Capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Terhambat Pandemi
Situasi pandemi Covid-19 menghambat pencapaian target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Karena itu, butuh langkah pemulihan agar kesenjangan sosial dan ekonomi tidak makin lebar.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 berdampak pada semua aspek pembangunan dan tidak ada satu negara pun yang siap menghadapinya. Kondisi itu dipastikan akan menghambat capaian target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030. Karena itu, langkah pemulihan diperlukan agar kesenjangan tidak melebar dan tak seorang pun tertinggal dalam pembangunan.
Situasi pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi mencapai minus 5,32 persen dan sepanjang 2020 diprediksi akan minus 1,1 persen. Situasi itu akan meningkatkan jumlah pengangguran hingga 2,9 juta orang atau membuat tingkat pengangguran pada kisaran 7,8-8,5 persen.
”Kondisi itu juga akan berdampak pada capaian agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam webinar Bangkit Bersama dari Covid-19 untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG),di Jakarta, Kamis (22/10/2020).
Situasi itu tidak hanya dialami Indonesia. Dana Moneter Internasional (IMF) pada Oktober 2020, lanjut Suharso, memprediksi perdagangan dunia turun 10 persen hingga pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini hanya mencapai minus 4,4 persen. Akibatnya, pengangguran naik sampai 7,09 persen dan membuat 80 juta orang di dunia dalam kemiskinan ekstrem berpendapatan kurang dari 1,9 dollar atau Rp 28.000 (kurs Rp 14.750 per dollar) per hari.
Wakil Presiden Manajemen Pengetahuan dan Pembangunan Berkelanjutan Bank Pembangunan Asia (ADB) Bambang Susantono menambahkan, pertumbuhan ekonomi Asia pada 2020 merupakan yang terendah sejak 1961. Pendapatan domestik bruto (PDB) Asia tahun ini akan turun 0,7 persen. Repotnya, pemulihan PDB pada 2021 tidak akan cukup menutupi PDB yang hilang akibat pandemi.
”PDB Asia tahun 2021 tetap akan lebih rendah dibandingkan dengan PDB jika tidak terjadi pandemi,” katanya.
Kesenjangan makin lebar
Selain ekonomi, pandemi berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia Pasifik (ESCAP) Armida S Alisjahbana menambahkan, pandemi juga berdampak pada melebarnya kesenjangan serta meningkatnya kemiskinan dan jumah pekerja sektor informal.
”Pandemi membalik kerja keras dan pembangunan yang telah dicapai selama beberapa dekade terakhir,” katanya.
Menghadapi situasi itu, semua negara, termasuk Indonesia, perlu mengambil langkah cepat yang berdampak pada terwujudnya kesehatan masyarakat dan pulihnya ekonomi dengan tetap menjaga lingkungan. ESCAP berharap langkah yang diambil itu mampu mengatasi ketidaksetaraan, ketimpangan digital, mendorong ekonomi hijau, serta menjunjung hak asasi manusia dan tata kelola pemerintah yang baik.
Karena itu, Suharso mengajak semua pihak untuk saling bekerja sama dalam memulihkan dampak pandemi dan mewujudkan capaian SDG. Pemeriintah tidak bisa bekerja sendiri karena kompleksnya persoalan yang dihadapi. ”Strategi pemulihan ini harus menggunakan paradigma pembangunan baru yang memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.”
Langkah pemulihan
Menurut Armida, pemulihan pandemi yang sukses tidak hanya mampu menekan kemiskinan, tetapi juga mengatasi ketidaksetaraan dan kesenjangan. Pemahaman jender dalam berbagai kebijakan ekonomi penting untuk memastikan partisipasi penuh perempuan, menciptakan kesempatan yang setara, dan menghilangkan bias jender dalam program perlindungan sosial.
Pandemi membalik kerja keras dan pembangunan yang telah dicapai selama beberapa dekade terakhir.
Teknologi digital juga menjadi bagian penting dalam merespon pandemi. Saat karantina wilayah atau pembatasan sosial berlangsung, banyak aktivitas berpindah ke dunia maya. Namun, jumlah penduduk Asia Pasifik yang memiliki akses internet cepat amat sedikit sehingga menciptakan ketimpangan digital. Karena itu, percepatan investasi infrasruktur teknologi komunikasi dan informasi jadi langkah penting untuk pulih dari pandemi.
Pemulihan berbasis ekonomi hijau juga penting untuk memastikan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Investasi ke pembangkit listrik berbasis sumber energi baru dan terbarukan harus terus didorong sembari mengembangkan sistem transportasi ramah lingkungan dan sistem pendukung kota cerdas.
Selain itu, respons pemerintah dalam menangani Covid-19 perlu menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Pada kenyataannya, respons yang diambil dalam penanganan Covid-19 sangat terkait dengan pencapaian target SDG.
Sementara itu, Bambang mengingatkan, salah satu kunci keberhasilan pencapaian target SDG adalah keterlibatan aktor lokal, baik pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi dan perguruan tinggi, maupun sektor swasta.
”Sebanyak dua pertiga dari 169 target SDG membutuhkan keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanannya,” tambahnya. Selain itu, keberadaan 19 pusat kajian SDG di beberapa universitas juga membantu dalam melokalkan SDG, baik dalam analisis data, memformulasikan kebijakan, membangun kapasitas sumber daya di daerah, maupun merekomendasikan kebijakan.