Program pencegahan tengkes mesti tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19. Tanpa intervensi gizi yang signifikan, persoalan gizi tersebut akan mengancam kualitas generasi penerus bangsa.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus tengkes di Indonesia diprediksi akan meningkat akibat pandemi Covid-19. Karena itu, program pencegahan tengkes melalui layanan kesehatan masyarakat, terutama untuk remaja, ibu hamil, dan anak balita, harus dipastikan tetap berjalan.
Tenaga Ahli Utama Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden Brian Sri Prahastuti menyampaikan, pandemi yang sudah berlangsung sekitar 10 bulan di Indonesia berdampak pada peningkatan kasus tengkes atau stunting. Tengkes merupakan gangguan tumbuh kembang akibat kurang gizi kronis.
Kondisi itu disebabkan, antara lain, oleh menurunnya daya beli masyarakat terhadap bahan pangan serta gangguan pada akses layanan kesehatan. Menurut Brian Sri, pandemi ini menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk menyediakan makanan utama sesuai dengan standar untuk anak, ibu hamil, dan menyusui.
Selain itu, pandemi menyebabkan menurunnya kemampuan memenuhi kebutuhan obat-obatan serta akses ke layanan kesehatan, seperti posyandu dan puskesmas,” ujarnya pada acara Kompas Talks bersama Tanoto Foundation yang diadakan secara virtual di Jakarta, Senin (21/12/2020).
Tanpa tindakan yang cukup dan tepat waktu, jumlah anak di seluruh dunia yang mengalami kurang gizi atau wasting diprediksi akan meningkat 15 persen atau sekitar 7 juta anak selama setahun pertama pandemi Covid-19. Padahal, risiko gizi buruk pada anak balita berpeluang tiga kali lebih tinggi mengalami kegagalan pada tumbuh kembang fisik dan otak.
Karena itu, tengkes harus tetap menjadi isu utama yang harus diatasi sekalipun sedang terjadi pandemi. Intervensi juga tetap berjalan, khususnya pada pola pangan, pola asuh, dan sanitasi. Saat ini, satu dari tiga anak di Indonesia mengalami tengkes.
Brian menambahkan, ada empat program utama yang menjadi arahan Presiden untuk mencegah tengkes selama pandemi. Itu adalah upaya percepatan penanganan tengkes di 10 provinsi prioritas dengan kasus tengkes tertinggi; promosi, edukasi, dan sosialisasi pada ibu hamil dan keluarga; akses layanan kesehatan pada ibu hamil dan anak balita yang tetap berlangsung; serta kesinambungan dengan program perlindungan sosial.
Intervensi gizi
”Modifikasi pelaksanaan intervensi gizi dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan. Terobososan strategi program percepatan penurunan stunting dan kematian ibu juga terus didorong. Partisipasi laki-laki sebagai suami juga perlu diperkuat dalam pengasuhan, terutama saat ibu hamil, melahirkan, dan selama 1.000 hari pertama kehidupan anak,” tuturnya.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, intervensi untuk menekan angka tengkes perlu dilakukan sejak dini, setidaknya saat usia remaja. Kondisi kesehatan fisik dan mental remaja perlu dipantau agar kelak siap ketika menjadi calon ibu. Pernikahan dini juga perlu dihindari karena bisa menjadi beban bagi perempuan dan bayi.
Menurut dia, upaya terbaik pencegahan tengkes harus dilakukan sejak awal. Masyarakat pun perlu mendapat pemahaman lebih baik untuk mempersiapkan diri sebelum konsepsi dilakukan. Itu karena anak yang mengalami tengkes sudah dimulai sejak berada di kandungan.
”Bagi setiap pasangan jangan hanya memikirkan pre-wedding sebelum menikah, tetapi juga pre-konsepsi. BKKBN sudah menyiapkan program siap nikah yang akan mengedukasi pasangan calon pengantin. Program sertifikasi pranikah juga direncanakan segera direalisasikan,” tutur Hasto.
Praktisi Mindful Parenting, Melly Kiong, menambahkan, edukasi kepada orangtua amat penting untuk mendukung pola asuh serta tumbuh kembang anak dengan baik. Setidaknya lima hal perlu diperjatikan, yakni mampu mendengarkan anak dengan penuh perhatian, tidak menghakimi anak, mampu mengendalikan emosi, mempraktikan keadilan dan kebijaksanaan bagi anak, serta menerapkan prinsip welas asih.
Senior Advisor Program Early Childhood and Education Development (ECED) Tanoto Foundation Widodo Suhartoyo menuturkan, upaya penanganan tengkes merupakan tanggung jawab bersama dari semua pihak, termasuk lembaga filantropi, seperti Tanoto Foundation. Salah satu upaya yang digalakkan ialah melalui program Sigap (Siapkan Generasi Anak Berprestasi).
”Ada tiga tema dikembangkan dalam program Sigap, yakni Keluarga Sigap Bermain Bersama yang akan membuka peluang anak belajar sejak dini. Tema lain ialah Keluarga Sigap Berperilaku Positif yang melatih komunikasi dan disiplin positif pada anak, serta Keluarga Sigap Hidup Sehat dan Makan Makanan Bergizi yang, antara lain, dilakukan melalui praktik PHBS (prinsip hidup bersih sehat) dan perawatan ibu hamil dan bayi,” ujarnya.