Meski Vaksin Covid-19 Sudah Diedarkan ke Daerah, Penyuntikan Tunggu Badan POM
Distribusi vaksin saat ini dilakukan sambil menunggu Badan POM menyelesaikan penilaian dan penerbitan izin penggunaan darurat. Setiap daerah diminta mematangkan persiapan dengan menjalankan petunjuk teknis dari Kemenkes.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksinasi Covid-19 dipastikan baru dilakukan setelah persetujuan penggunaan pada masa darurat dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemerintah pun diharapkan dapat menyampaikan secara jelas kepada masyarakat terkait substansi dari vaksin yang akan diberikan, termasuk pada jenis, proses pengembangan, serta kepastian keamanan dan efikasi vaksin.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Selasa (5/1/2021), menyampaikan, sekalipun vaksin Covid-19 buatan Sinovac, China, telah didistribusikan ke sejumlah daerah, pelaksanaan vaksinasi harus menunggu izin edar atau persetujuan penggunaan darurat (EUA) diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Hal ini diperlukan untuk menjamin mutu, keamanan, serta efikasi atau khasiat dari vaksin.
”Vaksinasi tetap dilakukan setelah ada EUA dari Badan POM. Kita tidak berani (vaksinasi) kalau izin belum keluar,” ujarnya yang juga ditunjuk sebagai juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan.
Nadia mengatakan, sembari menunggu izin penggunaan dikeluarkan, pemerintah daerah diharapkan bisa menyiapkan kebutuhan yang diperlukan dalam proses vaksinasi Covid-19. Aturan serta ketentuan vaksinasi sudah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Nomor 1 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Keputusan tersebut mengatur, antara lain, tentang perencanaan vaksinasi Covid-19, pelaksanaan pelayanan vaksinasi, pencatatan dan pelaporan vaksinasi, strategi komunikasi, pemantauan dan penanggulangan kejadian ikutan pascavaksinasi, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan vaksinasi. Terkait dengan pendataan, setiap dinas kesehatan diminta memasukkan data fasilitas kesehatan yang akan menjadi tempat vaksinasi melalui aplikasi Primary Care (Pcare) Vaksinasi.
Data yang dimasukkan meliputi nama fasilitas pelayanan kesehatan, jadwal layanan vaksinasi, kapasitas layanan per sesi, serta nama dan nomor telepon penanggung jawab pelaksanaan layanan vaksinasi di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Aplikasi ini juga akan digunakan untuk pendataan pada proses verifikasi, penapisan sasaran penerima vaksin, serta pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan vaksinasi.
Keputusan tentang petunjuk teknis vaksinasi Covid-19 tersebut juga mengatur terkait prinsip pelaksanaan vaksinasi, termasuk pentingnya penapisan awal terhadap status kesehatan dari sasaran vaksinasi. Adapun ketentuan dari sasaran penerima vaksin harus dalam kondisi sehat, tidak terkonfirmasi Covid-19, serta tidak memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Sasaran juga bukan ibu hamil serta ibu menyusui. Dalam pemberian vaksin pun harus dipastikan bahwa vaksin dosis pertama dan dosis kedua merupakan jenis vaksin yang sama.
”Sosialisasi dari juknis pelaksanaan vaksinasi sudah disampaikan melalui pelatihan dan workshop dengan kepala dinas kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota,” ucap Nadia.
Vaksin Covid-19 buatan Sinovac telah didistribusikan ke sejumlah provinsi. Setidaknya sebanyak 714.240 dosis vaksin dikirimkan ke beberapa daerah secara bertahap mulai Minggu (3/1). Vaksin yang dikirimkan ini berasal dari 1,2 juta dosis vaksin yang tiba pada 7 Desember 2020.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Badan POM Lucia Rizka Andalusia mengatakan, 1,2 juta vaksin buatan Sinovac tersebut sudah mendapatkan sertifikasi lot release. Sertifikasi ini merupakan persyaratan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk hasil uji ataupun review dokumen untuk menjamin mutu setiap lot/batch vaksin.
Ia menuturkan, Badan POM juga telah melakukan evaluasi terhadap data hasil uji praklinik dan uji klinik tahap pertama dan kedua untuk menilai keamanan dan respons imun yang dihasilkan dari penggunaan vaksin tersebut. Pemantauan uji klinis tahap ketiga juga masih dilakukan dalam periode satu bulan setelah pemberian suntikan kedua dari uji coba yang berlangsung di Bandung. Data hasil uji klinik vaksin Sinovac yang dilakukan di Turki dan Brasil juga akan menjadi pertimbangan dalam pemberian izin.
”Sesuai dengan persyaratan dari WHO, minimal pengamatan harus dilakukan sampai 3 bulan untuk interim analisis yang digunakan untuk mendapat data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data dukung pemberian EUA,” kata Rizka.
Kehalalan
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa dan Urusan Halal Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan pers menyampaikan, tim auditor MUI telah menuntaskan pelaksanaan audit lapangan terhadap vaksin Sinovac. Dokumen yang dibutuhkan oleh tim auditor untuk menuntaskan proses kajian juga sudah diterima dari Sinovac.
”Dalam kesempatan pertama, tim auditor akan merampungkan kajian dan akan dilaporkan ke dalam Sidang Komisi Fatwa. Selanjutnya, Komisi Fatwa akan melaksanakan Sidang Pleno Komisi untuk membahas aspek syari setelah menerima laporan, penjelasan, dan pendalaman dengan tim auditor,” tuturnya.
Presiden pertama
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, proses vaksinasi akan dilakukan pertama kali pada Rabu, 13 Januari 2021. Vaksinasi ini akan dimulai oleh Presiden Joko Widodo beserta jajaran menteri dan pejabat di tingkat pusat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan dan partisipasi tenaga kesehatan dan publik dalam program vaksinasi.
”Arahan Bapak Presiden jelas, (vaksinasi) akan dilakukan secara serentak, diawali di pusat, kemudian dilanjutkan di daerah, melibatkan tokoh masyarakat dan kalau ada tokoh kesehatan atau figur dokter yang berpengaruh, misalnya, untuk diikutsertakan,” ujarnya dalam siaran pers yang diterbitkan oleh Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Selasa (5/1).
Terkait dengan jadwal pelaksanaan vaksinasi tersebut, juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Badan POM Lucia Rizka Andalusia mengatakan, ”Diharapkan (EUA) bisa diberikan sebelum tanggal tersebut.”
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (Iakmi) Ede Surya Darmawan berpendapat, keputusan pelaksanaan vaksinasi seharusnya menunggu kepastian izin penggunaan yang dikeluarkan dari Badan POM serta sertifikasi halal dari MUI. Penjelasan terkait substansi pelaksanaan vaksinasi perlu dijelaskan secara detail sehingga tidak menimbulkan kebingungan serta persepsi yang salah di masyarakat.
Idealnya, informasi yang substansi soal vaksin disampaikan dulu ke masyarakat, seperti waktu terbentuknya imunitas, jenis vaksin yang akan diberikan, serta tahapan pemberian vaksin.
”Idealnya, informasi yang substansi soal vaksin disampaikan dulu ke masyarakat, seperti waktu terbentuknya imunitas, jenis vaksin yang akan diberikan, serta tahapan pemberian vaksin. Ini juga termasuk penjelasan mengapa protokol kesehatan harus terus dilakukan meskipun vaksinasi sudah berjalan,” katanya.
Ia menyatakan, masyarakat harus paham bahwa protokol kesehatan penting dilakukan karena proses munculnya imunitas dari vaksinasi membutuhkan waktu. Setidaknya, imunitas tubuh baru muncul setelah 35 hari dari penyuntikan dosis pertama dilakukan. Karena itu, protokol kesehatan tetap penting untuk dilakukan.