Cegah Hipertensi, Cek Rutin Tekanan Darah Tiap Tiga Bulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat dicegah melalui pemeriksaan rutin paling tidak tiga bulan sekali. Apabila terlanjur mengalaminya, gangguan ini tidak dapat disembuhkan dan hanya bisa dikontrol.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat dicegah melalui pemeriksaan rutin setidaknya tiga bulan sekali. Namun, jika sudah mengalaminya, gangguan ini tidak dapat disembuhkan dan hanya bisa dikontrol. Risiko kesehatan yang lebih buruk bahkan sampai kematian pun bisa terjadi.
Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Perhi) Erwinanto mengatakan, sebagian besar orang yang mengalami hipertensi tidak mengetahui status kesehatannya karena gangguan ini tidak memiliki gejala yang spesifik. Akibatnya, pasien hipertensi biasanya ditemukan sudah dengan komplikasi penyakit, seperti jantung, gagal ginjal, dan stroke.
”Prevalensi hipertensi di Indonesia masih tinggi. Namun, dalam kenyataannya hanya sedikit dari mereka yang memiliki hipertensi sadar bahwa dirinya mengalami hipertensi. Hal ini perlu menjadi perhatian lebih karena gaya hidup masyarakat saat ini meningkatkan faktor risiko hipertensi,” tuturnya di Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, prevalensi hipertensi yang didapatkan dari hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk usia 18 tahun ke atas sebesar 34,1 persen pada 2018. Jumlah ini meningkat dari 25,8 persen pada 2013. Sementara itu, tujuh dari 10 pasien hipertensi tidak sadar bahwa dirinya mengalami hipertensi. Akibatnya, pengobatan dan perawatan terlambat diberikan sehingga tekanan darah yang dimiliki tidak dapat dikontrol dengan baik.
Erwinanto mengatakan, seseorang dikatakan mengalami hipertensi apabila tekanan darah mencapai 140/90 mmHg (milimeter air raksa). Apabila tekanan darah pada seorang dengan hipertensi tidak dikontrol dan tekanannya meningkat sekitar 20/10 mmHg, ia berisiko dua kali lipat mengalami kematian akibat stroke ataupun penyakit jantung.
Dari data IHME Global Burden of Disease 2017, hipertensi menjadi faktor risiko kematian terbanyak di Indonesia. Dari 1,7 juta kematian, 23,7 persen terjadi akibat hipertensi. Sebesar 18,4 persen kematian disebabkan karena diabetes, 12,7 persen karena merokok, dan 7,7 persen karena obesitas.
Karena itu, Erwinanto menyampaikan, penapisan hipertensi dan diagnosis sejak dini menjadi amat penting. Ini diperlukan agar pengobatan para pasien hipertensi bisa cepat dilakukan. Pada orang yang sudah memiliki potensi mengalami hipertensi pun bisa segera dikendalikan. Kondisi ini terutama pada orang dengan tekanan darah sekitar 130/85 mmHg.
Pada kelompok ini disebut sebagai orang dengan tekanan darah normal-tinggi. Jika tidak ada upaya pengendalian yang serius, risiko mengalami hipertensi bisa mencapai 30 persen pada lima tahun kemudian.
”Pemeriksaan rutin setidaknya perlu dilakukan setiap tiga sampai enam bulan sekali. Pada orang dengan risiko tinggi, seperti orang yang merokok, tinggi konsumsi gula garam lemak, serta kurang aktivitas disarankan untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah setiap bulan. Pemeriksaan ini juga penting pada orang yang memiliki keturunan dengan hipertensi,” kata Erwinanto.
Cara memeriksa
Ia mengatakan, pemeriksaan tekanan darah bisa dilakukan secara mandiri di rumah ataupun di fasilitas kesehatan. Terdapat dua alat pemeriksaan yang dianjurkan, yakni menggunakan alat pemeriksaan aneroid dan digital.
Meski pemeriksaan bisa dilakukan secara mandiri di rumah, masyarakat tetap perlu memperhatikan cara pemeriksaan yang baik dan tepat. Posisi pemeriksaan yang disarankan adalah dengan posisi duduk, tetapi bisa juga dilakukan dengan posisi berdiri atau berbaring, tergantung pada kondisi klinik pasien.
Pada posisi duduk, sebaiknya gunakan meja untuk menopang lengan dan kursi dengan sandaran agar kontraksi otot bisa diminimalkan. Kemudian, pastikan juga lengan bagian bawah sejajar dengan posisi jantung. Kedua kaki pun sebaiknya menyentuh kaki dan tidak disilangkan.
Setelah itu, manset pada alat pemeriksaan dipompa sampai dengan 180 mmHg atau 30mmHg setelah suara nadi menghilang. Lepaskan udara dari manset tersebut dengan kecepatan sedang sekitar 3 mmHg per detik. Lakukan pemeriksaan ini sebanyak tiga kali dengan selang waktu 1-2 menit.
Kesadaran kurang
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Ariane menuturkan, kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan rutin, termasuk pemeriksaan tekanan darah, masih kurang. Padahal, gaya hidup masyarakat saat ini rentan mengalami berbagai penyakit tidak menular.
Adapun faktor risiko dari hipertensi, antara lain, kebiasaan merokok; mengonsumi makanan yang tinggi gula, garam, dan lemak; kurang aktivitas fisik; serta memiliki berat badan berlebih. Selain itu, meski persentasenya kecil, faktor risiko lainnya adalah karena keturunan.
Cut mengatakan, sejumlah program telah dilakukan untuk mendorong kesadaran masyarakat dalam melakukan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan secara berkala di fasiltas kesehatan tingkat pertama, seperti puskesmas. Selain itu, pemeriksaan juga bisa dilakukan di pos pembinaan terpadu (posbindu) yang tersedia di setiap desa.
Dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) juga telah dijalankan program pengelolaan penyakit kronis, termasuk penyakit hipertensi. Pasien dengan penyakit kronis ini mendapatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan rutin agar penyakitnya dapat terkontrol.
”Lewat program mobile JKN, masyarakat juga bisa melakukan konsultasi secara daring. Di masa pandemi seperti ini, pelayanan kesehatan secara daring menjadi solusi agar kondisi kesehatan masyarakat tetap bisa diperhatikan,” ucap Cut.