluar rumah, misalnya ke pasar atau ke warung, selalu pakai juga, kok,” tuturnya.
Ini karena kebetulan saja saya enggak pakai, tetapi kalau pas lagi jualan, saya pasti pakai masker.
Warga Kelurahan Kelapa Dua, Jakarta Barat, Rohani (50), mengaku punya stok sekotak masker di rumah. Namun, ketika ditemui di gang dekat rumahnya, dia yang sedang mengobrol bersama tetangga justru tak mengenakan masker.
”Ini karena kebetulan saja saya enggak pakai, tetapi kalau pas lagi jualan, saya pasti pakai masker,” kata pedagang nasi rames ini.
Dia melanjutkan, Satuan Polisi Pamong Praja sering melakukan inspeksi mendadak ke permukiman ini. Mereka merazia orang-orang yang tak bermasker. Kalau sudah ada petugas, lanjutnya, semua warga pasti mengenakan masker. ”Pasti malu kalau ketangkap dan disuruh menyapu. Difoto lagi,” ujarnya.
Rabu siang, Handoko (52), karyawan swasta asal Jakarta Selatan, tampak beristirahat di pinggir Jalan Tentara Pelajar, Jakarta Pusat, sambil menyeruput kopi racikan penjual kopi keliling. Siang itu, dia berencana akan berkunjung ke kantor cabangnya yang berada di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan.
Handoko yang mengendarai sepeda motor hanya terlihat mengenakan masker scuba yang hanya terdiri dari satu lapis. ”Kalau naik sepeda motor, saya pakainya masker scuba ini biar enggak kotor,” katanya sambil pelan-pelan menutupi mulut dengan masker scubanya.
Selama ini, Handoko mengaku hanya menggunakan masker sekali pakai jika berada di ruangan kantor. Dia juga mengaku selalu memakai masker sekali pakai sebelum berangkat menuju Ciputat.
Belum paham
Cerita berbeda didapat dari pegawai bank swasta, Rima (50), di Jakarta, (6/1/2021). Saat ditemui, ia memakai masker medis. Ia mengaku mengenakan masker medis setiap hari. Saat bekerja selama 8 jam, ia mengganti maskernya dengan yang baru minimal sekali.
”Saya kurang paham soal efektivitas masker. Tapi, dibandingkan dengan masker kain, saya merasa lebih aman dengan masker medis. Bernapas pun lebih nyaman dengan masker medis,” kata Rima.
Hal serupa dipilih Ayu (32). Karyawan bank BUMN ini lebih memilih masker medis daripada masker kain. Menggunakan masker medis dan menggantinya setiap beberapa jam sekali juga merupakan kewajiban di kantor.
Ia sempat mengenakan masker kain di masa awal pandemi. Saat itu, masker medis langka di pasaran. ”Kantor saya juga melakukan edukasi ke semua karyawan. Kami diberi tahu efektivitas masing-masing masker. Setahu saya, efektivitas masker medis sangat bagus,” kata Ayu.
Baca Juga: Bahan Masker Menentukan Efektivitas Pencegahan Covid-19
Menurut penelitian dari Duke University, Durham, North Carolina, Amerika Serikat, masker N95 paling efektif mencegah transmisi percikan (droplet) dan aerosol yang dikeluarkan hidung serta mulut. Ini dipublikasi di laman ScienceMag pada Agustus 2020 dengan judul ”Low-cost Measurement of Facemask Efficacy for Filtering Expelled Droplets During Speech”.
Efektivitas masker N95 diberi skor 0 persen. Semakin mendekati 0 skornya, semakin baik pula efektivitas suatu masker. Adapun skor untuk masker medis tiga lapis adalah 0-0,1 persen.
Masker masih efektif
Ahli Epidemologi dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, menyebut penggunaan masker dan menjaga jarak adalah dua hal krusial untuk mencegah penyebaran Covid-19. Gambarannya, jika saat ini semua masyarakat yang berada di luar rumah mengenakan masker dan menjaga jarak, sama halnya dengan Indonesia memvaksin 70 persen penduduknya.
”Sebenarnya masker ini, kan, untuk orang yang menderita sakit agar tidak menulari virus. Namun, kalau sekarang orang sehat juga memakai masker, artinya perlindungan bisa ganda,” katanya saat dihubungi.
Merujuk pada salah satu penelitian yang dilakukan Jepang, Syahrizal mengungkapkan bahwa 34 persen penularan Covid-19 di Jepang disebabkan karena makan bersama pada satu meja tanpa mengenakan masker. Penularan terbesar selanjutnya berasal dari kluster keluarga.
”Singapura yang menjadi salah satu dari tujuh negara yang dapat mengendalikan wabah saja baru melonggarkan aturan makan bersama maksimal lima orang. Sebelumnya mereka ketat membatasi makan bersama hanya untuk tiga orang,” ungkapnya.
Baca Juga: Berbicara Saja Sudah Bisa Mengeluarkan Percikan, Pakailah Maskermu!
Syahrizal mengingatkan, masyarakat hanya perlu mengenakan masker kain tiga lapis sebagai perlindungan diri. Sementara masker medis tiga lapis dapat digunakan oleh masyarakat yang memiliki risiko tinggi terpapar Covid-19. Misalnya saat ada anggota keluarganya yang sedang menderita sakit.
”Untuk kegiatan sehari-hari, masker kain tiga lapis cukup. Masker N95 dan masker medis pada dasarnya untuk para tenaga medis,” katanya.
Singapura yang menjadi salah satu dari tujuh negara yang dapat mengendalikan wabah saja baru melonggarkan aturan makan bersama maksimal lima orang. Sebelumnya, mereka ketat membatasi makan bersama hanya untuk tiga orang.
Menurut Syahrizal, masker N95 saat ini jelas menjadi masker yang paling efektif menangkal Covid-19. Efektivitasnya mencapai 95 persen, sesuai dengan namanya. Sementara untuk masker medis dan masker kain tiga lapis dinilai memiliki efektivitas yang sama, yakni sekitar 80 persen.
Untuk masker scuba dan buff, Syahrizal sangat tidak menganjurkan. Sebab, kedua jenis masker ini hanya memiliki satu lapis kain sehingga sangat tidak efektif. ”Masker medis juga harus diganti setiap 4 jam sekali karena dia akan lembab sehingga mudah basah,” ujarnya.