Jumlah Pasien Covid-19 Melonjak, Rumah Sakit Bisa Kolaps
Keterisian dan keterpakaian ruang perawatan bagi pasien Covid-19 secara nasional hampir kritis, yaitu hampir mencapai 70 persen. Penambahan kapasitas pun menghadapi tantangan ketersediaan tenaga kesehatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Secara nasional, kapasitas tempat tidur di rumah sakit untuk pasien Covid-19 sudah hampir mencapai 70 persen, bahkan tidak sedikit rumah sakit yang tidak mampu menampung pasien baru. Strategi pelayanan di rumah sakit perlu diperkuat, termasuk pada penanganan pasien non-Covid-19.
Dari data Kementerian Kesehatan per 5 Januari 2021, kapasitas tempat tidur isolasi dan perawatan intensif (ICU) Covid-19 mencapai 62,5 persen. Meski begitu, ada tujuh provinsi yang kapasitas tempat tidurnya lebih dari 70 persen yang menjadi batas standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), antara lain DI Yogyakarta (81 persen), Banten (78 persen), Jawa Timur (75 persen), Jawa Barat (74 persen), Jawa Tengah (71 persen), dan DKI Jakarta (70 persen).
”Saat ini (kapasitas tempat tidur) sudah sampai 100 persen. Itu pun masih ada yang mengantre di ruang transisi,” ujar Wakil Direktur Pelayanan RS Dr Drajat Prawiranegara, Serang, Banten, Rahmat Fitriadi dalam Rapat Koordinasi 10 Provinsi Tertinggi Antisipasi Lonjakan Kasus pada Libur Natal dan Tahun Baru yang disaksikan secara virtual di Jakarta, Rabu (6/1/2021).
Pengembangan tempat tidur terus dilakukan, tetapi penambahan kasus lebih cepat. (Weningtyas Purnomorini)
Kondisi serupa disampaikan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Weningtyas Purnomorini. Dari 101 RS rujukan Covid-19 di Jakarta, keterpakaian ruang isolasi mencapai 86 persen dan ICU mencapai 81 persen.
Dari jumlah itu, secara rinci tingkat keterpakaian ruang isolasi di RSUD mencapai 90 persen dari 2.033 tempat tidur yang disediakan, sementara keterpakaian ICU mencapai 85 persen dari 285 tempat tidur yang disediakan. Tingkat keterisian tempat tidur isolasi di RS swasta juga mencapai 91 persen dan tempat tidur ICU mencapai 87 persen.
”Pengembangan tempat tidur terus dilakukan, tetapi penambahan kasus lebih cepat. Kami berupaya untuk mengembangkan jumlah tempat tidur sekitar 25 persen untuk isolasi dan 30 persen untuk ICU. Jika tidak ada intervensi dan peningkatan kasus lebih dari jumlah itu, sudah pasti tempat tidur akan kurang,” kata Weningtyas.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Rita Rogayah menuturkan, penanganan kasus Covid-19 di rumah sakit harus terus diperkuat, terutama untuk menghadapi lonjakan dari dampak libur Natal dan Tahun Baru yang diperkirakan mencapai 30-40 persen. Sejumlah strategi juga telah disiapkan. Penambahan tempat tidur juga terus dilakukan, baik tempat tidur untuk perawatan isolasi pasien dengan gejala ringan dan sedang maupun pasien dengan kondisi berat dan kritis.
Ia menyampaikan, kepala dinas kesehatan di setiap daerah diharapkan bisa segera menyiapkan rumah sakit darurat ataupun rumah singgah yang bisa digunakan untuk merawat pasien tanpa gejala ataupun dengan gejala ringan. Dengan begitu, tempat tidur yang tersedia di rumah sakit dioptimalkan untuk melayani pasien dengan kondisi berat dan kritis.
”Penunjukan rumah sakit khusus Covid-19 juga bisa dilakukan. Ini diperlukan agar rumah sakit lain juga bisa fokus menangani pasien non-Covid-19. Banyak pasien tidak mau datang ke rumah sakit karena takut tertular Covid-19. Ini justru bisa memperburuk kondisi pasien jika perawatan ditunda terlalu lama,” tutur Rita.
Selain terkait kapasitas tempat tidur, pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) DKI Jakarta, Aliyus Kusumaningrum, menyampaikan, persoalan lain yang dihadapi adalah terbatasnya jumlah sumber daya manusia. Sukarelawan yang terdaftar untuk menangani Covid-19 juga dinilai masih kurang dan sulit didapatkan. Ini terutama untuk perawat yang ditugaskan untuk pelayanan di ICU.
Menurut dia, penambahan kapasitas tempat tidur serta peralatan kesehatan tidak akan menyelesaikan lonjakan kasus jika tidak tersedia tenaga kesehatan dan tenaga medis yang kompeten. Percepatan dalam penambahan sumber daya manusia amat dibutuhkan untuk mengurangi beban kerja saat ini.
Secara terpisah, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satuan Tugas Covid-19 Dewi Nur Aisyah menuturkan, antisipasi lonjakan kasus baru Covid-19 perlu disiapkan pada dua pekan setelah libur Natal dan Tahun Baru. Berbagai risiko penularan telah dilaporkan selama masa liburan ini, khususnya di daerah Jawa dan Bali.
Hal itu antara lain dengan peningkatan jumlah orang yang dipantau di tempat wisata, peningkatan jumlah orang yang ditegur terkait protokol kesehatan, serta menurunnya tingkat kepatuhan dalam penggunaan masker dan berjaga jarak. Secara nasional, jumlah orang yang dipantau selama libur Natal dan Tahun Baru meningkat 68,59 persen menjadi 1,1 juta orang dari pekan sebelumnya. Selain itu, jumlah orang yang ditegur juga meningkat sebesar 75,48 persen dari pekan sebelum masa liburan.
”Kepatuhan untuk menjalankan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) harus terus ditingkatkan, terutama setelah harus kembali beraktivitas seperti bekerja. Perhatikan untuk menghindari kerumunan, ruang tertutup, kontak dekat dengan orang lain, serta durasi interaksi yang terlalu lama,” ujar Dewi.
Laporan harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 6 Januari 2021 menunjukkan, kasus baru yang terkonfirmasi Covid-19 bertambah sebanyak 8.854 kasus dengan 187 kematian. Sementara itu, jumlah kasus aktif yang masih dirawat serta menjalani isolasi mencapai 112.593 orang.