Terapi Neoadjuvan Bantu Perkecil Tumor pada Payudara
Terapi sistemik neoadjuvan atau yang dikenal sebagai terapi sistemik pra-operasi bisa dilakukan untuk memperkecil ukuran kanker sehingga proses operasi lebih mudah dilakukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terapi sistemik pra-operasi atau terapi neoadjuvan dapat dilakukan oleh pasien kanker payudara untuk memperkecil tumor yang dimiliki. Selain untuk memudahkan proses operasi, terapi ini juga dapat meningkatkan kemungkinan operasi tanpa harus mengangkat seluruh bagian payudara pasien.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI), Andhika Rachman, di Jakarta, Sabtu (3/10/2020), mengatakan, kemajuan teknologi membantu pasien kanker payudara mendapatkan terapi yang terbaik dalam pengobatan. Terapi yang diberikan sangat bergantung dengan kondisi pasien, antara lain stadium dan jenis kanker, serta kondisi klinis pasien.
Pada kanker payudara stadium dini, pemberian terapi sistemik neoadjuvan atau yang dikenal sebagai terapi sistemik pra-operasi bisa dilakukan untuk memperkecil ukuran kanker sehingga proses operasi lebih mudah dilakukan.
”Semakin dini kanker bisa dideteksi, terapi yang diberikan akan semakin mudah. Pada kanker payudara stadium dini, pemberian terapi sistemik neoadjuvan atau yang dikenal sebagai terapi sistemik pra-operasi bisa dilakukan untuk memperkecil ukuran kanker sehingga proses operasi lebih mudah dilakukan,” katanya.
Ia menuturkan, pada tumor yang berukuran lebih dari 2 sentimeter ataupun tumor yang lebih besar dari ukuran payudara, terapi neoadjuvan dapat dilakukan untuk memperkecil tumor tersebut. Dengan begitu, jaringan payudara yang harus diangkat menjadi lebih sedikit. Tindakan bedah yang dilakukan pun hanya dilakukan untuk mengangkat jaringan kanker dan sebagian jaringan normal tanpa harus mengangkat seluruh payudara.
Selain itu, terapi sistemik neoadjuvan juga dapat memberikan informasi mengenai potensi kekambuhan pada kanker. Terapi ini pun bisa memberikan informasi mengenai efektivitas obat yang diberikan. Hal ini terutama pada pasien dengan kanker payudara jenis Her2-positif dan triple negative.
Meski begitu, Andhika mengatakan, operasi tetap perlu dilakukan setelah terapi neoadjuvan dilakukan meskipun hasil pemeriksaan radiologi tidak lagi menunjukkan adanya kanker. ”Pemeriksaan radiologi tidak 100 persen akurat dalam mendeteksi jaringan kanker, terutama yang kecil. Operasi tetap harus dilakukan terlepas dari hasil pemeriksaan radiologi,” tuturnya.
Pada 2018, Kementerian Kesehatan mencatat ada 348.809 kasus baru kanker di Indonesia. Dari data itu, kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak diderita, yakni mencapai 58.256 kasus. Kemudian, terdapat 32.469 kasus kanker serviks dan 30.023 kasus kanker paru-paru.
Nutrisi pasien kanker
Dokter spesialis gizi klinik dari Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI), Fiastuti Witjaksono, menyampaikan, nutrisi merupakan salah satu aspek yang juga harus diperhatikan oleh setiap pasien kanker, termasuk pasien kanker payudara. Namun, banyaknya mitos juga informasi yang salah membuat pasien kanker tidak mendapatkan nutrisi yang tepat.
”Pasien kanker harus tetap memperhatikan asupan nutrisi yang seimbang yang dibutuhkan oleh tubuh. Konsep makan dengan komposisi lengkap tetap dianjurkan, mulai dari konsumsi karbohidrat, protein, lemak, sayur dan buah, serta cairan,” ujarnya.
Jumlah makanan yang dikonsumsi pun harus cukup. Jika asupan makan yang diberikan secara oral tidak mencukupi kebutuhan tubuh, kombinasi makanan natural dengan makanan formula bisa diberikan ke pasien. Namun, pada pasien yang tidak mampu makan melalui mulut, seluruh asupan nutrisi yang dibutuhkan bisa diberikan melalui makanan formula.
Fiastuti menambahkan, pasien kanker sebaiknya terus berkonsultasi dengan dokter dalam pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan. Kekhawatiran yang dirasakan pasien terkadang membuat pasien terlalu membatasi konsumsi makanan yang seharusnya dibutuhkan oleh tubuh.
Ia mencontohkan, ada pasien kanker yang menganggap bahwa tidak makan dapat menghilangkan kanker. Padahal, pasien kanker tetap harus makan sesuai kebutuhannya. Bahkan, pada pasien yang harus menjalani terapi justru membutuhkan makanan lengkap yang tinggi protein. Putih telur bisa menjadi salah satu alternatif untuk mencukupi asupan protein harian.
”Mitos bahwa pasien kanker tidak boleh makan telur. (Padahal) Putih telur adalah sumber protein terbaik. Namun, yang perlu diperhatikan adalah untuk membatasi konsumsi kuning telur yang sebaiknya tidak lebih dari satu buah per hari. Ini karena kuning telur tinggi kolesterol,” tutur Fiastuti.