Timbunan Limbah Medis Selama Pandemi Semakin Melebihi Kapasitas
Pandemi kian meningkatkan beban limbah medis di Indonesia. Di sisi lain, infrastruktur limbah infeksius yang tergolong limbah bahan berbahaya dan beracun ini masih kurang dan belum terdistribusi dengan baik.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bertambahnya jumlah pasien Covid-19 di Indonesia setiap hari turut meningkatkan timbunan limbah medis di setiap fasilitas layanan kesehatan. Pemerintah perlu segera menekan jumlah timbunan limbah medis yang melonjak di samping meningkatkan kapasitas pabrik atau sistem pengolahan di sejumlah daerah.
”Pengelolaan limbah medis pada saat sebelum pandemi tidak dapat tertangani dengan baik. Pada masa pandemi, jumlah limbah medis semakin bertambah sehingga terjadi gap antara jumlah timbunan limbah dan kapasitas atau kemampuan untuk mengolah,” ujar Kepala Seksi Pengamanan Limbah Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lora Agustina dalam diskusi daring, Kamis (10/12/2020).
Profil Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2017 tentang pengelolaan limbah medis di Asia Tenggara mencatat, timbunan limbah medis di Indonesia saat itu mencapai 0,68 kilogram per pasien per hari. Sementara informasi dari 536 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang mengirimkan data limbah Covid-19 ke Kemenkes, rata-rata timbunan limbah Covid-19 sebesar 1,7 kilogram per pasien per hari. Mengacu data tersebut, ini berarti terdapat peningkatan limbah medis sebesar 1,02 kilogram per pasien per hari.
Lora mengemukakan, pengelolaan limbah Covid-19 di setiap fasyankes tidak jauh berbeda dengan limbah medis non-Covid-19. Limbah medis tersebut tetap dikelola dengan sejumlah tahapan, mulai dari pemilahan, penyimpanan, pengangkutan, hingga pengolahan akhir.
”Untuk pemilahan dan pewadahan limbah medis itu dipisah sesuai dengan jenisnya dari limbah radioaktif, sangat infeksius, patologis, anatomi, sitotoksis, dan limbah kimia. Selanjutnya, setelah disimpan itu limbah medis perlu diolah dengan metode insinerasi, sterilisasi, disinfeksi, enkapsulasi, dan solidifikasi,” tuturnya.
Lora menjelaskan, pengelolaan limbah medis, khususnya Covid-19, harus memenuhi prinsip pencegahan dan kedekatan. Prinsip pencegahan dilakukan untuk perlindungan kesehatan dan keselamatan melalui upaya kewaspadaan pengelolaan limbah untuk menekan risiko pengelolaan limbah. Sedangkan prinsip kedekatan harus mempertimbangkan jarak antara penghasil dan pengolah limbah untuk meminimalkan risiko pada pengangkutan.
Dalam menangani limbah semasa pandemi, Indonesia mendapat dukungan teknis dari WHO untuk meningkatkan kapasitas petugas pengolahan limbah. WHO dan Program Pembangunan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memberikan dukungan penyediaan pengolah limbah medis.
Bantuan berupa autoclave dari WHO dan PBB diberikan di empat rumah sakit umum pusat (RSUP), yakni RSUP Dr M Djamil (Padang), RSUP Dr Sardjito (Yogyakarta), RSUP dr Soeradji Tirtonegoro (Klaten), dan RSUP Sanglah (Denpasar). Selain itu, empat insinerator juga diberikan kepada empat Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Banjarbaru.
Komisaris Utama PT Jasa Medivest Candra Nugraha mengatakan, selama pandemi atau sejak Maret hingga Oktober 2020, timbunan limbah medis Covid-19 yang diolah Jasa Medivest juga mengalami peningkatan. Pada Maret, tercatat timbunan limbah medis Covid-19 kurang dari 10.000 kilogram dan meningkar menjadi lebih dari 90.000 kilogram pada Oktober.
Kapasitas rendah
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Lembaga Kajian Lingkungan Hidup Indonesia (ICEL) Fajri Fadhillah menyampaikan, pengolahan limbah medis di Indonesia sebelum adanya pandemi Covid-19 sudah bermasalah. Hal ini disebabkan rendahnya kapasitas pengolahan limbah medis oleh fasyankes dan jumlah pengolah limbah B3 yang masih minim serta tidak merata di semua daerah.
”Kita sering melihat proyeksi peningkatan pasien Covid-19 akan memuncak dan ini selaras dengan timbunan limbah medisnya. Ini membuat pemerintah perlu memikirkan bagaimana agar timbunan limbah medis yang tiba-tiba melonjak bisa ditekan semaksimal mungkin di samping meningkatkan kapasitas pengolah limbah medis di daerah yang masih minim fasilitas,” tuturnya.
Selain itu, Fajri juga mendorong pemerintah memperketat pengawasan pengelolaan limbah medis sejak dari penyimpanan di area penghasil hingga pengolahan. Diseminasi informasi tentang pengelolaan limbah medis dan limbah rumah tangga pada masa pandemi juga perlu diperluas untuk semakin menekan jumlah limbah yang masuk ke pengolahan.