Sekjen PBNU : Jangan Sampai ”Semua Bakal Covid-19 pada Waktunya”
Sekjen PBNU Helmy F Zaini baru saja dinyatakan negatif setelah menderita Covid-19 selama 17 hari lamanya. Merasakan betapa seriusnya dampak Covid-19, ia berharap pemerintah lebih tegas menegakkan protokol kesehatan.
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini baru saja dinyatakan negatif setelah menderita Covid-19 selama 17 hari. Merasakan betapa seriusnya dampak Covid-19, ia berharap pemerintah lebih tegas menegakkan protokol kesehatan.
Baru Senin (30/11/2020) Helmy mendapatkan hasil tes PCR-nya yang menyatakan negatif Covid-19 setelah dirawat lebih dari sepekan di rumah sakit menyusul hasil tes swab positif pada 13 November lalu.
Helmy menjadi salah satu jajaran figur publik dan kepala daerah yang telah terpapar Covid-19 beberapa waktu terakhir. Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, Gubernur Riau Syamsuar, Wali Kota Depok Idris Abdul Somad, Wali Kota Malang Sutiaji, dan Ketua PBNU Said Aqil Siroj dalam sepekan terakhir telah mengumumkan diri positif Covid-19.
Helmy menilai, kondisi pandemi saat ini sudah parah, seperti yang tecermin pada rekor kasus positif menembus angka 6.200 pada Minggu akhir pekan lalu. Menurut dia, hal ini akibat kontrol pemerintah yang tidak ketat.
Sejumlah acara massal yang melanggar protokol kesehatan, menurut Helmy, juga berkontribusi pada terus naiknya penyebaran Covid-19. Ini juga yang mendasari mengapa PBNU meminta pemilihan kepala daerah ditunda.
”Ini kalau penanganan yang kendur ini terus terjadi, ya semua Covid-19 pada waktunya. Ini tidak boleh terjadi,” kata Helmy saat dihubungi Kompas pada Selasa (1/12/2020) petang.
Ia pertama kali mendapat diagnosis positif Covid-19 setelah mengikuti tes swab PCR sebagai syarat sebagai pendamping istrinya, Santi Anisa, yang akan memulai proses persalinan untuk putri ketiga mereka pada 12 November lalu.
Ketika hasil tes keluar keesokan harinya, hanya Helmy di antara empat orang yang akan mendampingi Santi, yang hasil tesnya keluar positif. Ia pun rawat inap di sebuah rumah sakit di Menteng, Jakarta Pusat.
Ketika saya masih sakit, saya merasakan bahwa saya perlu teman. Jadi, podcast yang saya buat ini tujuannya untuk bisa merasakan penderitaan teman-teman lain.
Selama tujuh hari pertama, pada dasarnya ia tidak merasakan gejala apa pun sehingga Helmy meminta untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Namun, pada malam kedua di rumah, ia mulai merasa demam tinggi dan tidak bisa merasakan makanan.
Dari situ ia meminta untuk dirawat kembali di rumah sakit. Mulai saat itu, gejala-gejala Covid-19 mulai dirasakan Helmy, dari tidak bisa makan, mual, susah tidur, hingga badan linu. Ia juga merasakan kesulitan untuk duduk dan juga berdiri sehingga hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Kini ia sudah dinyatakan negatif dan boleh pulang. Meskipun demikian, ia tetap harus melakukan isolasi mandiri selama tujuh hari sebelum bisa beraktivitas biasa. Dampaknya, hingga kini ia belum bisa bertemu langsung dengan putri ketiganya yang baru saja lahir.
”Ya sampai sekarang belum ketemu. Saya isolasi mandiri di lantai dua sehingga saya dadah-dadah saja dari lantai dua,” kata Helmy.
Dinyatakan negatif tidak serta-merta kesembuhan total bagi Helmy. Kini, ia masih merasakan tubuhnya belum benar-benar kembali seperti semula. ”Masih semlenget, agak pusing. Belum beraktivitas lama-lama, untuk berdiri saja belum bisa terlalu lama,” kata Helmy.
Karakteristik Covid-19 yang masih berdampak bagi mereka yang bahkan sudah dinyatakan negatif mulai banyak tercatat. Fenomena ini disebut long Covid atau Covid yang panjang.
Mereka yang menderita long Covid merasakan kelelahan yang berlebih, nyeri persendian yang berkepanjangan, hingga kesulitan bernapas hingga berbulan-bulan setelah dinyatakan negatif.
Bahkan, pada Selasa (1/12/2020), peneliti di University of Sheffield dan University of Oxford Inggris menemukan bahwa Covid-19 memiliki dampak jangka panjang yang tidak terlihat sebelumnya, yakni kerusakan paru-paru.
Karakteristik Covid-19 yang masih berdampak bagi mereka yang bahkan sudah dinyatakan negatif mulai banyak tercatat. Fenomena ini disebut long Covid atau Covid yang panjang.
Melalui metode pemindaian MRI yang disebut hyperpolarised xenon MRI tersebut, Profesor Jim Wild dan Profesor Fergus Gleeson menemukan bahwa ada pengurangan fungsi penyerapan oksigen di paru-paru penyintas Covid-19.
”Dengan ini, kita mungkin mendapatkan informasi mengapa sejumlah pasien tetap memiliki sejumlah gejala meskipun tes telah menunjukkan hasil yang normal,” kata Gleeson.
”Podcast” penyintas Covid-19
Pengalaman yang menyiksa ini menggerakkannya untuk membuat sebuah rekaman audio atau podcast pendek berisi testimoni dan motivasi untuk pasien Covid-19.
Dalam video yang ia unggah di kanal Youtube dan disebarkan melalui Whatsapp tersebut, Helmy menceritakan bagaimana pengalamannya menderita Covid-19.
Di situ ia menceritakan bagaimana ia merasa gelisah dan cemas hingga tidak memiliki nafsu makan karena kehilangan fungsi indera penciuman. Harapannya, pasien Covid-19 yang mendengar podcast ini bisa merasa lebih tenang dan merasa dimengerti.
”Ketika saya masih sakit, saya merasakan bahwa saya perlu teman. Jadi, podcast yang saya buat ini tujuannya untuk bisa merasakan penderitaan teman-teman lain,” kata Helmy.
Helmy juga meminta masyarakat untuk tidak menggelar kegiatan yang mengonsentrasikan massa dalam jumlah besar dan menggunakan konferensi video sebisa mungkin.
”PBNU sudah membatalkan kegiatan yang mengumpulkan massa. Kalaupun perlu pertemuan, ya 10-20 orang pakai Zoom. Jadi, kalau ada pemimpin-pemimpin yang ngeyel, menurut saya, ini tidak menunjukkan kelas kepemimpinannya,” kata Helmy.