Konsil kedokteran melakukan fungsi regulasi pendidikan dan praktik kedokteran, seperti pemberian surat tanda registrasi serta menyelesaikan pengaduan masyarakat terkait pelayanan kesehatan. Independensinya dibutuhkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
Pembenahan mutu layanan kesehatan menjadi pekerjaan rumah dalam pembangunan kesehatan nasional. Untuk melindungi masyarakat penerima jasa kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia atau KKI dibentuk pada 2004 dengan tujuan untuk melindungi masyarakat penerima jasa kesehatan.
Melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pembentukan konsil kedokteran ini diharapkan dapat meningkatkan mutu layanan kesehatan dari para dokter dan dokter gigi di Indonesia.
Misi yang ditugaskan kepada anggota KKI pada dasarnya amat berat. KKI memiliki tanggung jawab sebagai regulator yang baik untuk mengawasi kinerja organisasi profesi terkait kedokteran, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), serta asosiasi lainnya, seperti Asosiasi Pendidikan Kedokteran Indonesia (Aipki).
Karena itu, KKI harus independen dari berbagai pihak. Selain independen dari para pihak yang diawasi, KKI juga mesti independen dari kepentingan pemerintah. Ini penting karena tugas KKI sangat spesifik, yakni menetapkan standar pendidikan profesi kedokteran serta melakukan registrasi dokter dan dokter gigi.
”Konflik kepentingan pun bisa terjadi jika yang diawasi, yakni organisasi profesi, masuk ke dalam keanggotaan KKI ataupun berusaha memengaruhi dan mengendalikan keputusan dari KKI. Kondisi ini yang terjadi antara IDI dan KKI,” ujar pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Judilherry Justam, di Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Menurut dia, komposisi keanggotaan KKI saat ini didominasi oleh praktisi dari IDI. Akibatnya, sejumlah keputusan yang diambil melalui pemungutan suara dari para anggota pun biasanya dimenangi oleh kepentingan IDI.
Konflik kepentingan pun bisa terjadi jika yang diawasi, yakni organisasi profesi, masuk ke dalam keanggotaan KKI ataupun berusaha memengaruhi dan mengendalikan keputusan dari KKI.
Jika dibandingkan negara lain, seperti Inggris, Singapura, Selandia Baru, dan Kanada, para anggota konsil kedokteran di setiap negara tersebut tidak ada yang mewakili organisasi profesi kedokteran terkait. Sementara di Indonesia, jabatan rangkap dari anggota KKI dan IDI bisa ditemukan, terutama mulai pada keanggotan periode ketiga 2014-2020.
Jika menilik marwahnya, konsil kedokteran melakukan fungsi regulasi pendidikan dan praktik kedokteran, seperti pemberian surat tanda registrasi serta menyelesaikan pengaduan masyarakat terkait pelayanan kesehatan. Konsil bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan pada keselamatan pasien.
Sementara organisasi profesi akan mendorong anggotanya untuk mengikuti standar dan peraturan yang dibentuk oleh konsil. Harapannya, praktik pendidikan dan pelayanan kedokteran bisa meningkat. Begitu pula dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat.
”Negara-negara di dunia menyadari bahwa asosiasi atau organisasi dokter tidak dapat dilibatkan di dalam Konsil Kedokteran. Alasannya, pihak yang diregulasi tidak mungkin sekaligus bertindak sebagai regulator. Itu tentu akan menimbulkan konflik kepentingan,” tutur Judilherry.
Pengajar dari Departemen Bioetika dan Hukum Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya yang juga anggota dari Asosiasi Hukum Kesehatan Dunia, Erfen Gustiawan Suwangto, menuturkan, di sejumlah negara, konsil kedokteran biasanya ditunjuk langsung oleh pemerintah, baik melalui presiden maupun menteri kesehatan. Biasanya, anggota konsil pun disarankan lebih banyak dipilih dari unsur awam.
Konsil kedokteran adalah bagian dari lembaga eksekutif di suatu negara yang membawa nama negara sebagai regulator. Jadi, konsil bukan merupakan delegasi dari asosiasi kedokteran.
”Adanya konflik kepentingan bisa berisiko karena konsil mengatur masalah etika dan pelanggaran etika dari organisasi profesi. Karena itu, pembenahan perlu dilakukan agar KKI bisa kembali pada tujuan awal ketika dibentuk,” katanya.
Namun, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih, yang dihubungi secara terpisah, menepis adanya konflik kepentingan antara IDI dan KKI. Selama ini, Konsil Kedokteran Indonesia berjalan seperti biasa, sesuai dengan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
”Saya rasa tudingan adanya konflik kepentingan itu terlalu mengada-ada. Jumlah anggota KKI itu 17 orang yang mewakili banyak unsur. Sementara unsur dari IDI hanya dua orang. Bagaimana bisa dua orang ini mendominasi 17 orang yang ada,” katanya.