Beberapa pemerintah kabupaten dan kota memotong anggaran penanganan Covid-19 dari alokasi semula. Pemotongan yang dilakukan pada akhir tahun ini, antara lain, dilakukan karena kasus Covid-19 yang mulai melandai.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·5 menit baca
Beberapa pemerintah kabupaten dan kota memotong anggaran penanganan Covid-19 dari alokasi semula. Pemotongan yang dilakukan pada akhir tahun ini, antara lain, dilakukan karena kasus Covid-19 yang mulai melandai. Pemerintah daerah juga beranggapan alokasi bantuan sosial bisa dikurangi karena sebagian warga sudah menerima bantuan sosial dari pemerintah pusat.
Kabupaten Sampang, Jawa Timur, memotong anggaran realokasi untuk penanganan dampak Covid-19 dari Rp 137 miliar menjadi Rp 100 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanaja Daerah 2020 Perubahan (APBD-P) Kabupaten Sampang. APBD-P disahkan pada 15 Oktober lalu.
Adapun Kabupaten Pamekasan memotong anggaran realokasi dari Rp 99 miliar menjadi Rp 63 miliar pada APBD-P 2020 Kabupaten Pamekasan yang disahkan pada 23 Oktober 2020.
Kepala Bidang Perbendaharaan Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sampang Laili Akmaliyah mengatakan, perubahan pertama pada APBD pada awal tahun ini ada di bantuan tak terduga (BTT) dari Rp 2 miliar menjadi Rp 137 miliar. BTT ini untuk penanganan dampak Covid-19.
Realokasi anggaran ini menyesuaikan instruksi dalam surat keputusan bersama (SKB) dua menteri untuk menyediakan 50 persen anggaran dari belanja modal serta belanja barang dan jasa untuk Covid-19. ”Kami bisa memenuhi 50 persen itu meskipun harus memotong anggaran pembayaran listrik, air, dan telepon untuk tiga bulan terakhir,” kata Laili di Sampang, Senin (23/11/2020).
Mendekati akhir tahun, anggaran yang dialokasikan ke BTT itu tidak akan terealisasi semua sehingga dipangkas sebesar Rp 37 miliar menjadi Rp 100 miliar. Anggaran Rp 37 miliar dikembalikan untuk program kegiatan di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
Menurut Laili, pemangkasan terbesar dilakukan pada anggaran jaring pengaman sosial, yaitu dari realokasi awal sekitar Rp 60 miliar menjadi Rp 47 miliar. Hal ini karena adanya aturan penerima bantuan tidak boleh tumpang tindih sehingga penerima bantuan dari pusat dan provinsi tidak bisa lagi menerima bantuan dari kabupaten. ”Makanya, akhirnya sebagian kami realokasikan kembali, relaksasi. Namun, itu tujuan kami untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) juga,” ujarnya.
Di Kabupaten Pamekasan, pemotongan anggaran penanganan dampak Covid-19 dilakukan karena penularan virus korona jenis baru dinilai sudah melandai. Oleh karena itu, sejumlah kegiatan tidak lagi dilakukan, di antaranya penyekatan pintu-pintu masuk ke Pamekasan dan penyemprotan untuk sterilisasi.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Keuangan Daerah Pamekasan Sahrul Munir mengatakan, realokasi anggaran untuk penanganan dampak Covid-19 di awal tahun menyesuaikan syarat 50 persen dari belanja modal dan belanja langsung. Di APBD-P yang disahkan pada 23 Oktober lalu, anggaran realokasi itu dipotong lagi untuk dikembalikan ke anggaran program kegiatan.
Selain kegiatan pencegahan penularan yang tak lagi dilakukan, pemotongan anggaran Covid-19 termasuk dilakukan untuk sektor penanganan dampak sosialnya. ”Dulu ada pengurangan aktivitas masyarakat karena ada pembatasan, sekarang karena warga sudah beraktivitas kembali, kami kurangi (anggarannya). Misalnya pedagang kaki lima yang dulu tidak berjualan, sekarang sudah berjualan kembali,” katanya.
Menurut Sahrul, penganggaran ini masih bisa ditambah lagi apabila terjadi kenaikan kasus penularan Covid-19 atau dampak luar biasa lain yang membutuhkan penganggaran.
Kabupaten Pamekasan mengalokasikan sekitar Rp 10 miliar untuk penanganan Covid-19 pada awal tahun. Anggaran itu dihitung untuk keperluan delapan bulan, yaitu dari Maret-November. Dari uraian anggaran, tidak terlihat adanya anggaran yang dikhususkan untuk meningkatkan pelacakan dan peningkatan tes PCR.
Marzuki mengatakan, anggaran itu sudah digunakan untuk melengkapi alat pelindung diri (APD), melengkapi rumah observasi yang sekarang menggunakan Islamic Center, dan biaya operasional rumah obesrvasi. Kemudian juga untuk pembelian alat tes cepat dan bahan medis habis pakai, seperti untuk penyemprotan-penyemprotan disinfektan dan kelengkapan fasilitas mencuci tangan. Tak ada anggaran untuk pengadaan dan operasional tes PCR. Sementara untuk penelusuran (tracing), dilakukan dengan mengerahkan petugas pada 21 unit puskesmas.
Sementara di Kabupaten Sampang, anggaran sektor kesehatan pada awal tahun dialokasikan untuk penanganan Covid-19 sekitar Rp 18 miliar. Jumlah ini terdiri dari anggaran refocusing yang alokasinya sekitar Rp 14 miliar dan anggaran dari bantuan tak terduga (BTT) untuk mendukung kegiatan-kegiatan lanjutan sekitar Rp 4 miliar.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang Agus Mulyadi mengatakan, dari jumlah ini, serapan mencapai sekitar 70 persen yang sebagian besar digunakan perlindungan tenaga medis serta menyiapkan alat-alat sehubungan dengan karantina dan isolasi, APD, masker, pengadaan rapid test, dan penunjang PCR. ”Kami dapat bantuan alat PCR, penunjangnya diarahkan dengan BTT,” katanya.
Realisasi rendah
Kendati sudah dilakukan pemotongan, realisasi anggaran penanganan dampak Covid-19 untuk Kabupaten Pamekasan dan Sampang relatif rendah, yaitu masih di bawah 60 persen pada pertengahan November. Padahal, tahun anggaran hanya tersisa sekitar lima pekan.
Untuk Kabupaten Pamekasan, realisasi terendah terdapat pada sektor penanganan dampak ekonomi, yaitu dari Rp 29,4 miliar baru terealisasi Rp 2,7 miliar atau sekitar 9,23 persen pada 15 November 2020. Realisasi tertinggi terdapat pada sektor penanganan dampak sosial, yaitu anggaran jaring pengaman sosial sebesar Rp 19,2 miliar atau sekitar 40,99 persen dari Rp 47 miliar. Dari sektor kesehatan, realisasi mencapai 32,19 persen atau Rp 21,6 miliar dari Rp 67,2 miliar.
Adapun di Kabupaten Sampang, realisasi pada 16 November 2020 untuk bidang kesehatan sebesar 51,5 persen dari Rp 47,65 miliar dan untuk penanganan bidang sosial sebesar 40,2 persen dari Rp 22,8 miliar.
Menurut Laili, masih rendahnya realisasi anggarapan penanganan dampak Covid-19 di Sampang disebabkan beberapa faktor, yaitu proses pencairan yang masih dilengkapi kendati barang dan jasa sudah terealisasi serta pendataan penerima bantuan sosial yang masih berlangsung untuk menghindari bantuan yang tumpang tindih. (ILO/BKY/NIA/DVD)