Pemerintah telah membayarkan uang muka untuk pengadaan vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac, China, sebesar Rp 507 miliar dari total Rp 633,846 miliar.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah membayarkan uang muka untuk pengadaan vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac, China, sebesar Rp 507 miliar dari total Rp 633,846 miliar. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, harga satuan dari vaksin tersebut diperkirakan sebesar Rp 211.282.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (17/11/2020).
”Dari hasil kajian antara Kementerian Kesehatan dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harga satuan vaksin sebesar Rp 211.262. Ini untuk vaksin program untuk tiga juta vaksin pertama,” tuturnya.
Terawan mengatakan, sampai saat ini belum ada vaksin yang siap dan tersedia untuk diberikan ke masyarakat. Pengadaan vaksin yang bisa dipastikan adalah calon vaksin Sinovac yang sedang diuji coba bersama PT Bio Farma di Bandung. Sementara calon vaksin lain masih menunggu publikasi resmi dari hasil uji klinis yang dilakukan.
Menurut dia, pengadaan vaksin Covid-19 harus dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Aspek mutu, keamanan, serta efikasi dari vaksin harus dibuktikan untuk menjadi keamanan dan keselamatan masyarakat. Selain itu, pemilihan vaksin juga perlu mempertimbangkan aspek logistik yang dibutuhkan. Sebagai negara kepulauan, proses distribusi vaksin menjadi fokus yang perlu diperhatikan. Ini terutama terkait dengan rantai dingin dalam distribusi vaksin.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19, pelaksanaan penetapan jenis dan jumlah vaksin akan dilakukan oleh Menteri Kesehatan. Sementara persetujuan untuk penggunaan vaksin dalam masa darurat atau emergency use authorization akan ditetapkan oleh Badan POM.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menuturkan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengalokasikan anggaran khusus untuk vaksinasi. Adapun total kebutuhan anggaran untuk vaksinasi di tahun 2020 sebesar Rp 36.681.310.000. Sementara kebutuhan vaksinasi pada tahun anggaran 2021 sebesar Rp 1.328.291.054.000.
”Penggunaan vaksin akan dilakukan setelah ada izin emergency use authorization dari Badan POM. Vaksin yang digunakan juga harus sesuai dengan karakterisitk wilayah Indonesia dan sesuai dengan sarana pendukung lainnya seperti cold chain (rantai dingin),” katanya.
Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional KPC PEN Budi Gunadi Sadikin menuturkan, pemerintah juga berupaya untuk melakukan pendekatan dengan pihak dari negara lain yang juga sedang mengembangkan calon vaksin Covid-19. Setidaknya pemerintah sudah melakukan pendekatan pada tujuh pihak pengembang yang tersebar di seluruh dunia. Dari tujuh pihak tersebut, ada tiga pengembang yang sudah mencapai uji klinik tahap ketiga.
Selain itu, mekanisme lain yang juga dilakukan adalah melalui Covax Facility, yakni mekanisme pengadaan dan pengembangan vaksin global dari WHO-Gavi-Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Pandemi (CEPI). Dari mekanisme ini, Indonesia setidaknya bisa mendapatkan vaksin untuk sekitar 10 persen dari total penduduk. Dari mekanisme Covax Facility ini ada sembilan calon vaksin yang sudah masuk, antara lain calon vaksin dari Inovio, Moderna, CureVac, Novavax, dan Clover Biopharmaceuticals.