Ahli Mendalami Rehabilitasi Penyintas Bergejala Sisa Covid-19
Para ahli mulai mendalami praktik rehabilitasi bagi penyintas Covid-19 yang masih bergejala sisa di Indonesia. Hal ini makin penting untuk memperbaiki fungsi organ tubuh yang menurun setelah kepulihan dari Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bahaya gejala sisa setelah kepulihan Covid-19 makin sering ditemukan pada kalangan penyintas. Karena situasi itu, ahli kesehatan mulai mendalami praktik rehabilitasi medis untuk para penyintas Covid-19 di Indonesia.
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo Lies Dina Liastuti membenarkan adanya sebagian penyintas Covid-19 di Indonesia yang masih merasakan gejala sisa. Gejala itu umumnya dirasakan oleh pasien kondisi berat. Adapun gejala yang dirasakan berupa nyeri dada, merasa cepat lelah, dan pusing kepala.
”Tingginya angka kesembuhan pasien Covid-19 setiap hari di Indonesia juga diiringi sebagian keluhan bahwa penyintas masih merasakan sakit. RSUPN Cipto Mangunkusumo lalu memberikan layanan rehabilitasi medis kepada sebagian penyintas itu, tetapi masih perlu telaah lebih dalam,” ujar Lies di sela-sela webinar ”Covid-19: Post-Acute Rehabilitation” di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Dokter Divisi Rehabilitasi Kardiorespirasi Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangungkusumo Deddy Tedjasukmana menyebut sekitar 20 persen pasien masih memiliki keluhan setelah sembuh. Mereka juga pasien yang punya riwayat komorbiditas atau penyakit penyerta saat terjangkit Covid-19. Riwayat komorbiditas itu, misalkan, berupa penyakit jantung, asma, diabetes, serta obesitas.
Apabila melihat gangguan secara patofisiologis, infeksi virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, menyerang organ secara cepat dan langsung. Pada sistem paru-paru, misalnya, Covid-19 berdampak pada kerusakan alveoli. Hal itu menyebabkan proses pertukaran oksigen tidak normal, sehingga tubuh menjadi kekurangan oksigen (hipoksia) serta gangguan pada organ lain.
Sementara, pada sistem jantung atau kardiovaskular, Covid-19 bisa menyebabkan radang pada otot-otot jantung. Kerusakan pada organ paru-paru atau jantung bisa mengarah pada fibrosis yang membuat kedua organ terluka secara bertahap.
Selain terganggu secara sistem organ, sebagian pasien juga mengeluhkan beban psikiatris karena terus merasa kurang sehat. Dalam praktiknya, sejumlah pasien memerlukan pendampingan agar tidak merasa depresi.
Dengan beberapa kondisi gangguan tersebut, Deddy menegaskan, pasien yang telah berstatus negatif Covid-19 belum tentu dalam keadaan sehat. Bahkan, apabila mengacu pada definisi sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sehat adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental, maupun secara sosial.
”Artinya, kesembuhan pasien Covid-19 selama ini tidak bisa hanya dilihat dari statusnya yang telah negatif. Perlu juga untuk melihat kesehatan mereka setelah berstatus negatif. Jangan sampai pasien memiliki kualitas hidup yang rendah setelah sembuh dari Covid-19,” ujarnya.
Gangguan gejala sisa terungkap pada sejumlah pasien yang dirujuk ke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Deddy mencontohkan, ada seorang pasien berumur 53 tahun yang mengeluhkan batuk, sulit mengeluarkan dahak, dan badan lemas. Pasien pertama kali datang dengan kursi roda karena tidak sanggup berdiri lama.
Pasien itu kemudian menjalani layanan rehabilitasi medik. Deddy menuturkan, pasien melalui sejumlah pemeriksaan terhadap jantung dan paru-paru. Pemeriksaan ekspansi rongga dada, misalnya, dilakukan untuk mengetahui kemampuan pengembangan paru-paru.
Kemudian, pasien menjalani serangkaian latihan terapeutik. Hal tersebut meliputi latihan pernapasan, latihan keseimbangan, latihan penguatan, serta latihan ketahanan otot pasien. Tujuan latihan secara jangka pendek adalah untuk mengurangi gangguan sesak napas (dyspnea), serta turut mengurangi rasa cemas.
Sementara, secara jangka panjang, rangkaian latihan bertujuan mengoptimalkan kapasitas kemampuan organ tubuh secara fungsional. Latihan ini juga menjadi fasilitas bagi pasien negatif Covid-19 yang akan kembali ke masyarakat.
Dokter spesialis rehabilitasi medik dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Melinda Harini, menyebutkan, penanganan pasien rehabilitasi saat ini didominasi kalangan lanjut usia. Usia muda umumnya lebih cepat pulih, sementara kalangan lanjut usia yang butuh bantuan lebih lanjut.
Rentang kesembuhan pasien dari gejala sisa pun berbeda-beda, mulai dari mingguan hingga bulanan. Menurut penelitian yang telah dihimpun, gejala sisa diketahui masih terasa hingga delapan pekan setelah dinyatakan negatif Covid-19.
Karena berbagai keterbatasan situasi pandemi, Divisi Rehabilitas Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo membagikan video tutorial untuk rehabilitasi mandiri bagi penyintas Covid-19. Melinda mengatakan, video itu berlandaskan pada sejumlah penelitian dan saran rehabilitasi mandiri dari WHO. Video tersebut dapat diakses melalui kanal Youtube CME FKUI
Terkait hal itu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam menekankan perlunya telaah lebih lanjut kepada pasien bergejala sisa secara jangka panjang. ”Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi para penyintas Covid-19 ini setahun kemudian, apakah mereka menjadi rentan sakit karena ada organ yang terganggu. Hal ini tentu perlu telaah lebih lanjut secara jangka panjang,” ucapnya.
Direktur Utama RSUPN Cipto Mangunkusumo Lies juga menuturkan, tim terus mengumpulkan bukti-bukti untuk penelitian dan telaah pada unit layanan rehabilitasi rumah sakit. Jangan sampai ada penurunan fungsi tubuh dan kualitas hidup setelah pasien dinyatakan sembuh.