Pelacakan Kasus Covid-19 Tidak Boleh Berhenti Meski Libur Panjang
Jumlah pemeriksaan spesimen terkait Covid-19 di laboratorium terus menurun beberapa pekan terakhir. Itu mencerminkan kurangnya pelacakan mereka yang kontak erat dengan penderita.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses pelacakan kasus yang belum optimal memberikan efek domino pada upaya pengendalian Covid-19 di masyarakat. Kasus penularan yang tidak terlacak membuat pemeriksaan tidak maksimal. Risiko penularan di tengah masyarakat pun semakin tinggi.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (Iakmi) Ede Surya Darmawan saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/11/2020), mengatakan, jumlah pemeriksaan kasus yang semakin berkurang di laboratorium bisa disebabkan karena proses pelacakan kasus atau tracing di masyarakat belum dilakukan dengan benar. Hal ini menandakan sistem kesehatan masyarakat di Indonesia masih lemah.
”Upaya pelacakan yang belum benar menjadi persoalan dasar dalam pengendalian Covid-19. Perbaikan secara menyeluruh dan struktural pada sistem surveilans kesehatan di puskesmas harus dilakukan segera. Dalam sistem kesehatan masyarakat, 10.135 puskesmas yang ada di Indonesia adalah garda terdepan untuk menghadapi pandemi,” tuturnya.
Upaya pelacakan yang belum benar menjadi persoalan dasar dalam pengendalian Covid-19.
Karena itu, ia berpendapat, meskipun sedang libur panjang, tugas dan tanggung jawab untuk terus memantau dan mencatat kejadian penyakit termasuk Covid-19 di masyarakat tidak boleh terhenti. Apabila upaya pelacakan tidak berjalan, jumlah pemeriksaan di laboratorium akan berkurang serta penanganan pada kasus positif pun terkendala.
UIntuk memperkuat sistem kesehatan masyarakat, peningkatan kapasitas di puskesmas diperlukan. Pembenahan itu mulai dari aspek teknis, sumber daya manusia, dan pembiayaan. Saat ini, fokus penanganan di puskesmas lebih pada promosi kesehatan, sementara pada aspek kesehatan masyarakat belum menjadi prioritas.
Selain itu, peningkatan kapasitas pada sumber daya manusia yang memahami bidang epidemiologi juga penting untuk diperhatikan. Saat ini tidak banyak tersedia tenaga kesehatan di puskesmas yang memahami bidang epidemiologi secara benar. Pendanaan untuk peningkatan kapasitas pelacakan kasus di puskesmas juga masih minim.
”Kondisi yang terjadi saat ini, sistem pelacakan kasus belum optimal dan belum kuat. Tenaga yang melakukan pelacakan pun masih kurang. Dilihat dari 10 provinsi prioritas pemerintah dalam penanganan pandemi saja masih belum kuat, apalagi di daerah lainnya,” kata Ede.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 2 November 2020 melaporkan, penambahan kasus terkait Covid-19 yang diperiksa dalam sehari bertambah sebanyak 20.146 orang. Pada hari sebelumnya, jumlah orang yang diperiksa sebanyak 17.971 orang. Jumlah ini jauh di bawah target yang sebelumnya ditetapkan Presiden sebanyak 30.000 orang per hari.
Hal ini membuat kasus positif yang ditemukan di masyarakat pun turut menurun. Setidaknya pada 2 November 2020 tercatat jumlah kasus positif baru yang dilaporkan sebanyak 2.696 orang sehingga total kasus Covid-19 menjadi 412.784 orang. Adapun total kasus sembuh sebanyak 341.942 kasus dan kasus kematian 13.943 orang.
Pada laporan Kementerian Kesehatan pada 1 November 2020, penurunan kasus suspek yang diperiksa sudah mulai menurun sejak tiga pekan terakhir. Pada periode 12 Oktober-18 Oktober 2020, jumlah kasus yang diperiksa 0,82 kasus per 1.000 penduduk/minggu. Jumlah ini menurun secara berturut-turut menjadi 0,74 kasus per 1.000 penduduk per minggu pada 19 Oktober-25 Oktober 2020 dan 0,62 kasus per 1.000 penduduk/minggu pada periode 26 Oktober-1 November 2020.
Meski jumlah orang yang diperiksa terus berkurang, tingkat penularan kasus yang dilihat dari perbandingan jumlah kasus positif dengan kasus yang diperiksa (positivity rate) masih tetap tinggi, yakni 14,2 persen. Padahal, ambang batas yang yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen.
”Persoalan pada pemeriksaan kasus ini juga bisa disebabkan oleh proses pemeriksaan di laboratorium. Pada laporan setiap hari selalu ada laboratorium pemeriksaan yang tidak melaporkan jumlah kasus yang diperiksa, bahkan jumlahnya hampir sepertiga dari total laboratorium pemeriksaan yang tersedia,” kata Ede.
Pada 2 November 2020, sebanyak 175 laboratorium pemeriksaan dari 426 laboratorium jejaring untuk pemeriksaan Covid-19 belum melaporkan hasil pemeriksaan kasusnya. Menurut Ede, evaluasi pada sistem pemeriksaan di setiap laboratorium perlu dilakukan. Dengan begitu, kendala yang dihadapi bisa segera diintervensi, terutama pada persoalan yang menghambat proses pelaporan hasil pemeriksaan.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dalam siaran pers mengatakan, pemerintah terus berupaya mengentaskan masalah pandemi Covid-19 dan menyelematkan kesehatan masyarakat Indonesia. Upaya diplomasi merupakan salah satu cara yang dilakukan. Hal ini telah diwujudkan melalui kerja sama dengan Pemerintah Jepang.
Dari kerja sama itu, Pemerintah Jepang akan memberikan bantuan penanganan Covid-19 di Indonesia senilai 35 juta yen. Selain itu, bantuan lain yang diberikan, antara lain, pengadaan 12.200 tablet avigan untuk uji klinis di Indonesia, 200.000 masker bernilai Rp 800 juta, dan pengadaan mobil X-ray senilai Rp 280 miliar.