Rumah Sakit Swasta Minta Tagihan Layanan Bayi Baru Lahir Segera Dibayar
Tagihan atas layanan bayi baru lahir dengan tindakan di sejumlah rumah sakit swasta belum dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Hal itu dikhawatirkan mengganggu kelangsungan layanan di rumah sakit.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia bersama dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan segera membayarkan tagihan atas layanan bayi baru lahir dengan tindakan. Tagihan itu diharapkan bisa dibayarkan secara menyeluruh tanpa mengurangi nilai klaim.
Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Susi Setiawaty mengatakan, pembayaran tagihan untuk layanan bayi baru lahir dengan tindakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN) tidak dilakukan secara seragam kepada sejumlah rumah sakit swasta di Indonesia sejak tahun 2018. Kondisi ini dinilai menghambat keuangan rumah sakit, terutama pada masa pandemi saat ini.
”Setidaknya ARSSI sudah mendapatkan laporan dari sekitar 400 rumah sakit swasta di seluruh Indonesia terkait dengan tagihan layanan bayi baru lahir dengan tindakan. Jika dijumlahkan, ada lebih dari Rp 900 miliar yang belum dibayarkan,” katanya di Jakarta, Rabu (16/12/2020).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam Pelaksanaan JKN-KIS, layanan bayi lahir dengan tindakan persalinan dapat diklaimkan terpisah dari klaim ibunya. Namun, selama ini, tagihan terkait layanan itu belum dibayarkan sepenuhnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ferry Rahman menambahkan, komunikasi telah dilakukan ARSSI dan IDI kepada pemangku kepentingan, yakni Kementerian Kesehatan, Komisi IX DPR, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional. Semua pihak itu dinilai sepakat untuk mendorong Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan membayarkan klaim layanan.
”Semua lembaga ini sudah memerintahkan agar BPJS Kesehatan segera membayar klaim yang ditagihkan. Keberlangsungan layanan di rumah sakit tentu akan terganggu, termasuk terkait cash flow (arus kas) yang juga semakin berat di masa pandemi karena berkurangnya pasien yang datang,” ujarnya.
Susi mengatakan, persoalan yang sebelumnya terjadi terkait pembayaran tersebut adalah ada multitafsir pada kata ”dapat” yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2020. Kata tersebut dinilai diartikan BPJS Kesehatan dapat dibayar ataupun tidak.
Setelah itu, kata ”dapat” itu dijelaskan secara detail dalam Surat Edaran Menteri Kesesehatan Nomor 402 Tahun 2020 tentang Klaim Bayi Baru Lahir dengan Tindakan dalam Penyelenggaraan Program JKN-KIS.
”Yang masih menjadi persoalan adalah pembayaran tersebut hanya berlaku sejak surat edaran diterbitkan, yaitu pada tanggal 9 Juli 2020. Karena itu, kami meminta perlindungan dan keadilan langsung dari Presiden agar semua klaim yang sudah ditagihkan bisa dibayarkan,” ucapnya.
Secara terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, pembayaran yang bisa dilakukan oleh BPJS Kesehatan berlaku untuk layanan bayi baru lahir dengan tindakan untuk klaim yang diajukan pada 9 Juli 2020 dan seterusnya. Sebelum tanggal tersebut, BPJS Kesehatan tidak dapat membayarkannya karena belum ada dasar regulasi yang mengatur.
”Sesuai keputusan, klaim pada 9 Juli 220 ke atas yang dapat dibayarkan. Jika sudah diajukan dan diverifikasi, tentu harus dibayarkan (BPJS Kesehatan),” katanya.
Berdasarkan laporan BPJS Kesehatan, klaim bayi lahir dengan tindakan yang sudah dibayarkan terhitung setelah 9 Juli 2020 sebesar Rp 22,7 miliar dari 6.268 kasus. Sementara untuk penyelesaian klaim sebelum tanggal 9 Juli 2020, BPJS Kesehatan masih menanti keputusan lebih lanjut dari rapat koordinasi kementerian terkait.