Gerakan Filantropi Dapat Mengatasi Ketimpangan Kesehatan Antardaerah
Gerakan filantropi atau kedermawanan dapat dikerahkan dan difokuskan pada sejumlah pekerjaan rumah kesehatan di Indonesia. Penyakit permasalahan kesehatan itu menyebabkan kesenjangan kondisi antardaerah.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerakan filantropi atau kedermawanan besar di bidang kesehatan yang saat ini telah banyak dilakukan dapat fokus mengatasi permasalahan kesehatan ibu dan anak maupun penyakit tuberkulosis, malaria, demam berdarah dengue, serta penyakit tidak menular lainnya. Langkah ini diharapkan dapat mengatasi ketimpangan kesehatan antardaerah.
Menteri Kesehatan RI 2012-2014 Nafsiah Mboi dalam webinar bertajuk ”Menggali Potensi Filantropi untuk Andil Indonesia Sehat”, Kamis (12/11/2020), mengemukakan, filantropi dapat membantu pelatihan kader atau sukarelawan kesehatan di tengah banyaknya posyandu yang sudah tidak beroperasi di sejumlah daerah karena masalah anggaran.
”Dari pengalaman menghadapi penyakit karena kemiskinan dan pendidikan rendah di NTT, upaya paling efektif dan efisien yang dapat dilakukan adalah mendukung masyarakat dalam pencegahan, promosi hidup sehat, dan deteksi dini penyakit. Hal ini dapat membuat masyarakat dapat bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri,” ujarnya.
Menurut Nafsiah, gerakan filantropi sebagai upaya pencegahan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dalam layanan kesehatan primer. Sebab, ia memandang selama ini upaya pencegahan penyakit tidak pernah diiringi dengan peningkatan tenaga sanitarian, juru imunisasi, fisioterapis, ahli gizi, ataupun perawat lansia. Padahal, SDM di bidang tersebut sangat penting dalam upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit.
”Peningkatan SDM layanan kesehatan primer dapat dilakukan dengan pemberian beasiswa dan membantu peningkatan mutu sekolah menengah kejuruan, terutama jurusan kesehatan. Sekarang SMK kesehatan hanya membuka jurusan keperawatan dan kebidanan. Padahal, kita butuh juru terapi, fisioterapis, dan lainnya untuk melayani masyarakat,” tuturnya.
Selain itu, filantropi juga dapat dilakukan dengan mendukung kajian atau penelitian, terutama untuk peningkatan program dan mutu kegiatan di daerah-daerah tertinggal. Inovasi dibutuhkan sehingga penyakit menular dan tidak menular bisa dicegah serta ada kesiapsiagaan masyarakat, khususnya di daerah tertinggal, dalam menghadapi wabah.
Peneliti utama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Jodi Visnu, menjelaskan, dalam mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, filantropi diharapkan dapat memberikan dampak pada pelayanan kesehatan untuk meringankan pembiayaan tidak langsung.
Pelayanan kesehatan masyarakat kerap membutuhkan pembiayaan langsung dan tidak langsung. Pembiayaan langsung ini mencakup pelayanan medis untuk kebutuhan dasar kesehatan, sementara pembiayaan tidak langsung contohnya mulai dari transportasi, biaya penunggu keluarga, hingga rumah singgah pasien.
Berbeda dengan pelayanan medis, pembiayaan tak langsung tersebut tidak ditanggung oleh program Jaminan Kesehatan Nasional. Menurut Jodi, pembiayaan untuk keperluan tersebut yang menjadi fokus dari skema filantropi.
”Dari pemetaan yang kami lakukan, pelaku filantropi terbagi menjadi dua, yakni individu dan institusi. Akan tetapi, dalam penelitian, kami sangat sulit melacak siapa saja pelaku filantropi individu sehingga kami hanya fokus pada penelitian pada filantropi institusi,” ujarnya.
Jodi menjelaskan, hasil riset terkait lanskap filantropi kesehatan Indonesia menunjukkan terdapat 117 institusi yang menjadi pelaku filantropi kesehatan. Dari jumlah tersebut, 41 institusi merupakan korporasi dan 76 institusi lain merupakan nonkorporasi, seperti lembaga berbasis keluarga dan agama serta lembaga independen.
Institusi pelaku filantropi kesehatan tersebut tersebar di sejumlah lokasi, antara lain di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka melakukan sejumlah aktivitas promotif, preventif, dan kuratif di bidang kesehatan dengan fokus program peningkatan gizi, kesehatan lingkungan, infrastruktur kesehatan, serta penanganan penyakit dan bencana.