Dengan pendataan yang baik dan dilaporkan dalam waktu sebenarnya, intervensi yang dilakukan dapat tepat sasaran. Sebaliknya, pendataan yang tidak baik berisiko menyebabkan keterlambatan dalam penanganan Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Data menjadi dasar yang sangat penting dalam upaya pengendalian serta penanganan Covid-19. Dengan pendataan yang baik dan dilaporkan dalam waktu sebenarnya, intervensi yang dilakukan dapat tepat sasaran. Sebaliknya, pendataan yang tidak baik akan berisiko menyebabkan keterlambatan dalam penanganan.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, keterlambatan dalam pelaporan kasus terkait Covid-19 masih ditemukan di beberapa daerah. Hal ini menyebabkan data yang dilaporkan tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
”Pelaporan 3 Desember 2020 yang mencapai lebih dari 8.000 kasus baru itu bisa terjadi karena ada akumulasi data beberapa hari yang dilaporkan dalam satu hari. Contohnya adalah Papua yang sudah sejak 19 November sampai dengan kemarin baru memasukkan data kasus,” katanya di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Karena itu, Wiku mengatakan, integrasi data dari pusat dan provinsi hingga kabupaten/kota akan terus diperbaiki. Hal ini diperlukan agar upaya pengendalian yang dilakukan bisa lebih baik lagi. Namun, ia juga berpendapat, kasus penularan di Indonesia memang cukup tinggi. Hal itu menandakan bahwa tingkat penularan di masyarakat masih tinggi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan batas maksimal dari angka penularan Covid-19 sebesar 5 persen. Namun, di Indonesia, tingkat penularan di masyarakat masih mencapai 14,1 persen.
Pada 4 Desember 2020, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan, terdapat 5.803 kasus baru terkonfirmasi Covid-19 dengan 124 kematian dan 3.625 kasus sembuh. Dengan begitu, total kasus di Indonesia menjadi 563.680 kasus dengan 17.479 kasus kematian dan 466.178 kasus sembuh.
Protokol kesehatan
Wiku menuturkan, protokol kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam upaya pengendalian Covid-19. Promosi kesehatan serta edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan harus terus dilakukan. Masyarakat pun harus paham bahwa penularan Covid-19 masih terjadi dan harus dihindari.
Di lain sisi, pemerintah juga harus terus meningkatkan upaya pengendalian melalui penelusuran kontak secara masif, pemeriksaan kasus, serta penanganan yang optimal. Apabila kasus bisa ditemukan sejak dini, risiko perburukan bisa dicegah.
Angka kematian pun bisa ditekan dan angka kesembuhan bisa ditingkatkan. Karena itu, stigma masyarakat juga perlu dihilangkan agar masyarakat tidak ragu untuk segera memeriksakan diri ketika muncul gejala.
”Kasus yang meningkat berkaitan dengan testing (pengetesan) yang banyak. Namun, jika penularannya sedikit, sebanyak-banyaknya testing dilakukan akan menghasilkan kasus positif yang sedikit. Jadi, pencegahan penularan dengan 3M sangat penting untuk menekan laju penularan,” tutur Wiku.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, perubahan perilaku masyarakat untuk bisa disiplin menjalankan protokol kesehatan merupakan tantangan yang dihadapi dalam pengendalian Covid-19 di wilayah Bogor. Bahkan, masih ada 29 persen masyarakat yang tidak percaya akan penularan Covid-19.
”Edukasi harus terus-menerus disampaikan. Kita tidak mungkin terus menerapkan denda kepada masyarakat karena yang terpenting adalah kesadaran dari dalam diri sendiri untuk menerapkan protokol kesehatan. Situasi saat ini sudah cukup mengkhawatirkan karena sebagian besar rumah sakit di Bogor sudah penuh untuk merawat pasien Covid-19,” katanya.