Pengadaan vaksin dilakukan melalui jalur bilateral dengan empat perusahaan di luar negeri dan kerja sama multilateral dengan organisasi internasional, GAVI. Vaksinasi akan dilakukan setidaknya pada 181 juta orang.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Vaksin Covid-19 di Indonesia akan dipasok empat perusahaan. Pemerintah akan mengupayakan penyediaan setidaknya 329 juta dosis dari keempat perusahaan tersebut. Selain itu, tambahan pengadaan masih bisa dilakukan sampai 334 juta dosis.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, untuk mencapai kekebalan komunitas, vaksinasi akan dilakukan kepada setidaknya 181 juta orang. Angka ini diperoleh dari jumlah warga berusia di atas 18 tahun, yakni sekitar 188 juta orang, dikurangi orang dengan penyakit penyerta, orang yang pernah terinfeksi Covid-19, dan ibu hamil.
Apabila setiap orang menggunakan dua dosis vaksin, setidaknya diperlukan 362 juta dosis. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemerintah menyediakan cadangan 15 persen dari kebutuhan. Karena itu, Indonesia akan memerlukan 426 juta dosis vaksin.
”Pemerintah berusaha keras mengamankan jumlah ini dan sampai sekarang ada lima jalur pengadaan vaksin yang kita tempuh,” tutur Budi Gunadi dalam keterangan pers secara daring dari Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/12/2020).
Empat jalur pengadaan secara bilateral, sedangkan satu jalur multilateral. Keempat jalur bilateral ini adalah kontrak pengadaan vaksin dengan Sinovac perusahaan asal China, Novavax perusahaan vaksin Amerika-Kanada, AstraZeneca yang berbasis di London Inggris, dan BioNTech-Pfizer perusahaan Jerman-Amerika.
Kontrak dengan Sinovac yang sudah ditandatangani akan menyediakan 125 juta dosis vaksin dan opsi menambahkan sampai 100 juta dosis. Pemerintah Indonesia juga sudah menandatangani kontrak dengan Novavax untuk 130 juta dosis. Ini terdiri atas 50 juta dosis yang sudah pasti dan 80 juta yang bisa ditambahkan.
Kontrak dengan AstraZeneca akan segera ditandatangani untuk pengadaan 100 juta dosis. Jumlah ini terdiri atas 50 juta dosis yang sudah pasti dan 50 juta dosis yang bisa ditambahkan. Pemerintah juga akan menandatangani kontrak dengan BioNTech-Pfizer untuk penyediaan 100 juta dosis dengan komposisi yang sama seperti AstraZeneca.
”Kami harap finalisasi dengan AstraZeneca dan Pfizer bisa diselesaikan dalam waktu dekat ini,” tutur Budi Gunadi.
Penyediaan dari empat sumber berbeda ini dilakukan untuk memastikan vaksin cukup untuk seluruh warga.
Adapun dari kerja sama multilateral dengan GAVI—organisasi internasional yang mendorong akses vaksin, Indonesia dijanjikan akan mendapatkan vaksin gratis. Jumlahnya belum dapat dipastikan tetapi berkisar antara 16 juta sampai 100 juta dosis. Belum pastinya jumlah vaksin dari GAVI ini membuat kontrak dengan setiap penyedia vaksin dilakukan dengan opsi penambahan.
”Kita sudah mengamankan 330 juta dosis yang pasti dan opsi (penambahan vaksin) 330 juta. Jadi total 660 juta. Kita ada buffer yang cukup kalau ada sumber yang gagal diuji klinis atau tertunda proses delivery-nya,” tutur Budi Gunadi.
Terkait rencana vaksinasi, Budi memastikan hal itu direalisasikan dengan berkonsultasi kepada badan independen ITAGI (Indonesia Technical Advisory Groups on Immunization). Pada tahap pertama, vaksinasi diberikan kepada 1,3 juta petugas kesehatan di 34 provinsi secara bersamaan. Kelompok kedua yang mendapat prioritas vaksinasi adalah 17,4 juta petugas publik.
Tahap ketiga, vaksinasi dilakukan pada 21,5 juta warga berusia di atas 60 tahun. Selanjutnya, masyarakat secara umum diimunisasi.
Budi Gunadi mengatakan, di setiap negara, petugas kesehatan mendapat prioritas pertama untuk vaksinasi. Sebab, petugas kesehatan adalah garda terdepan dalam pertarungan melawan pandemi Covid-19.
Budi Gunadi juga sempat menyatakan dukacita dan belasungkawa atas gugurnya 507 petugas kesehatan akibat Covid-19. ”Rekan-rekan tenaga kesehatan ini adalah garda terdepan dalam peperangan melawan pandemi dan kami akan memastikan pemerintah melakukan segala sesuatu yang bisa melindungi para tenaga medis lebih baik lagi ke depan,” tuturnya.
Terkait warga usia di atas 60 tahun, vaksinasi dilakukan di tahap ketiga sembari memastikan vaksin bisa digunakan untuk lansia. Uji klinis tahap III vaksin Sinovac diterapkan pada warga usia 18-59 tahun. Akan tetapi di Turki dan Brasil, vaksin juga diuji klinis kepada lansia. Selain itu, beberapa vaksin seperti yang diproduksi Pfizer juga diuji klinis kepada warga berusia di atas 60 tahun.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan akan menyerahkan kepada BPOM untuk menentukan rentang usia warga yang bisa divaksin. ”Saya percaya BPOM bisa mengambil keputusan yang independen dan berdasarkan sains,” ujar Budi Gunadi.
Sejauh ini, BPOM tengah mengobservasi jalannya uji klinis fase 3 terhadap vaksin Covid-19. Kepala BPOM Penny Lukito dalam dialog dengan dr Reisa Brotoasmoro, Senin (7/12/2020), mengatakan, BPOM akan menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA). ”Untuk mendapatkannya, efikasi cukup 50 persen,” katanya.
Penerbitan EUA juga mengikuti standar internasional sesuai referensi Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan merujuk Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) di negara lain yang baik evaluasinya.
Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) juga terus memastikan kehalalan vaksin ini. Beberapa waktu lalu, tim dari LPPOM MUI, BPOM, dan Pemerintah RI pernah mengunjungi Sinovac di China.
Ketua LPPOM MUI Lukmanul Hakim menjelaskan, setelah pengamatan dan audit di lokasi, masih diperlukan klarifikasi mengenai bahan baku. Karena itu, LPPOM MUI masih menunggu beberapa informasi tambahan, baik dari PT Bio Farma maupun Sinovac. Sebelumnya, permintaan informasi-informasi tambahan ini sudah disampaikan melalui audit memorandum.
Di sisi lain, LPPOM MUI juga menunggu rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). ”Kalau tidak ada rekomendasi BPOM, tidak mungkin fatwa MUI keluar,” kata Lukman kepada Kompas beberapa waktu lalu.