9,1 Juta Tenaga Kesehatan Akan Diimunisasi, Pastikan Keamanan Vaksin
Dari 9,1 juta vaksin yang diperkirakan tersedia pada November 2020, kelompok masyarakat di garda terdepan, seperti tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik, akan mendapatkan prioritas pemberian vaksin.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan merencanakan vaksinasi Covid-19 secara bertahap mulai akhir November 2020. Sekitar 9,1 juta tenaga kesehatan dan petugas layanan publik akan menjadi kelompok prioritas yang mendapat vaksin itu. Pemberian vaksin mesti dipastikan keamanan dan efektivitasnya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menuturkan, berbagai pendekatan dan diplomasi dilakukan pemerintah dalam upaya pemenuhan vaksin Covid-19 bagi penduduk Indonesia. Dari pendekatan yang dilakukan, tiga produsen vaksin asal China berkomitmen menyediakan vaksin Covid-19 ke Indonesia, yakni Sinovac Biotech, Sinopharm, dan CanSino Biologics.
”Dari kerja sama ini, kalau ditotal pada November dan Desember 2020, kita sudah mendapat kepastian ketersediaan vaksin bagi 9,1 juta orang. Kepastian ketersediaan ini akan bergantung pada emergency use authorizations yang dikeluarkan Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) serta kehalalan dari Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Senin (19/10/2020).
Secara rinci, Yurianto mengatakan, ketersediaan itu didapatkan dari Sinovac Biotech sebanyak 3 juta dosis untuk 1,5 juta orang, Sinopharm 15 juta dosis vaksin untuk 7,5 juta orang, dan CanSino Biologics 100.000 dosis untuk 100.000 orang. Pemberian vaksin dari CanSino Biologics cukup diberikan satu kali dosis karena format pengembangan vaksin yang berbeda dari kedua vaksin lain.
Uji klinis fase tiga
Ia menambahkan, vaksin yang telah dikembangkan oleh ketiga produsen tersebut dinyatakan telah melewati uji klinis fase ketiga di beberapa negara. Saat ini, tim dari Pemerintah Indonesia sedang melakukan finalisasi pemeriksaan dan pemantauan terhadap keamanan vaksin tersebut.
Dari kerja sama ini, kalau ditotal pada November dan Desember 2020, kita sudah mendapat kepastian ketersediaan vaksin bagi 9,1 juta orang.
Namun, dalam ClinicalTrials.gov yang menjadi basis data uji klinis internasional mencatat, uji klinis yang dilakukan pada kandidat vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac diperkirakan baru selesai pada Oktober 2021. Uji klinis yang dilakukan saat ini diberikan dua dosis dengan interval 14 hari pada dua kelompok usia partisipan, yakni dewasa usia 18-59 tahun dan lansia usia lebih dari 60 tahun.
Sementara, untuk uji klinis tahap ketiga yang dilakukan pada kandidat vaksin yang diproduksi CanSino dan Institut Bioteknologi Beijing diperkirakan baru selesai pada Januari 2022. Pengujian tercatat dimulai pada 15 September 2020.
”Kita masih proses untuk data sharing-nya, termasuk waktu pembentukan antibodi setelah pemberian vaksin. Kira-kira semua akan selesai akhir Oktober sehingga pada minggu ketiga November sudah mendapat kepastian keamanan menurut terminologi kita, baik dari aspek manfaat, akibat, maupun kehalalan. Sertifikasi dari BPOM dan MUI sedang diproses dan kesiapan anggaran masih dibahas,” kata Yurianto.
Dari 9,1 juta vaksin yang diperkirakan tersedia pada November 2020, kelompok masyarakat yang ada di garda terdepan, seperti tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik, akan mendapatkan urutan pertama dalam prioritas pemberian vaksin.
Adapun tenaga kesehatan yang menerima vaksin, antara lain, tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit rujukan Covid-19, petugas kesehatan yang berada di laboratorium pemeriksaan spesimen terkait Covid-19, dan tenaga kesehatan yang melacak kasus di masyarakat. Sementara petugas pelayanan publik yang divaksinasi terlebih dahulu, antara lain, Satpol PP, TNI, dan Polri.
Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muti Arintawati menuturkan, pengujian dan pemeriksaan terkait jaminan kehalalan produk vaksin yang diproduksi masih dilakukan di lokasi produksi vaksin yang berada di China. Untuk itu, masyarakat diharapkan menanti kepastian atas hasil pemeriksaan yang dilakukan.
”Pemeriksaan dilakukan secara keseluruhan, meliputi pemeriksaan pada proses produksi vaksin, bahan-bahan yang digunakan, serta fasilitas yang digunakan untuk memproduksi vaksin. Semua itu harus dipastikan bebas dari hal-hal yang tidak halal,” katanya.
Yuri mengatakan, pemerintah masih terus melakukan pendekatan ke beberapa pihak lain untuk memastikan keberlanjutan ketersediaan vaksin di Indonesia. Hal ini diperlukan agar vaksinasi bisa diberikan untuk mencapai kekebalan komunitas pada penduduk Indonesia.
Setidaknya kekebalan komunitas atau herd immunity bisa diperoleh jika cakupan vaksinasi mencapai 70 persen penduduk atau sekitar 180 juta orang. Jika setiap orang memerlukan dua dosis vaksin, artinya vaksin yang dibutuhkan sekitar 360 juta dosis.
Pengembangan vaksin dalam negeri melalui tim percepatan vaksin Merah Putih juga didorong. Harapannya, vaksin ini mulai diuji klinis pada awal tahun 2021 dan siap diproduksi pada akhir 2021. Dengan begitu, kemandirian bangsa untuk menghasilkan vaksin tercapai sehingga dapat memenuhi kebutuhan vaksin bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Terburu-buru
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ede Surya Darmawan mengingatkan agar rencana pengadaan dan pemberian vaksin tidak terburu-buru. Sebelum mengumumkan akan melaksanakan vaksinasi, hasil uji klinis vaksin seharusnya diumumkan sesuai standar ilmiah yang berlaku, antara lain sudah terpublikasi dalam jurnal ilmiah, keamanan vaksin dapat dipastikan, dan memiliki penjelasan ilmiah terkait waktu efektivitas antibodi yang terbentuk.
Kepercayaan publik bisa menurun jika tidak ada bukti ataupun pernyataan resmi dari pemerintah dan pihak terkait yang menyatakan keamanan, efikasi, dan efektivitas dari vaksin yang diberikan.
”Saat ini publik belum dapat informasi apa pun karena memang belum ada publikasi ilmiah yang bisa dipelajari dan dibaca. Kalau belum jelas, artinya ini (vaksinasi) terburu-buru,” katanya.