Pemerintah menyatakan batas atas tarif tes usap PCR sebesar Rp 900.000. Namun, aturan ini belum bisa diberlakukan karena penetapannya belum memiliki dasar aturan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah menetapkan harga batas atas untuk layanan tes usap dengan metode reaksi rantai berpolimeraseatau PCR sebesar Rp 900.000. Penetapan ini diharapkan dapat mengontrol harga yang ditawarkan oleh fasilitas kesehatan terutama bagi masyarakat yang melakukan tes secara mandiri.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengatakan, perhitungan batas tertinggi untuk biaya pemeriksaan tes usap PCR ditentukan berdasarkan sejumlah komponen. Itu antara lain biaya jasa pelayanan termasuk jasa dokter, jasa dokter mikrobiologi klinik, tenaga ekstraksi, dan tenaga pengambilan spesimen; biaya bahan habis pakai seperti alat pelindung diri; harga reagen; biaya listrik, telepon, pengelolaan limbah, dan perawatan alat; serta biaya administrasi termasuk biaya pendaftaran dan biaya pengiriman hasil tes.
”Berdasarkan analisis yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) ditetapkan batas tertinggi dari pengambilan tes swab sebesar Rp 900.000. Kami akan melakukan evaluasi secara periodik dengan memperhitungkan perubahan harga dalam pembiayaan yang dibutuhkan,” katanya di Jakarta, Jumat (2/10/2020).
Menurut dia, penetapan harga batas atas dari pemeriksaan tes usap PCR ini dilakukan untuk mengatasi disparitas harga yang ditawarkan oleh rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan lain. Kebijakan itu juga untuk mendorong peningkatan kesadaran masyarakat melakukan tes secara mandiri.
Kadir mengatakan, batas harga tertinggi untuk pemeriksaan ini belum bisa diberlakukan sampai surat edaran resmi diterbitkan oleh pemerintah. Untuk sementara, sosialisasi terkait penetapan harga tes usap masih dilakukan pada seluruh fasilitas kesehatan.
”Mungkin (surat edaran) akan terbit hari Senin (5/10/2020),” katanya.
Ia menambahkan, harga batas atas ini juga berlaku untuk semua layanan pemeriksaan tes usap, termasuk layanan yang menawarkan pemeriksaan dengan hasil yang cepat. Persoalan yang selama ini ditemukan di lapangan adalah adanya penetapan harga pemeriksaan yang bergantung pada waktu tunggu hasil tes. Semakin cepat hasil tes keluar, harga yang ditawarkan pun semakin tinggi, bahkan sampai belasan juta.
Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam Iwan Taufiq Purwanto menuturkan, penetapan batas tertinggi untuk harga tes usap PCR mandiri ini juga akan disertai dengan pengawasan yang ketat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, pemerintah pusat juga akan melakukan pembinaan bagi pemerintah daerah dalam menjalankan pemeriksaan tersebut.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), Mirta Hediyati Reksodiputro, menuturkan, selain penetapan batas harga, pemerintah juga perlu menetapkan standardisasi mutu pelayanan dalam pemeriksaan tes usap PCR.
Dalam praktiknya, pemeriksaan tes usap yang dilakukan di fasilitas kesehatan masih ditemukan perbedaan. Salah satunya dalam pengambilan sampel spesimen dari orang yang diperiksa. Terdapat fasilitas kesehatan yang hanya mengambil spesimen dengan usap nasofaring saja. Padahal, pengambilan spesimen pemeriksaan Covid-19 perlu dilakukan melalui usap nasofaring dan orofaring.
Kecepatan hasil pemeriksaan sangat menentukan pelacakan kasus selanjutnya sehingga penularan bisa dikendalikan.
”Waktu untuk menunggu hasil pemeriksaan tes swab juga harus lebih dipersingkat. Jangan sampai masyarakat harus menunggu sampai satu minggu bahkan lebih untuk mendapatkan hasil pemeriksaan. Kecepatan hasil pemeriksaan sangat menentukan pelacakan kasus selanjutnya sehingga penularan bisa dikendalikan,” ujar Mirta.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyebutkan, kasus penularan baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 per 2 Oktober 2020 bertambah sebanyak 4.317 kasus. Penambahan kasus tertinggi dilaporkan di DKI Jakarta (1.198 kasus), Jawa Barat (544 kasus), Jawa Tengah (344 kasus), Kalimatan Timur (319 kasus), dan Jawa Timur (283 kasus).
Dengan penambahan ini, kasus Covid-19 di Indonesia kini menjadi 295.499 kasus dengan total kasus sembuh 221.340 kasus dan kasus kematian mencapai 10.972 kasus. Sementara, total orang yang diperiksa terkait Covid-19 sebanyak 2.050.821 orang dengan tambahan sebanyak 26.831 orang dalam sehari.
Pembiayaan perawatan pasien
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menuturkan, seluruh pembiyaan pasien Covid-19 ditanggung oleh pemerintah. Pembiayaan ini termasuk pembiayaan pasien yang dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19, rumah sakit lapangan, dan rumah sakit darurat yang ditunjuk untuk menangani Covid-19.
Adapun komponen pembiyaan pelayanan kesehatan yang ditanggung pemerintah, antara lain biaya administrasi pelayanan, akomodasi seperti layanan tempat tidur dan ruang isolasi, jasa dokter, pemakaian ventilator, obat-obatan, ambulans, dan kebutuhan pemulasaran jenazah. Selain itu, pasien suspek dengan atau tanpa gejala serta pasien konfirmasi Covid-19 yang melakukan rawat jalan juga biaya perawatannya dapat ditanggung pemerintah.
”Jangan sampai ada rumah sakit yang merekomendasikan perawatan di luar standar yang ditanggung pemerintah. Untuk itu, seluruh rumah sakit diimbau mengevaluasi pelayanan yang dilakukan selama ini agar sesuai dengan tata laksana Covid-19 yang telah disetujui Kementerian Kesehatan,” kata Wiku.