Seiring peningkatan kasus Covid-19 yang kembali terjadi di luar negeri, terutama Eropa, Pemerintah Indonesia akan kembali memperketat pengawasan kedatangan. Hal ini untuk mengantisipasi penularan dari luar negeri.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia akan lebih memperketat pemeriksaan keluar masuk orang di wilayah perbatasan seiring dengan peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah kawasan di Eropa. Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk pekerja migran atau warga negara Indonesia yang kembali setelah menjalankan ibadah umrah.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita saat konferensi pers di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin (9/11/2020). Menurut Wiku, kebijakan memperketat keluar masuk orang dilakukan agar tidak ada kasus positif Covid-19 yang sumber penularannya berasal dari luar negeri atau import case.
”Kita harus benar-benar menerapkan karantina dan tes swab (tes usap) dengan baik agar benar-benar tidak ada import case ke Indonesia. Selama kita bisa menjaga ini, bisa saja di tempat lain naik kasusnya, tetapi di Indonesia harusnya tetap terjaga karena kita telah berpengalaman selama delapan bulan bekerja sama,” ujarnya.
Saat ini, beberapa negara di Eropa, seperti Perancis, Italia, Inggris, Spanyol, dan Jerman, kembali mengalami peningkatan kasus Covid-19. Bahkan, negara-negara tersebut memberlakukan kembali kebijakan pembatasan perjalanan, larangan kunjungan, dan penutupan wilayah atau lockdown demi menekan angka penyebaran Covid-19.
Meskipun saat ini terjadi peningkatan kasus Covid-19 yang terjadi di kawasan utara Eropa, menurut Wiku, tren perkembangan kasus Covid-19 secara nasional menunjukkan tanda-tanda relatif terkendali. Tanda relatif terkendalinya Covid-19 ini ditunjukkan dari angka perbandingan kasus aktif di Indonesia yang lebih rendah dengan rata-rata kasus dunia.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, kasus aktif di Indonesia sampai saat ini berada di angka 12,52 persen, sedangkan di dunia mencapai 26,79 persen. Bahkan, Wiku menilai angka kasus aktif di Indonesia ini juga cenderung mengalami penurunan.
Namun, biasanya, kenaikan kasus terjadi berkisar 10 sampai 14 hari setelah libur panjang.
”Pada saat libur panjang memang terjadi penurunan kasus. Ini mungkin terjadi karena pemeriksaan yang menurun. Sekarang, sekitar sembilan hari sejak libur panjang ini ada kenaikan sedikit. Namun, biasanya, kenaikan kasus terjadi berkisar 10 sampai 14 hari setelah libur panjang,” tuturnya.
Guna memantau kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, kata Wiku, pihaknya juga memiliki alat untuk memonitor perilaku yang ada di masyarakat dan telah dioperasikan selama satu bulan. Alat tersebut dapat memantau secara berkala dan mengirimkan hasil laporan kepatuhan protokol kesehatan di masyarakat dalam bentuk visual.
”Saat ini, sudah ada 20 juta orang yang dipantau dari 4,5 juta titik yang dipantau di Indonesia. Dari laporan ini, kepatuhan individu dan institusi yang dinilai, seperti mengenakan masker, relatif sudah dijalankan. Ada sekitar 20 persen yang belum tertib mengenakan masker, begitu juga menjaga jarak dan mencuci tangan,” tuturnya.
Anggaran
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Airlangga Hartarto mengatakan, alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional yang sebagian telah cair akan difokuskan terlebih dahulu di sektor kesehatan dengan pagu Rp 87,55 triliun. Sampai saat ini, serapan anggaran di sektor kesehatan telah mencapai Rp 31,14 triliun.
Selain itu, anggaran juga akan dialokasikan untuk perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun dengan serapan mencapai Rp 176,38 triliun. Kemudian alokasi untuk kementerian, lembaga, dan daerah sebesar Rp 106 triliun, usaha mikro, kecil, dan menengah Rp 123,47 triliun, pembiayaan korporasi Rp 53 triliun, serta insentif usaha Rp 120 triliun.