Pemerintah RI terus berupaya memastikan pasokan vaksin Covid-19. Selain kerja sama dengan pihak luar negeri, pengembangan vaksin juga dilakukan di dalam negeri.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring penguatan diplomasi pengadaan vaksin Covid-19 dengan pihak luar negeri, pengembangan vaksin ”merah putih” yang dikembangkan oleh peneliti dalam negeri kian matang. Meski begitu, upaya pengendalian penularan di tingkat masyarakat tetap harus diutamakan, baik melalui penguatan protokol kesehatan maupun penguatan pada sistem pemeriksaaan, pelacakan, dan perawatan pasien.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar memerlukan cakupan vaksinasi Covid-19 yang juga luas agar kekebalan komunitas pada penularan Covid-19 bisa terbentuk. Setidaknya, jika vaksinasi harus dilakukan pada 70 persen populasi atau sekitar 180 juta penduduk, jumlah dosis yang diperlukan adalah sekitar 360 juta dosis untuk dua kali pemberian.
”Kebutuhan yang besar ini tidak mungkin sepenuhnya tergantung dari luar negeri. Untuk itu, kita harus punya kemampuan untuk secara mandiri memproduksi vaksin. Namun, adanya vaksin ini juga tidak berarti masyarakat bisa lepas dalam disiplin mengikuti protokol kesehatan. Setelah vaksin cacar ditemukan saja, butuh waktu 200 tahun untuk dunia bebas dari penyakit itu,” katanya, di Jakarta, Rabu (14/10/2020).
Karena itu, Amin menuturkan, selama menunggu ditemukannya vaksin Covid-19, kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan tetap diperlukan, yaitu dengan 3M, yakni mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, dan menggunakan masker dengan benar. Kepatuhan akan protokol kesehatan ini juga tetap berlaku ketika vaksin sudah ditemukan. Vaksin tidak bisa menggantikan fungsi pencegahan dengan 3M.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan ialah terkait upaya peningkatan kepercayaan masyarakat pada manfaat vaksin. Persoalan penolakan vaksin di masyarakat cukup tinggi di Indonesia.
Kita harus punya kemampuan untuk secara mandiri memproduksi vaksin. Namun, adanya vaksin ini juga tidak berarti masyarakat bisa lepas dalam disiplin mengikuti protokol kesehatan.
Kondisi ini bisa menghambat pencapaian kekebalan komunitas melalui vaksinasi Covid-19. Untuk itu, semua pemangku kepentingan perlu berkolaborasi dalam membangun kepercayaan masyarakat dengan memastikan pemenuhan kebutuhan vaksin, kualitas dan keamanan vaksin, serta harga yang terjangkau.
Sementara itu, Pemerintah RI mengajukan permintaan 100 juta vaksin Covid-19 yang diuji klinik oleh perusahaan AstraZeneca guna menggenapkan ketersediaan domestik hingga hampir 500 juta dosis pada 2021.
Vaksin AstraZeneca itu diharapkan tiba di Indonesia pada semester I-2021. Selain mengupayakan jumlah vaksin, kunjungan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir selama dua hari ke Inggris juga memastikan hasil uji tuntas atau due diligence Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) terhadap Bio Farma, produsen vaksin di Indonesia. CEPI memastikan akan bekerja sama dengan Bio Farma.
Retno, dalam konferensi pers, semalam, didampingi Erick Thohir, menjelaskan, AstraZeneca berkomitmen memastikan pasokan vaksin. Itu dijamin dengan penandatanganan nota kesepakatan antara AstraZeneca dan Pemerintah RI yang diwakili Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi. ”Pihak AZ (AstraZeneca) menyambut baik permintaan itu,” kata Retno.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah menekankan pentingnya faktor keamanan dan efikasi vaksin. Faktor ini, kata Retno, akan menjadi bagian penting kerja sama vaksin Indonesia dengan perusahaan itu, termasuk berbagi informasi hasil uji klinis tahap I dan II.
Vaksin hasil kolaborasi kerja tim peneliti Universitas Oxford- AstraZeneca kini menjalani uji klinis tahap ketiga. Uji klinis ini dihentikan sementara, awal September lalu, setelah muncul gangguan saraf pada salah satu sukarelawan.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengamankan pasokan 390 juta dosis vaksin dari dua perusahaan China, yaitu Sinovac dan Sinopharm, lewat Uni Emirat Arab melalui kerja sama multilateral G-42. Indonesia juga menjajaki kerja sama penyediaan vaksin dengan Korea Selatan.
Pemerintah Kota Bekasi menyurati Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta agar vaksinasi Covid- 19 tahap pertama diprioritaskan bagi 480.000 warga Kota Bekasi. Sebelumnya, Gubernur Jabar mengusulkan agar warga Kota Depok mendapatkan vaksin pertama.
Vaksin ”merah putih”
Terkait dengan pengembangan calon vaksin Covid-19 di dalam negeri, Amin menuturkan, riset vaksin ”merah putih” yang dilakukan para peneliti di Indonesia makin menjanjikan. Setidaknya ada beberapa lembaga riset dan perguruan tinggi dalam negeri yang mengembangkan calon vaksin Covid-19.
Pengembangan tersebut dilakukan, antara lain, oleh LBM Eijkman, Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, serta kolaborasi antara Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Menurut Amin, pengembangan vaksin di dalam negeri sangat diperlukan agar dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduk di Indonesia. Selain itu, pengembangan vaksin dengan menggunakan virus Covid-19 yang bersirkulasi di masyarakat Indonesia juga menjadi keunggulan terhadap vaksin yang dihasilkan.
”Untuk kemajuan vaksin merah putih yang dikembangkan LBM Eijkman kini mencapai 55 persen dalam skala laboratorium. Direncanakan, uji praklinik bisa segera dilakukan sehingga transfer pengembangan bisa dilakukan ke Bio Farma untuk uji klinik pada awal tahun depan (2021),” ucapnya.
Selain LBM Eijkman, pengembangan vaksin Covid-19 dalam negeri juga dijalankan oleh Universitas Airlangga. Kolaborasi di tingkat nasional pun dilakukan dalam pengembangan vaksin tersebut.
Wakil Rektor Universitas Airlangga (Unair) yang juga Ketua Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Perguruan Tinggi (PUI-PT) Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati Unair Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, ada dua konsep pengembangan vaksin yang dilakukan, yakni pengembangan vaksin berbasis adenovirus dan adeno associated virus serta pengembangan vaksin peptida.
Kedua pengembangan calon vaksin Covid-19 tersebut dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai sektor terkait yang berkompetensi. Menurut rencana, keduanya bisa mulai dilakukan proses uji klinik pada awal tahun 2021.
”Harapan keberhasilan calon vaksin ini cukup baik. Namun, berbagai kendala yang dihadapi perlu segera diatasi untuk mendukung pengembangan tersebut. Itu seperti kendala waktu tunggu pengadaan reagensia yang hampir tiga bulan, sumber dana yang belum pasti, terutama untuk uji klinik yang butuh biaya tinggi, serta kemampuan produksi berjumlah besar,” kata Nyoman.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, kerja sama triple helix antara industri, pemerintah, dan akademisi perlu diperkuat dalam percepatan pengembangan vaksin Covid-19 Merah Putih. Selain itu, prioritas lain yang harus diperhatikan ialah keamanan serta efikasi dari vaksin yang dikembangkan.
”Vaksinasi Covid-19 menjadi harapan besar untuk menurunkan kematian dan kasus penularan Covid-19, melindungi dan memperkuat sistem kesehatan masyarakat, serta mencapai kekebalan kelompok dan melindungi populasi masyarakat dari penularan Covid-19,” ujarnya. (MHD/VAN)