Virus Korona Penyebab Covid-19 Diduga Dapat Menyerang Otak
Tidak hanya mengganggu sistem pernapasan, virus pemicu Covid-19 diduga dapat masuk ke dalam otak manusia. Ini yang diduga menyebabkan gejala jangka panjang Covid-19.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
INSTITUT KESEHATAN NASIONAL (NIH), AMERIKA SERIKAT
Gambar 3D protein spike atau paku SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Protein spike (depan) memungkinkan virus untuk masuk dan menginfeksi sel manusia. Pada model virus (belakang), permukaan virus (biru) ditutupi protein spike (merah) yang memungkinkan virus masuk dan menginfeksi sel manusia.
JAKARTA, KOMPAS — Peneliti perlahan mulai mengurai misteri gangguan kesehatan berlanjut yang dialami oleh penyintas Covid-19. Gangguan kesehatan yang berkepanjangan akibat Covid-19, seperti brain fog, kelelahan berlebih, dan kesulitan berpikir, diduga diakibatkan oleh keberhasilan virus SARS-CoV-2 masuk ke otak.
Temuan ini didasarkan pada hasil riset yang dilakukan oleh para dokter dan peneliti di University of Washington (UW) School of Medicine. Mereka menemukan bahwa protein spike bernama ”S1” yang menjadi struktur terluar virus korona berhasil menembus blood-brain barrier (BBB) atau sawar darah otak pada tikus percobaan.
Jika protein spike virus SARS-CoV-2 berhasil memasuki otak, artinya virusnya juga bisa melintas masuk. Pemimpin riset ini, William A Banks, profesor di UW School of Medicine, mengatakan, protein spike S1 pun dapat memicu peradangan.
”Keberadaan protein S1 ini dapat menyebabkan otak melepaskan sitokin dan memunculkan peradangan yang parah,” kata Banks dalam keterangan resminya yang dipublikasikan pada Jumat (18/12/2020) dini hari waktu Indonesia. Hasil penelitian ini juga telah dipublikasikan di jurnal terkemuka, Nature Neuroscience, pada Rabu (16/12/2020).
Kompas
Dalam infografik cara kerja obat remdesivir ini terlihat struktur virus SARS-CoV-2 yang menampakkan lokasi protein spike.
Peradangan yang parah ini biasa disebut dengan istilah badai sitokin. Badai sitokin ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan. Fenomena ini kemudian meninggalkan dampak bagi penderitanya dalam bentuk brain fog, kelelahan berlebih, dan gangguan kognitif.
Menurut Banks, fenomena berhasil masuknya virus korona ke otak ini dapat menjelaskan berbagai macam komplikasi yang muncul akibat Covid-19 di luar gangguan pernapasan.
”Sejauh ini, kita memahami bahwa infeksi Covid-19 datang dalam bentuk gangguan pernapasan karena virus menginfeksi paru-paru. Namun, dengan adanya temuan ini, terlihat bahwa virus juga berhasil masuk ke otak dan menyebabkan persoalan lain di sana,” kata Banks.
UW SCHOOL OF MEDICINE
William A Banks, profesor di UW School of Medicine
Seperti diketahui, sejumlah penderita dan bahkan penyintas Covid-19 mengembangkan berbagai gangguan kesehatan di luar permasalahan pernapasan, seperti kesulitan berpikir dan kelelahan berlebih. Gangguan ini berlangsung lama sehingga banyak disebut sebagai long Covid.
Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Banks dan kolegany, juga terlihat bahwa protein spike S1 beredar lebih cepat pada jaringan saraf olfaktori (penciuman) dan ginjal pada laki-laki ketimbang perempuan. Karakteristik ini mungkin terkait dengan mengapa Covid-19 cenderung lebih mematikan bagi mereka yang berjenis kelamin laki-laki.
Sejauh ini, kita memahami bahwa infeksi Covid-19 datang dalam bentuk gangguan pernapasan karena virus menginfeksi paru-paru. Namun, dengan adanya temuan ini, terlihat bahwa virus juga berhasil masuk ke otak dan menyebabkan persoalan lain di sana.
Oleh karena itu, Banks mengingatkan masyarakat untuk tidak menganggap remeh Covid-19. ”Jangan main-main dengan virus ini. Banyak dampak buruk virus korona ini bisa jadi disebabkan oleh berhasil masuknya virus ini ke otak. Dan dampaknya bisa berlangsung lama,” katanya.
Covid-19 picu penyakit autoimun
Dalam studi lain yang dilakukan oleh peneliti Yale University, AS, Covid-19 dapat memicu penyakit autoimun bagi penderitanya. Laporan hasil penelitian ini berjudul ”Diverse Functional Autoantibodies in Patients with Covid-19” dan dipublikasikan pada Sabtu (12/12/2020) lalu.
Penyakit autoimun adalah penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sel yang sehat.
Studi ini menunjukkan bahwa tubuh penderita Covid-19 dengan gejala parah justru menghasilkan autoantibodi. Ini adalah antibodi yang seharusnya melawan virus, tetapi malah melawan sistem kekebalan tubuhnya sendiri.
Sel-sel autoantibodi ini mengganggu fungsi kekebalan tubuh dan mengurangi fungsi pengendalian virus dengan cara mengubah kemampuan sel imun untuk mengenali virus.
AFP/SILVIO AVILA
Seorang pasien dirawat di unit perawatan intensif Covid-19 di Rumah Sakit Santa Casa de Misericordia, Porto Alegre, Brasil, Kamis (10/12/2020). Okupansi tempat tidur ICU dengan pasien Covid-19 meningkat pada bulan Desember dan mencapai angka tertinggi sejak awal pandemi di Negara Bagian Rio Grande do Sul, Brasil.
”Para pasien Covid-19 menunjukkan peningkatan yang dramatis dalam jumlah autoantibodi ketimbang kelompok partisipan yang tidak terinfeksi Covid-19. Ditemukan prevalensi yang tinggi akan sel autoantibodi, seperti sitokin, chemokine, dan sejumlah komponen lain,” tulis Aaron Ring dan sejumlah koleganya dari Yale School of Medicine, AS.
Studi ini menguatkan penelitian sebelumnya yang menyebut bahwa pasien Covid-19 yang tidak memiliki riwayat penyakit autoimun justru akan memiliki penyakit autoimun setelah tertular Covid-19. Studi ini dilakukan oleh peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Athena, Yunani.
Penelitian yang telah dipublikasikan dalam jurnal BMJ ini menunjukkan bahwa 20 dari 29 (68,7 persen) subyek pasien dengan gejala Covid-19 parah memiliki penyakit autoimun.