Penanganan Pandemi Tidak Optimal, Peran Sektor Kesehatan Dinilai Lemah
Komitmen semua pemangku kepentingan sektor kesehatan mesti diperkuat dalam penanganan Covid-19.. Tanpa upaya komprehensif, maka tatanan kehidupan baru di masyarakat
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran pemangku kepentingan di sektor kesehatan perlu diperkuat dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Hal itu perlu dibuktikan melalui komitmen terkait regulasi, pengadaan anggaran, serta organisasi yang dibentuk. Tanpa ada upaya penanganan yang sistematis dan komprehensif, tatanan kehidupan masyarakat akan memburuk.
Direktur Kebijakan Pusat Inisiatif dan Strategi untuk Pembangunan (Center for Indonesia Strategic Development Initiative/CISDI) Olivia Herlinda di Jakarta, Jumat (18/12/2020) menilai, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan pandemi tidak optimal. Sinergi dan koordinasi antarinstitusi dan lembaga pemerintah dalam menangani krisis juga masih lemah.
”Absennya kepemimpinan dari Kementerian Kesehatan dalam menangani wabah menjadi catatan penting yang harus jadi perhatian. Kementerian Kesehatan memiliki peran sebagai lembaga dengan kemampuan dan keahlian teknis yang sangat sentral untuk penanganan wabah. Namun, peran kepemimpinan ini tidak tampak saat ini dan hanya menjadi pengikut dalam penanganan,” katanya.
Selain itu, berdasarkan makalah kebijakan yang diluncurkan CISDI melalui Health Outlook 2021, terdapat sejumlah evaluasi dalam tatanan sistem layanan kesehatan di Indonesia pada 2020, terutama terkait dengan penanganan Covid-19. Pemerintah dinilai menyia-nyiakan periode emas penanganan pandemi ketika awal kasus ditemukan.
Kondisi itu memperlihatkan kegagalan kepemimpinan secara kolektif. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah tidak optimal serta birokrasi yang terlalu panjang yang tidak secepat dengan laju infeksi wabah.
Selain itu, sistem kesehatan dan regulasi untuk penanganan bencana dan pandemi dinilai tidak siap. Hal itu terlihat dari terhambatnya laju penanganan akibat dari sentralisasi pemeriksaan spesimen. Kerangka regulasi penanggulangan bencana dan wabah di Indonesia juga sudah usang.
”Sistem kesehatan yang tidak siap ini dibuktikan dari data puskesmas yang tidak kunjung terkapasitasi dengan baik selama pandemi. Dari survei CISDI pada Agustus-September 2020, ada 45,4 persen puskesmas yang belum mendapat pelatihan mengenai pengendalian dan pencegahan infeksi. Bahkan ada 40 persen puskesmas yang masih kekurangan masker bedah untuk melayani pasien,” ucap Olivia.
Dari survei CISDI pada Agustus-September 2020, ada 45,4 persen puskesmas yang belum mendapat pelatihan mengenai pengendalian dan pencegahan infeksi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Dewan Penasehat CISDI Akmal Taher mengatakan, puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan primer seharusnya menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi ini. Penguatan layanan kesehatan primer menjadi strategi utama yang harus segera dilakukan.
Menurut dia, penanggulangan pandemi memerlukan peran kuat masyarakat. Perubahan perilaku merupakan langkah efektif untuk mencegah perluasan penularan Covid-19. Hal itu terkait erat dengan fungsi fasilitas pelayanan kesehatan primer yang terdekat dengan masyarakat. Strategi ini pula yang menjadikan negara lain seperti Thailand bisa mengendalikan angka penularan serta kesakitan akibat Covid-19.
“Pada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 telah dicantumkan arah kebijakan nasional pembangunan kesehatan kita adalah penguatan pelayanan kesehatan primer. Meski begitu, rencana ini harus terus dikawal agar bisa dipastikan benar-benar dijalankan dengan baik,” kata Akmal.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, penanganan pandemi Covid-19 justru memperlihatkan kesehatan tak hanya menjadi urusan Kementerian Kesehatan. Seluruh pemangku kepentingan dari berbagai sektor harus terlibat dalam masalah kesehatan karena dampaknya amat luas.
“Pembentukan lembaga ad hoc dalam penanganan pandemi juga menjadi langkah untuk mengisi kekosongan legacy dari koordinasi antarkementerian dan lembaga,” ucapnya.
Anggaran kesehatan
Olivia memaparkan, keseriusan pemerintah menangani kesehatan nasional juga tidak tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran untuk kesehatan hanya naik 7,4 persen dari 78,5 triliun di 2020 menjadi 84,3 triliun di 2021. Sementara anggaran Kementerian Pekejaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalami kenaikan hingga 98 persen dari 75,6 triliun menjadi 149,8 triliun
“Dengan potensi menurunnya pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, ditambah dengan minimnya alokasi APBN dan stimulus penanganan Covid-19, harapan untuk memperkuat sistem kesehatan, mengoptimalkan upaya 3T yang lebih masif, serta memberikan akses vaksin gratis untuk semua masyarakat akan menjadi harapan semu,” tuturnya.