Pendaftaran Digital Perlu Dikembangkan bagi Peserta BPJS Kesehatan
Perbaikan pelayanan BPJS Kesehatan perlu terus dilakukan. Salah satunya terkait layanan digital untuk proses pendaftaran di fasilitas kesehatan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun indeks kepuasan terhadap layanan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat atau JKN-KIS meningkat, masih ada hal yang perlu dibenahi. Hal ini, antara lain, mencakup peningkatan layanan untuk peserta JKN-KIS ketika berobat di rumah sakit.
Karyawan di salah satu lembaga pelatihan di Jakarta Selatan, Asih Anggraini (25), pada Agustus lalu berobat ke dokter kandungan untuk memeriksakan endometriosis. Untuk itu, dia mengurus surat rujukan di Puskesmas Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Puskesmas merujuk Asih ke Rumah Sakit Umum Daerah Mampang Prapatan.
Sehari setelah mengurus surat rujukan, dia langsung ke RSUD Mampang Prapatan untuk mendaftar sebagai pasien. Salah satu hal yang menjadi sorotannya adalah kerumunan di lokasi pendaftaran. Dia bertanya kepada petugas terkait pendaftaran secara daring.
”Aku, kan, punya Mobile JKN. Aku tanya ke petugasnya, apa enggak bisa mendaftar lewat aplikasi itu atau aplikasi lain yang disediakan rumah sakit untuk menghindari kerumunan. Tetapi, kata petugasnya, enggak bisa. Kalau pendaftaran bisa secara daring, membantu banget. Di saat Covid-19 begini, kita
enggak perlu antre langsung, cukup lewat daring saja,” katanya, Kamis (3/12/2020).
Di Sijunjung, Sumatera Barat, Febri Nanda (30) merasakan perbedaan pelayanan antara pasien umum dan pasien JKN-KIS. Pada April lalu, istrinya melahirkan di salah satu rumah sakit swasta di sana. Sebelum melahirkan, istrinya lima kali berkonsultasi ke dokter kandungan. Dua kali konsultasi dilakukan dengan status sebagai pasien umum dan tiga kali sebagai pasien JKN-KIS.
Ketika berobat dengan status pasien umum, nomor antrean bisa dipesan melalui telepon. Namun, dengan status pasien JKN-KIS, pendaftaran harus langsung ke rumah sakit. Febri menyayangkan perbedaan ini.
”Selain itu, JKN-KIS juga tidak menanggung kalau kami mau obat yang bagus. Obat yang bagus itu harus kami harus beli sendiri di apotek,” ujarnya.
Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaefuddin dalam diskusi daring, Kamis (3/12/2020) siang, menjelaskan, BPJS memang tak menanggung obat yang berasal dari keinginan pasien. Akan tetapi, selama obat tersebut merupakan rekomendasi dokter, BPJS tetap membayarnya meski obat itu tak termasuk dalam formularium nasional.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, yang juga hadir dalam diskusi, menyatakan, titik krusial pelayanan BPJS Kesehatan berada pada fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan dari fasilitas kesehatan selaku mitra BPJS Kesehatan untuk memberikan layanan terbaik.
Dalam konteks pelayanan publik dan hak-hak konsumen, Tulus menyoroti layanan BPJS Kesehatan dalam empat perspektif. Pertama, pengetahuan terkait JKN-KIS. Belum semua orang memahami bahwa filosofi JKN-KIS adalah gotong royong.
”Masih ada yang berpikir, saya enggak sakit, kok, disuruh bayar. Soal ini menjadi salah satu pekerjaan rumah kita untuk membuat masyarakat mengerti gambaran besar JKN-KIS,” katanya.
Dari sisi infrastruktur, fasilitas kesehatan yang menjadi mitra BPJS harus meningkatkan layanan digital. Layanan digital harus menjadi panglima. ”Contohnya, displai jumlah kamar dan tempat tidur secara digital di fasilitas kesehatan. Ini menjadi transparan dan masyarakat jadi tahu keadaan sebenarnya,” ujarnya.
Tulus melanjutkan, layanan di fasilitas kesehatan juga dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya manusia. Dokter spesialis, misalnya, masih belum merata. Ini membuat pasien di daerah yang butuh dokter spesialis kadang kala harus berobat ke luar kota.
”Terakhir, terkait proses bisnis. Untuk mewujudkan pelayanan maksimal, BPJS Kesehatan tak bisa sendiri. Para mitra harus saling mendukung agar pelayanan maksimal bisa terwujud,” katanya.
Kepuasan meningkat
Pada kesempatan itu, Arief menyampaikan tren kenaikan indeks kepuasan peserta JKN-KIS. Indeks kepuasan peserta naik dari 81 persen pada tahun 2016 menjadi 89,7 persen tahun 2019.
Indeks kepuasan peserta di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) juga meningkat dari 86,9 persen pada tahun 2018 menjadi 93,2 persen tahun 2019.
Adapun di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) terjadi peningkatan dari 86,8 persen pada tahun 2018 menjadi 90,4 persen tahun 2019. Survei dilakukan oleh pihak ketiga dengan menyasar 5.094 responden.
Selama pandemi Covid-19, lanjut Arief, pemanfaatan layanan administratif, permintaan informasi, dan pengaduan melalui kanal digital pun naik. Peserta JKN-KIS mulai lebih banyak menggunakan layanan digital, seperti aplikasi Mobile JKN, BPJS Kesehatan Care Center 1500-400, Chat Assistant JKN (Chika), Voice Interactive JKN (Vika), dan Pelayanan Administrasi melalui Whatsapp (Pandawa).