Ketimpangan Akses dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional
Ketimpangan akses layanan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat masih terjadi antardaerah. Padahal, program itu menjadi wujud pemenuhan hak atas kesehatan bagi semua warga.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebergantungan masyarakat terhadap layanan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional cukup tinggi. Namun, ketimpangan akses dan mutu layanan antardaerah masih terjadi. Padahal, program itu menjadi wujud pemenuhan hak atas kesehatan bagi setiap warga.
Potret ketimpangan layanan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) terlihat dari hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Litbang Kompas terkait pandangan masyarakat terhadap hak atas kesehatan dalam sistem JKN. Survei ini dilakukan pada pekan keempat Juli 2020 sampai pekan kedua Agustus 2020 kepada 1.200 responden.
Dalam survei itu, 72,4 persen responden menyatakan mudah mencapai fasilitas kesehatan yang menerima jaminan dari program JKN. Namun, ada 19,8 persen responden mengaku kesulitan mencapai fasilitas kesehatan. Tingkat kesulitan ini semakin tinggi pada wilayah Indonesia bagian timur.
Selain itu, ketersediaan tenaga kesehatan tidak selalu ada bagi responden yang berada di Indonesia bagian tengah dan timur. Bahkan, pada wilayah Indonesia bagian timur lebih banyak yang menyatakan ketersediaan tenaga kesehatan, baik dokter, perawat, maupun bidan, tidak menentu, yakni 43,8 persen. Sementara responden di wilayah Indonesia bagian timur yang menyatakan selalu ada tenaga kesehatan hanya 31,3 persen.
”Ketersediaan dan kualitas obat serta peralatan kesehatan bagi peserta JKN menjadi persoalan sehingga harus terus ditingkatkan. Ketersediaan tenaga kesehatan juga amat tidak memadai di Indonesia tengah dan timur. Hal ini menunjukkan ada disparitas hak warga dalam mendapat layanan kesehatan, sementara kewajiban pembayaran iuran sama besar,” tutur Koordinator Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mimin Dwi Hartono, di Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Survei ini juga memperlihatkan perbedaan beban pungutan dalam pelayanan kesehatan. Setidaknya 34,4 persen responden di wilayah Indonesia timur terkena pungutan biaya ketika mengakses layanan JKN-KIS. Selain itu, 55,8 persen dari seluruh responden menyatakan fasilitas kesehatan yang bermitra dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih terbatas. Prosedur pendaftaran dan pembayaran iuran pun berbelit-belit.
Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Mardiati Nadjib, mengatakan, prinsip asuransi sosial yang dijalankan dalam program JKN-KIS dimaksudkan agar layanan kesehatan bisa diberikan secara adil oleh seluruh masyarakat. Artinya, setiap warga harus bisa mendapatkan layanan yang sama. Meski jumlah penduduk di Indonesia bagian timur lebih kecil, mereka tetap berhak mendapat kemudahan dalam menjangkau akses layanan kesehatan dan merasakan layanan berkualitas.
”Disparitas yang terjadi di Indonesia membuat intervensi yang dilakukan juga tidak bisa seragam. Bagi masyarakat di Indonesia timur, misalnya, meskipun biaya layanan kesehatan ditanggung BPJS Kesehatan, aksesnya sangat sulit. Masyarakat harus menyeberang sungai atau terbang menggunakan helikopter untuk menjangkau fasilitas kesehatan. Biaya ini yang sangat besar,” katanya.
Lebih progresif
Karena itu, pemenuhan akses layanan kesehatan yang merata bagi seluruh bangsa Indonesia memerlukan komitmen bersama dari semua pemangku kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, swasta, dan lembaga lainnya perlu bekerja lebih progresif untuk menghadirkan layanan yang berkualitas dan mudah diakses.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Asih Eka Putri, menuturkan, kebijakan jaminan kesehatan nasional diatur dalam undang-undang terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional serta Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan itu, prinsip jaminan kesehatan yang dijalankan yakni asuransi sosial yang mengedepankan asas gotong royong.
Dengan demikian, layanan kesehatan yang diterima masyarakat tidak semata-mata hanya mendapat haknya saja, tetapi juga harus bersama-sama menanggung jaminan yang diberikan. Masyarakat yang mampu turut membantu masyarakat yang tidak mampu. Pemerintah pun bertanggung jawab menanggung biaya layanan bagi masyarakat yang tidak mampu. Masyarakat pun juga berperan untuk rutin membayar iuran secara rutin.
Disparitas yang terjadi di Indonesia membuat intervensi yang dilakukan juga tidak bisa seragam.
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, mengatakan, program JKN menjadi salah satu bentuk tanggung jawab negara untuk memenuhi hak atas kesehatan bagi setiap warga negara. Berbagai layanan memang belum terpenuhi secara maksimal sehingga perlu pembenahan secara konstruktif.
”Negara ini sudah serius memenuhi hak kesehatan bagi semua penduduk karena saat ini kita sudah punya undang-undang terkait. Namun, masih perlu langkah penyempurnaan dan perbaikan. Disparitas yang cukup tinggi menjadi fokus yang butuh perhatian lebih,” tuturnya.