Satgas Covid-19: Jangan Sampai Jadi Hari Raya Terakhir
Satgas Covid-19 mengingatkan masyarakat yang melakukan perjalanan saat libur Natal dan Tahun Baru untuk menerapkan protokol kesehatan. Penularan Covid-19 masih tinggi. Rumah sakit hampir mencapai kapasitas maksimal.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Imbauan pemerintah agar masyarakat menunda melakukan perjalanan saat libur Natal dan Tahun Baru tak diindahkan. Karena itu, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengingatkan seluruh masyarakat, khususnya mereka yang melakukan perjalanan, untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan demi mencegah penularan Covid-19.
Dalam jumpa wartawan secara virtual dari Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/12/2020), Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito menyampaikan, Satgas sudah berulang kali mengimbau masyarakat untuk menghabiskan libur Natal dan Tahun Baru di rumah. Namun, kenyataannya, banyak masyarakat yang tetap memutuskan untuk bepergian, melakukan perjalanan, baik untuk mudik maupun liburan.
Karena itu, Satgas hanya bisa mengingatkan bahwa saat ini Indonesia masih berada dalam suasana darurat pandemi Covid-19. Penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu masih ada dan penularannya pun masih tinggi.
Hal yang harus dilakukan selama perjalanan dan di daerah tujuan adalah mematuhi protokol kesehatan, termasuk saat bertemu dengan kerabat dekat, terutama mereka yang tergolong kelompok rentan.
”Jangan sampai hari raya ini menjadi hari raya terakhir bersama keluarga dan orang terdekat hanya karena kita memaksakan untuk bepergian atau kita lengah dan abai terhadap protokol kesehatan. Tidak memakai masker, tidak mencuci tangan, dan tidak menjaga jarak,” kata Wiku dalam video yang disiarkan langsung di saluran Youtube Sekretariat Presiden.
Satgas juga mengingatkan masyarakat untuk tidak gegabah dalam memilih aktivitas liburan di akhir tahun. Jangan sampai karena merasa masih muda dan sehat, masyarakat dengan mudah bepergian atau beraktivitas yang menimbulkan kerumunan. Sebab, virus SARS-CoV-2 begitu cepat menular dan berpotensi melemahkan kondisi kelompok rentan, seperti orang lanjut usia serta mereka yang memiliki riwayat penyakit penyerta.
Selain itu, perkembangan kasus Covid-19 juga bisa dikatakan memburuk. Wiku mengingatkan, saat ini kasus aktif Covid-19 sudah menembus 100.000 kasus. Hal itu berarti saat ini sekitar 100.000 penduduk Indonesia tengah berjuang melawan Covid-19 dengan bantuan tenaga kesehatan. Tingginya kasus aktif juga menunjukkan masih terjadi peningkatan penularan, masih rendahnya kualitas penanganan, serta rendahnya disiplin masyarakat terhadap protokol kesehatan.
”Di sini saya tekankan, jumlah kasus aktif yang sudah menembus 100.000 ini harus menjadi alarm bagi kita semua,” kata Wiku.
Sementara tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 di daerah rata-rata sudah mencapai 80 persen.
Karena itu, Satgas meminta pemerintah daerah segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan jika tingkat keterisian rumah sakit terus mengalami peningkatan. Dengan begitu, bisa disiapkan langkah-langkah strategis, seperti pendirian rumah sakit darurat.
Sementara itu, pada Selasa terdapat penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 6.374 orang sehingga total kasus mencapai 678.125 orang. Adapun kasus aktif mencapai 105.146 orang atau 15,5 persen, lebih rendah dari rata-rata kasus aktif dunia yang mencapai 27,55 persen.
Jumlah kasus sembuh secara akumulatif sebanyak 552.722 orang atau 81,5 persen, lebih tinggi dari rata-rata kesembuhan dunia yang kini sebesar 70,24 persen. Sementara jumlah kasus meninggal saat ini mencapai 20.257 kasus atau 2,9 persen, lebih tinggi dari rata-rata dunia sebesar 2,19 persen.
Secara terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo meminta pemerintah melakukan terobosan guna meningkatkan pelaksanaan pengetesan Covid-19. Salah satunya dengan melakukan pengetesan secara berkala dan memberikan kesempatan warga kurang mampu untuk mengikuti tes secara gratis.
”Dengan cara itu, upaya penanganan kasus positif Covid-19 dapat dilakukan lebih cepat dan tepat,” kata Bambang.
Pemerintah semestinya tetap berpedoman pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan melakukan pengujian minimal 1 per 1.000 penduduk setiap pekan. Dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270 juta jiwa, pemeriksaan Covid-19 harus mencapai 270.000 orang setiap pekan.