Generasi Milenial: Pahlawan Itu Orang yang Tak Lelah Berjuang di Tengah Covid-19
Simpati kepada tenaga kesehatan mengalir dari berbagai pihak, termasuk kaum milenial. Mereka berpendapat, peran tenaga kesehatan urgen dalam mengendalikan virus korona jenis baru.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
Siapakah pahlawan bagi para generasi milenial? Di tengah pandemi Covid-19, tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam menangani penularan virus korona jenis baru. Tenaga kesehatan disebut sebagai pahlawan zaman sekarang. Di sisi lain, orang-orang yang bekerja keras menghidupi diri dan keluarga pun bisa disebut pahlawan.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta, Nur Hafizah (21), Selasa (10/11/2020), berpendapat, tenaga kesehatan merupakan pahlawan kemanusiaan. Di saat orang lain bekerja dari rumah, tenaga kesehatan justru bekerja di pusat pengendalian wabah. Mereka jauh dari keluarga dan rela bertaruh nyawa agar pasien selamat. Dengan risiko bersentuhan dengan pasien Covid-19, ratusan tenaga kesehatan gugur karena sampar ini.
Di sisi lain, dia melanjutkan, tugas tenaga kesehatan tak hanya menangani pasien. Mereka pun memberi penyadaran kepada masyarakat yang tak percaya adanya Covid-19.
”Jadi, yang pantas menyandang gelar pahlawan saat ini adalah tenaga kesehatan. Kita harus mendukung perjuangan mereka dengan selalu mematuhi peraturan dengan memakai masker dan menjaga jarak demi keselamatan bersama,” ujarnya, menambahkan.
Menurut Melani (23), karyawan swasta di Jakarta, ada beberapa kelompok tenaga kesehatan yang bekerja keras selama pandemi. Mereka adalah tenaga kesehatan dan sukarelawan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta. Sejak awal pandemi Covid-19, mereka setia menemani pasien Covid-19 di Jakarta.
Selain itu, petugas surveilans Covid-19 di Puskesmas juga layak disebut pahlawan. ”Mereka ini tiap hari kerjanya testing testing mulu, tetapi kasusnya kagak habis-habis,” ujarnya.
Dia berharap penghargaan terhadap tenaga kesehatan jangan sekadar jargon. Pemerintah harus memberi perlindungan maksimal kepada mereka. Di awal pandemi, tenaga kesehatan bekerja dengan alat perlindungan diri minimal. Akibatnya, sejumlah tenaga kesehatan terinfeksi Covid-19. Bahkan, ada yang sampai meninggal.
”Ini terjadi karena kekeliruan pemerintah dalam komunikasi risiko. Pengetahuan tentang bahaya Covid-19 tak diberi penekanan sejak awal. Di saat bersamaan, penguatan rumah sakit juga telat,” ujarnya.
Mahasiswa Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Fellisitas Yessy (18), menyatakan, peran tenaga kesehatan urgen dalam penanganan pandemi Covid-19. Oleh karena itu, mereka pas disebut pahlawan.
Namun, tidak hanya tenaga kesehatan yang cocok menyandang label pahlawan. ”Menurutku masih ada pahlawan-pahlawan lain yang tak kalah hebatnya dengan tenaga kesehatan di kondisi saat ini, yaitu orang-orang yang bekerja keras untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya di tengah Covid-19,” katanya.
Fellis terlahir dari keluarga kelas menengah atas. Dia dan keluarga tak terlalu merasakan dampak ekonomi selama pandemi Covid-19. Namun, berstatus kelas menengah bukan berarti dia cuek dengan orang lain di sekitar. Dia mendengar dan melihat perjuangan orang-orang untuk bertahan hidup lantaran terimbas Covid-19.
”Mereka mengatasi kesulitan hidup mulai dari berjualan sambil bekerja, mencari pekerjaan sampingan, dan sebagainya. Jadi, menurutku, mereka ini pantas disebut pahlawan, baik untuk dirinya sendiri maupun bagi keluarganya,” katanya, menambahkan.
Menurutku masih ada pahlawan-pahlawan lain yang tak kalah hebatnya dengan tenaga kesehatan di kondisi saat ini, yaitu orang-orang yang bekerja keras untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya di tengah Covid-19.
Hasil jejak pendapat Kompas pada 3-5 November 2020 menyebutkan, lebih dari separuh dari 522 responden memilih tenaga kesehatan sebagai pahlawan saat pandemi. ”pengorbanan” tenaga kesehatan menjadikannya layak disebut pahlawan.
Hingga hari ini, sebanyak 323 tenaga kesehatan di Tanah Air meninggal karena Covid-19. Sebagian besar adalah dokter, yaitu 159 orang, dokter gigi 10 orang, perawat 113 orang, bidan 22 orang, dan para pekerja kesehatan lain, seperti laboran dan sopir ambulans. Kepergian mereka meninggalkan duka mendalam bagi kerabat, rekan sejawat, dan mantan pasien.