Kental manis tidak boleh diberikan kepada bayi, juga bukan produk pengganti susu karena minim gizi. Produk ini hanya diperbolehkan untuk ”topping” pada makanan atau minuman.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar masyarakat masih salah memahami kental manis sebagai produk susu. Pemahaman yang telanjur keliru ini perlu disikapi dengan edukasi dan penyuluhan yang masif. Kental manis tidak boleh diberikan kepada bayi, juga bukan produk pengganti susu karena minim gizi.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) Rita Nurini mengatakan, kesalahan yang berlarut pada konten promosi produk kental manis membuat cara konsumsi di masyarakat pun menjadi tidak tepat. Kental manis tidak boleh disajikan dengan cara diminum, bahkan menggantikan susu.
”Di dalam segelas cairan kental manis, sekitar 50 persen merupakan gula. Jadi, salah kaprah jika kental manis digunakan sebagai produk susu, apalagi diberikan ke anak balita. Konsumsi yang berlebihan justru dapat memicu seseorang mengalami diabetes di kemudian hari,” katanya, di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Rita mengatakan, pemerintah harus lebih tegas melarang iklan ataupun promosi kental manis yang menunjukkan visualisasi penyajian produk ini sebagai hidangan tunggal berupa susu. Pantauan pada iklan kental manis sebaiknya tidak terbatas pada tayangan televisi, tetapi juga pada promosi di media sosial.
Menurut dia, banyak orang, terutama pada masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah, yang masih menganggap kental manis bisa menggantikan produk susu. Seharusnya kondisi ekonomi, juga harga yang lebih terjangkau, tidak menjadi alasan penggunaan kental manis sebagai pengganti susu. Penggunaan kental manis hanya boleh sebagai bahan tambahan (topping) untuk makanan ataupun minuman.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menambahkan, aturan pembatasan iklan produk kental manis melalui Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan juga perlu diperkuat dengan sosialisasi dan pemantauan di masyarakat. Penyebutan kental manis sebagai susu kental manis pun seharusnya mulai dihilangkan.
”Sebaiknya produk kental manis ini juga tidak dimasukkan dalam paket bansos (bantuan sosial) untuk masyarakat yang terdampak Covid-19. Itu karena masih minimnya pemahaman masyarakat soal penggunaan kental manis yang tepat,” tuturnya.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi Bidang Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Conny Tanjung menuturkan, kental manis sangat berbahaya jika diberikan kepada anak berusia di bawah satu tahun. Kental manis ataupun produk minuman lainnya tidak boleh menggantikan peran air susu ibu pada anak bayi, terutama anak baru lahir sampai usia enam bulan.
Konsumsi kental manis bisa berdampak terhadap obesitas pada anak. Jadi, jangan sampai dimasukkan ke dalam bantuan sosial, sekalipun saat kondisi bencana. (Conny Tanjung)
”Konsumsi kental manis bisa berdampak terhadap obesitas pada anak. Jadi, jangan sampai dimasukkan ke dalam bantuan sosial, sekalipun saat kondisi bencana. Orangtua yang tidak paham dikhawatirkan menggunakan produk kental manis untuk konsumsi anaknya,” katanya.
Staf Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Hera Nurlita menuturkan, literasi gizi yang masih kurang menjadi kendala pemenuhan gizi yang optimal di masyarakat. Pengawasan yang telah dilakukan oleh pemangku kepentingan, seperti Badan POM, masih harus diperkuat. Itu juga perlu didukung dengan sosialisasi dan edukasi terkait gizi yang lebih masif.
”Literasi gizi pada masyarakat perlu diperkuat, terutama untuk memilih makanan yang tepat dan bernilai gizi tinggi. Kita harus lebih gencar menyuarakan bahwa kental manis bukan susu karena kandungan gula dan lemak yang tinggi di dalamnya bisa berdampak buruk bagi kesehatan tubuh,” tuturnya.