Layanan Kesehatan Ibu dan Anak agar Terus Berjalan
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak yang tersendat selama pandemi Covid-19 agar segera diatasi. Ini agar tak menimbulkan permasalahan kesehatan lain dan penurunan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelayanan kesehatan dasar tidak berjalan optimal selama masa pandemi Covid-19. Akibatnya, banyak ibu hamil dan anak tidak mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Sejumlah organisasi profesi pun mendesak agar pemerintah segera memperkuat pelayanan kesehatan yang masih terhenti.
Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, 83,9 persen pelayanan kesehatan dasar tidak berjalan optimal selama pandemi Covid-19. Ini terutama pada layanan di posyandu. Selain itu, per Juni 2020 tercatat, cakupan imunisasi rutin turun 35 persen. Setidaknya, 95 persen layanan imunisasi di posyandu terhenti dan 65 persen layanan imunisasi di puskesmas juga terhenti karena dampak pandemi.
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih di Jakarta, Kamis (1/10/2020), mengatakan, pemerintah perlu menyusun strategi khusus untuk memperkuat pelayanan kesehatan ibu dan anak di posyandu dan puskesmas. Meski layanan kesehatan di beberapa fasilitas kesehatan masyarakat sudah mulai berjalan, banyak masyarakat yang masih enggan datang karena khawatir tertular Covid-19.
”Di tengah situasi pandemi yang kasusnya terus meningkat, layanan kesehatan dasar jangan sampai terhenti. Pelayanan di puskesmas dan posyandu harus tetap berjalan, termasuk pemantauan kesehatan ibu hamil, imunisasi, dan pemantauan tumbuh kembang anak. Tentu dengan strategi tertentu agar terhindar dari penularan Covid-19,” tuturnya.
Menurut dia, layanan kesehatan dasar, mulai dari kesehatan ibu hamil sampai anak usia anak balita, merupakan fondasi awal untuk menentukan kualitas tumbuh kembang anak di masa depan. Jika terjadi gangguan pada masa awal kehidupan, berbagai risiko kesehatan bisa terjadi. Anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap akan rentan mengalami berbagai penyakit sehingga kualitas hidupnya akan menurun.
Ketua Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak Irawaty Manullung berpendapat, pandemi ini juga berdampak pada penurunan kualitas pangan anak. Pemantauan status kesehatan dan status gizi ibu dan anak pun terkendala. Padahal, sebelum masa pandemi, status gizi ibu hamil dan anak di Indonesia sudah mengkhawatirkan.
Setidaknya terdapat 7,3 juta anak balita pendek di Indonesia. Selain itu, 2,4 juta anak balita kurus dan 1,9 juta anak balita mengalami kegemukan. Pemantauan kesehatan selama masa kehamilan yang tidak optimal juga berpengaruh pada risiko kematian ibu dan bayi. Data 2018 atau sebelum pandemi saja tercatat ada 2.000 kematian ibu serta 5.000 kasus kematian bayi.
”Yang harus segera dilakukan saat ini adalah meningkatkan peran posyandu. Kader-kader posyandu juga perlu ditingkatkan kemampuannya, termasuk meningkatkan pengetahuan seputar Covid-19. Berbagai inovasi juga perlu dilakukan, seperti melakukan pelayanan secara mobile (bergerak),” kata Irawaty.
Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi menambahkan, layanan dasar lain yang juga terkendala akibat pandemi adalah layanan keluarga berencana dan layanan kesehatan reproduksi. Hal ini menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan.
Tanpa perencanaan, kehamilan rentan mengalami gangguan. Kondisi ini lebih mengkhawatirkan karena selama masa pandemi ini terjadi penurunan dalam pelayanan antenatal atau pelayanan pemeriksaan dalam kehamilan.
Emi mengungkapkan, pelayanan pemantauan kehamilan yang tidak baik dapat memicu kenaikan angka kehamilan dengan komplikasi. Jika hal ini tidak diperhatikan, pengawasan terhadap ibu hamil dengan risiko tinggi pun tidak dapat dilakukan dengan baik sehingga risiko kematian ibu menjadi lebih besar.
”Pelayanan dalam masa kehamilan perlu dilakukan inovasi, misalnya pelayanan dengan bantuan teknologi. Konsultasi bisa dilakukan melalui telepon ataupun video call. Namun pada kondisi tertentu, konsultasi langsung tetap disarankan dengan protokol kesehatan yang ketat,” katanya.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (Iakmi) Hermawan Saputra mengatakan, penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat semakin mendesak dilakukan. Dengan demikian, pemantauan perkembangan kesehatan ibu dan anak, pelaksanaan imunisasi, serta pemantauan gizi anak lebih bisa dijalankan.
”Layanan kesehatan sekarang perlu ditransformasi. Kader di masyarakat perlu diaktifkan kembali, mulai dari level RT hingga RW. Bisa juga dilakukan dengan sistem jemput bola. Artinya, pemantauan dilakukan dengan mendatangi masyarakat atau dengan menggunakan smartphone. Aplikasi pemantauan tumbuh kembang anak juga bisa dimanfaatkan,” katanya.