Penggunaan obat secara rutin dalam jangka waktu panjang bisa menurunkan tingkat kepatuhan pasien, terutama yang terkena penyakit katastropik atau berbiaya tinggi. Inovasi kombinasi obat diharapkan mengatasi masalah itu.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasien dengan penyakit katastropik harus mengonsumsi sejumlah obat sekaligus dalam jangka waktu panjang. Hal ini tidak jarang menyebabkan kebosanan sehingga pasien menjadi tidak patuh mengonsumsi obat. Karena itu, inovasi melalui kombinasi obat diharapkan bisa dimanfaatkan agar penyakit yang dialami bisa terkontrol.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Siloam yang juga Kepala Departemen Kardiovaskular Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Antonia Anna Lukito menuturkan, kepatuhan dalam mengonsumsi obat menjadi kunci pengendalian penyakit katastropik, seperti hipertensi dan dislipidemia atau tingginya kolesterol dalam darah. Itu tentu juga perlu disertai dengan diet yang seimbang serta aktivitas fisik dan istirahat yang cukup.
”Pasien dengan penyakit hipertensi yang memiliki dislipidemia harus mengonsumsi obat secara teratur dalam jumlah banyak. Ini menurunkan tingkat kepatuhan karena pasien merasa bosan. Padahal, ketika kepatuhan mengonsumsi obat rendah, berisiko mengalami komplikasi penyakit lebih buruk, seperti penyakit jantung koroner dan stroke,” katanya, di Jakarta, Kamis (17/12/2020).
Ketika kepatuhan mengonsumsi obat rendah, berisiko mengalami komplikasi penyakit lebih buruk, seperti penyakit jantung koroner dan stroke.
Karena itu, pemberian obat kombinasi bisa menjadi strategi untuk mengatasi persoalan tersebut. Terapi dengan obat kombinasi dinilai dapat mengurangi beban jumlah tablet yang dikonsumsi per hari sehingga pasien merasa lebih nyaman dalam mengonsumsi obat.
Target untuk menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol juga bisa lebih mudah dicapai. Setidaknya, sekitar 50 persen sampai 75 persen pasien dengan hipertensi juga memiliki kolesterol tinggi.
”Meski begitu, pemberian obat kombinasi juga perlu disesuaikan dengan kondisi pasien. Pastikan kandungan dalam obat memang sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu, kondisi sosial ekonomi pasien juga perlu menjadi pertimbangan,” ujar Antonia.
Manajer Produk Daewoong Pharmaceutical Son Chan Seok menuturkan, ketersediaan obat kombinasi menjadi kebutuhan masyarakat saat ini. Kebutuhan itu terutama karena tingginya jumlah pasien dengan penyakit katastropik, termasuk hipertensi dengan dislipidemia.
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, prevalensi hipertensi pada masyarakat Indonesia naik dari 25,8 persen pada 2013 menjadi 34,1 persen pada 2018. Dari masyarakat yang memiliki hipertensi diketahui sebanyak 32,3 persen tidak rutin minum obat dan 13,3 persen minum obat. Alasan terbanyak mereka tidak minum obat adalah sudah merasa sehat, tidak rutin ke fasilitas kesehatan, minum obat tradisional, dan sering lupa.
”Dari penelitian yang dilakukan di Korea, jumlah orang yang didiagnosis dengan dislipidemia semakin meningkat sejak 2002 sampai 2018. Jumlah orang yang menerima pengobatan juga meningkat, tetapi proporsi orang yang mempertahankan pengobatan justru menurun,” tuturnya.
Oleh sebab itu, pemberian obat kombinasi diharapkan menjadi solusi untuk meningkatkan angka kepatuhan konsumsi obat pada pasien hipertensi dengan dislipidemia. Pada studi yang dipulikasi pada JAMA 2013, kepatuhan pasien mengonsumsi obat kombinasi meningkat hingga 36 persen dibandingkan yang mengonsumsi obat individu.
Son Chan mengatakan, Daewoong kini mengembangkan kombinasi obat Olmesartan untuk menurunkan tekanan darah dan Rosuvastain untuk penurun kadar kolesterol. Kedua obat ini dinilai unggul di antara obat sekelas lainnya. Inovasi yang dilakukan adalah dengan merancang dua obat tersebut dalam bentuk tablet dua lapis dengan kompartemen terpisah.
Saat tablet dikonsumsi, obat akan melepaskan kandungan Rosuvastatin terlebih dahulu kemudian Olmesartan dalam jangka waktu 30 menit. Efek dan tingkat keamanan pengobatan ini juga terbukti. Hal ini berkat penerapan teknologi yang mampu mengatur pelepasan kandungan obat sehingga penyerapannya di dalam tubuh dapat dioptimalkan tanpa adanya interaksi antarkandungan.
”Harga untuk obat ini juga menjadi lebih terjangkau jika dibandingkan dengan dua obat terpisah. Jika diasumsikan pasien hipertensi dengan dislipidemia mengonsumsi obat setiap hari, dengan obat kombinasi ini pasien tersebut menghemat sekitar Rp 3 juta sampai Rp 10 juta, tergantung varian dari obatnya,” kata Son Chan.
Ia mengatakan, obat yang dikembangkan oleh Daewoong ini mulai dipasarkan di Korea, Malaysia, dan Meksiko. Saat ini, penjajakan dengan industri lokal di Indonesia sedang dilakukan agar obat ini juga bisa dipasarkan untuk masyarakat Indonesia.