Retinopati diabetik merupakan salah satu dari tiga besar komplikasi diabetes dan penyebab kebutaan kelima di dunia. Namun, kebutaan bisa dicegah dengan pemeriksaan rutin dan mengontrol gula darah.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·5 menit baca
Risiko gangguan mata hingga kebutaan akibat diabetes, yakni retinopati diabetik, merupakan satu dari tiga besar komplikasi diabetes dan penyebab kebutaan global kelima. Padahal, retinopati diabetik bisa dicegah jika ditangani sejak dini. Perlu kewaspadaan warga untuk mencegah dan menekan angka kebutaan akibat diabetes.
Retinopati diabetik merupakan komplikasi diabetes pada retina mata yang berfungsi menangkap cahaya dan mengubahnya menjadi sinyal untuk diteruskan ke otak. Hal itu terjadi saat kadar gula darah yang tinggi merusak pembuluh darah di retina mata. Pembuluh darah akan bocor, terjadi perdarahan di retina sehingga penglihatan terganggu hingga buta.
Kerusakan pada retina sering tidak dirasakan pasien, terutama pada fase awal penyakit. Akibatnya, banyak pasien berobat pada kondisi sudah lanjut dan akan bersifat permanen apabila tidak segera ditangani dengan tepat.
”Kerusakan pada retina sering tidak dirasakan pasien, terutama pada fase awal penyakit. Akibatnya, banyak pasien berobat pada kondisi sudah lanjut dan akan bersifat permanen apabila tidak segera ditangani dengan tepat,” kata Arief S Kartasasmita, Guru Besar Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, pada media briefing daring ”Fight Against Blindness from Diabetes”, Jumat (11/12/2020).
Karena itu, meski dalam situasi pandemi, pasien diabetes diimbau tetap berkonsultasi dan periksa rutin dengan menerapkan protokol kesehatan. Hal itu untuk memastikan penyakitnya tetap terkendali serta mengantisipasi kemungkinan terjadi perburukan penglihatan.
Faktor risiko retinopati diabetik adalah lamanya menderita diabetes, yakni lebih dari 10 tahun, gula darah tak terkontrol, tekanan darah tinggi, kadar lemak darah tinggi, atau tidak berobat. Adapun komplikasi retinopati diabetik berupa pembengkakan retina, terlepasnya retina, perdarahan, serta glaukoma.
Untuk mengantisipasi, penderita diabetes tipe 1 disarankan periksa mata 3-5 tahun setelah didiagnosis, dilanjutkan pemeriksaan mata setiap tahun. Sementara penderita diabetes tipe 2 dianjurkan langsung periksa mata setelah didiagnosis diabetes dan kontrol mata setiap tahun. Penderita diabetes yang akan hamil disarankan periksa mata sebelum hamil, pada trimester 1 dilanjutkan setiap 1-3 bulan hingga melahirkan.
Penatalaksanaan retinopati diabetik dititikberatkan pada deteksi dini retinopati, kontrol gula darah, tekanan darah dan kadar lemak darah, terapi laser, penyuntikan anti-VEGF (anti-vascular endothelial growth factor atau faktor pertumbuhan endotel anti-vaskular), serta pembedahan.
Diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah.
Data International Diabetes Federation (IDF) 2017 menyebut, ada 425 juta pasien diabetes di dunia, 127 juta di antaranya menderita retinopati diabetik dan 12 juta terancam buta. Menurut estimasi IDF, pada 2045 jumlah pasien diabetes 629 juta, dengan 188 juta terkena retinopati diabetik dan 18 juta di antaranya terancam buta.
Sebanyak 80 persen penderita diabetes berada di negara berkembang. Pada tahun 2019, di Indonesia ada setidaknya 82 juta penderita diabetes. Jumlah itu diperkirakan akan terus meningkat hingga 151 juta orang pada tahun 2045.
Berdasarkan survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) pada 2014-2016, ada 8 juta orang mengalami gangguan penglihatan, sebanyak 1,6 juta orang buta, dan 6,4 juta orang terganggu penglihatan skala sedang hingga berat.
Program penapisan
Pemeriksaan mata rutin perlu dilakukan penderita diabetes, demikian dikatakan dokter spesialis mata dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Yeni Dwi Lestari. Hal ini merupakan intervensi paling hemat biaya untuk mencegah komplikasi.
Selain itu perlu dilakukan penapisan retinopati diabetik pada penderita diabetes. Penapisan akan efektif menurunkan angka kebutaan jika lebih dari 70 persen pasien diabetes mengikuti program.
Program pencegahan kebutaan akibat retinopati diabetik dilakukan dengan mengalihkan upaya pencegahan dari layanan kesehatan tingkat ketiga (dokter spesialis mata) ke tingkat pertama dan kedua (puskesmas dan poliklinik endokrin di rumah sakit). Jadi, upaya bisa menjangkau masyarakat lebih luas dan lebih dini.
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) M Sidik, Perdami bersama Novartis Indonesia akan mengadakan kampanye ”Fight Against Blindness from Diabetes”. Kegiatan itu meliputi, antara lain, skrining (penapisan) retinopati diabetik sepanjang Desember 2020-Desember 2021.
Menurut rencana, 10.000 penderita diabetes akan diperiksa di puskesmas serta poliklinik endokrin di rumah sakit di DKI Jakarta (3.500 pasien), Jawa Barat (3.500 pasien), dan DI Yogyakarta (3.000 pasien). Kampanye ini sejalan dengan peringatan Hari Penglihatan Dunia pada 14 Oktober dan Hari Diabetes Sedunia pada 14 November.
Direktur Pencegahan Penyakit dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie mengatakan, diabetes termasuk komorbid (penyakit penyerta) yang menimbulkan keparahan gejala pada Covid-19. Ia menekankan, pengobatan Covid-19 harus sejalan dengan upaya penurunan kematian akibat Covid-19 dengan menekan jumlah kasus penyakit tidak menular yang menjadi penyakit penyerta.
”Fasilitas layanan kesehatan harus membuka layanan esensial. Selain itu, pemberian resep obat untuk penyakit tidak menular, termasuk diabetes, untuk dua bulan sesuai kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, tidak lagi untuk dua minggu. Juga memanfaatkan kemajuan teknologi seperti konsultasi lewat aplikasi telepon,” ujarnya.
Pencegahan penyakit tidak menular, demikian Cut Putri, harus dilakukan secara terintegrasi dan multisektoral. Misalnya, pengurangan konsumsi gula, garam, dan lemak untuk mencegah penyakit terkait dengan produsen makanan. Kemenkes telah mengusulkan cukai untuk minuman manis. Namun, kewenangan pengenaan cukai berada di Kementerian Keuangan.
Penerapan pola makan sehat, dengan makan banyak sayuran dan buah, memerlukan ketersediaan dan akses terhadap produk pertanian tersebut. Tugas ini berada di kementerian lain.
Sementara rekomendasi untuk banyak beraktivitas fisik dengan berjalan kaki dan berolahraga bergantung pada keberadaan trotoar, taman, dan tempat untuk berolahraga yang menjadi tanggung jawab sektor lain. Selain itu, perlu kesadaran warga masyarakat untuk menjalankan pola hidup dan pola makan sehat.