Kerumunan Picu Lonjakan Kasus, Pertegas Sanksi bagi Pelanggar
Kerumunan massa dalam jumlah besar merupakan sumber utama penularan pandemi Covid-19. Pelanggaran tentang hal ini harus mendapat sanksi tegas.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerumunan massa dalam jumlah besar merupakan sumber utama penularan pandemi Covid-19 dan pelanggaran tentang hal ini harus mendapat sanksi tegas. Lonjakan kasus harian yang kembali terjadi belakangan ini diduga berkaitan dengan pengabaian protokol kesehatan.
”Penegakan protokol kesehatan di masyarakat harus dilakukan dengan sanksi tegas, tanpa kecuali. Apalagi, jika ada kerumunan sampai ribuan orang, itu bisa menjadi sumber megakluster penularan dan bakal membuat pandemi berlarut-larut,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, Senin (16/11/2020).
Menurut Dicky, sudah banyak bukti bahwa kerumunan massa dalam jumlah besar dengan alasan apa pun, termasuk kegiatan wisata, konsolidasi politik untuk pemilihan kepala daerah, dan keagamaan, menjadi sumber penularan. Kluster terkait kegiatan keagamaan juga telah banyak ditemukan di negara lain, misalnya terbukti di Korea Selatan, terbentuknya megakluster akibat pengumpulan massa oleh salah satu pemimpin agama pada Februari 2020.
Pemimpin agamanya yang dianggap mengabaikan keselamatan publik kemudian dihukum. Harus ada efek jera. (Dicky Budiman)
”Saat itu, setelah pengumpulan massa yang mencapai ratusan ribu orang muncul ledakan kasus baru sampai 5.000 orang dalam dua minggu. Itu menjadi sumber penularan terbesar di Korea Selatan. Pemimpin agamanya yang dianggap mengabaikan keselamatan publik kemudian dihukum. Harus ada efek jera,” katanya.
Meski demikian, epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, undang-undang di Indonesia tidak mengatur dengan jelas soal pemberian sanksi terhadap protokol kesehatan ini. Misalnya, sanksi yang diterapkan terhadap pemimpin Front Pembela Islam, Rizieq Shihab, yang dianggap melanggar larangan kerumunan di Jakarta dan Jawa Barat juga berbeda.
Untuk mencegah ledakan kasus, menurut Dicky, orang-orang yang turut dalam kerumunan massa harus diobservasi dan diperiksa. ”Jangan sampai terjadi ledakan kasus di komunitas yang semakin tak terkendali,” katanya.
Menurut Dicky, pengumpulan jemaah di Gowa, Sulawesi Selatan, pada Maret 2020 juga diduga menjadi penularan wabah hingga lebih dari 1.000 kasus baru di 22 provinsi. ”Ini terjadi dengan jemaah gereja di Lembang, yang memicu penularan ke banyak daerah. Setelah kasus-kasus awal, sebenarnya sudah relatif membaik. Belakangan muncul lagi dengan kerumunan massa dalam jumlah besar dengan alasan kegiatan keagamaan,” katanya.
Dicky mengatakan, karena risiko penularan yang sangat tinggi akibat kerumunan, sejumlah negara menerapkan aturan yang ketat dan sanksi tegas terkait hal ini. Misalnya, di Australia, pelanggar larangan berkerumun bisa mendapat sanksi 5.000 dollar Australia per orang. Jika kembali melanggar, sanksi ditambah lagi. ”Jadi, sanksinya per individu. Kalau yang melanggar 20.000 orang, ya harus bayar semua per orang yang datang, bukan hanya penyelenggara,” tuturnya.
Mengkhawatirkan
Dicky menyebutkan, situasi Covid-19 di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan, tetapi upaya untuk menekan penularan tidak ada kemajuan signifikan. Masyarakat juga semakin abai karena tidak mendapatkan gambaran sesungguhnya kasus Covid-19 di Indonesia, selain tidak adanya keteladanan dan ketegasan penegakan protokol kesehatan.
”Jumlah tes yang masih kecil menyebabkan seolah-olah kasusnya masih kecil. Dari pemodelan epidemiologi, sejak Juli 2020, penambahan kasus harian di Indonesia sudah 10.000 hingga 70.000. Dari pemodelan saat ini harusnya jumlah kasus harian rata-rata sudah tiga kali lipat kasus yang ditemukan,” ungkapnya.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, terjadi penambahan kasus Covid-19 pada Senin sebanyak 3.535 kasus sehingga total menjadi 470.648 kasus. Sementara korban jiwa bertambah 85 orang sehingga total menjadi 15.296 orang.
Penambahan kasus ini diperoleh dari pemeriksaan 27.570 orang sehingga rasio positif sebesar 12,9 persen. Pada 13 November lalu, penambahan kasus harian mencapai rekor tertinggi dengan 5.444 kasus saat pemeriksaan dilakukan terhadap 37.892 orang atau rasio positif 14,3 persen. Ini menunjukkan bahwa penambahan kasus seiring dengan peningkatan jumlah tes.