Pemeriksaan Masif di Sumbar Belum Tekan Penularan Covid-19
Penularan Covid-19 di Sumatera Barat masih terus bertambah meskipun pemeriksaan dilakukan secara masif. Rasio kasus positif dengan jumlah orang diperiksa atau ”positivity rate” cenderung meningkat.
PADANG, KOMPAS — Penularan Covid-19 di Sumatera Barat masih terus bertambah meskipun pemeriksaan dilakukan secara masif. Rasio kasus positif dengan jumlah orang diperiksa atau positivity rate cenderung meningkat. Epidemiolog menyarankan agar strategi pengendalian Covid-19 di Sumbar ditata ulang.
Angka positivity rate (PR) Covid-19 di Sumbar konsisten naik setidaknya sejak dua bulan lalu meskipun angka pemeriksaan terus ditingkatkan. Walaupun angka PR masih di bawah 5 persen, batas tertinggi ditetapkan WHO, tren peningkatan angka PR di Sumbar tak bisa diabaikan.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Selasa (29/9/2020) malam, angka PR Covid-19 di Sumbar meningkat menjadi 3,89 persen dari sehari sebelumnya 3,77 persen. Jumlah kasus pada 29 Juli bertambah 251 orang menjadi 6.175 orang dengan jumlah orang diperiksa 158.618 orang.
Pada 29 Juli 2020, angka PR Covid-19 di Sumbar masih 1,46 persen. Jumlah kasus positif Covid-19 saat itu 891 orang dengan jumlah orang diperiksa 60.719 orang. Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal, dalam laporannya menyebut, ”Sampai hari ini (angka PR Sumbar) masih terendah dan terbaik nasional.”
Baca juga: Tes Usap Berkala, 23 Pegawai Hotel Pangeran Beach Padang Positif Covid-19
Namun, pekan-pekan selanjutnya, angka PR merangkak naik. Pada 29 Agustus 2020, angka PR Sumbar mencapai 2,04 persen. Jumlah kasus positif Covid-19 melonjak menjadi 1.977 orang dengan jumlah orang diperiksa 96.965 orang.
Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Andani Eka Putra, Rabu (30/9/2020), mengatakan, jumlah sampel Covid-19 yang diperiksa di laboratorium itu sekitar 3.000-4.000 per hari dalam sebulan terakhir. Akhir-akhir ini, jumlah pemeriksaan sudah mencapai 4.000 per hari.
Angka pemeriksaan tersebut meningkat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kalau mengacu ke laporan gugus tugas, jumlah pemeriksaan per hari pada Juli 2020 berkisar ratusan hingga 2.000 orang per hari. Pada Agustus, 3.000-4.000 sampel per hari.
Peningkatan angka positivity rate terjadi karena daerah ini belum terlalu berhasil dalam mengendalikan penyebaran Covid-19.
Menurut Andani, idealnya pemeriksaan yang banyak menurunkan angka PR. Namun, yang terjadi, angka pemeriksaan meningkat, angka PR juga meningkat. ”Peningkatan angka positivity rate terjadi karena daerah ini belum terlalu berhasil dalam mengendalikan penyebaran (Covid-19),” katanya.
Salah satu pemicu meningkatnya penyebaran Covid-19 di Sumbar karena upaya isolasi pasien positif Covid-19 belum maksimal. Hampir sekitar 2.000 orang pasien Covid-19 saat ini tanpa isolasi atau isolasi mandiri dan tidak terawasi.
”Sekarang banyak yang mandiri (tempat isolasi penuh), itu yang jadi masalah. Mereka tidak terawasi,” ujar Andani. Oleh sebab itu, mekanisme isolasi perlu diperbaiki.
Tempat isolasi di daerah, kata Andani, harus diperbanyak. Ketersediaan tempat isolasi di nagari/desa/kelurahan mesti didorong. Selain itu, jumlah pemeriksaan terus diperbanyak dan pengawasan protokol kesehatan di tempat publik, misalnya rumah makan, juga diperketat. ”Kita perbaiki semua sistem itu,” kata Andani.
Tertinggi di Indonesia
Belum berhasilnya pengendalian Covid-19 di Sumbar juga tergambar dari laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Nasional, Wiku Adisasmito, Selasa (29/9/2020), mengatakan, Sumbar merupakan lima provinsi dengan tambahan kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia sepekan terakhir.
Wiku melaporkan, secara nasional, per 29 September, terjadi tambahan 16,4 persen kasus positif Covid. Sepekan terakhir tambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia 30.641 orang. Pekan sebelumnya tambahan kasus 26.314 orang.
Sebagaimana pekan lalu, Jawa Barat masih bertengger di daftar puncak daerah dengan tambahan kasus per pekan terbanyak, yaitu dari 594 kasus per pekan menjadi 1.726 kasus. Sementara itu, posisi kedua hingga kelima ditempati empat provinsi yang baru masuk daftar, yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Sumbar (dari 880 orang menjadi 1.453 orang per pekan), dan Jawa Tengah.
”Minggu lalu empat daerah ini tidak masuk daftar lima besar kenaikan kasus tertinggi. Namun, minggu ini masuk ke lima besar. Empat daerah ini mengalami kenaikan kasus signifikan. Ini perlu menjadi perhatian bersama,” kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (29/9/2020).
Baca juga: Angka Kematian di Sumbar Meningkat Signifikan, Alarm bagi Pengendalian Covid-19
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal, Rabu (30/9/2020), mengatakan, peningkatan kasus per pekan di Sumbar tidak perlu dirisaukan. Semakin banyakan tambahan kasus Covid-19 di Sumbar menandakan upaya ”menangkap” pasien positif Covid-19 semakin bagus sehingga rantai penularan dapat diputus.
”Semakin banyak ditangkap semakin bagus. Juru bicara (Satgas Covid-19) nasional kan tidak mengatakan (Sumbar lima besar tambahan kasus per pekan tertinggi) itu jelek kan. Kenapa harus risau? Karena selama ini sudah banyak yang terpapar,” kata Jasman, yang juga Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Sumbar merangkap Pejabat Sementara Bupati Solok Selatan.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Selasa (29/9/2020), melaporkan, jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 6.175 orang. Dari total kasus tersebut, 120 orang di antaranya meninggal dan 3.081 orang sembuh. Kasus terbanyak berada di Padang dengan 2.989 orang positif Covid-19, 63 orang meninggal, dan 1.661 orang sembuh.
Epidemiolog Universitas Andalas, Defriman Djafri, mengatakan, semestinya dengan meningkatnya jumlah pemeriksaan, angka PR menurun. Namun, yang terjadi malah angka pemeriksaan meningkat, angka PR meningkat. Artinya, upaya pemutusan rantai penularan belum dapat dikatakan berhasil.
Defriman melanjutkan, metode dalam mengevaluasi angka PR di Sumbar juga bermasalah. Angka PR semestinya dievaluasi dalam dua minggu terakhir, tidak dievaluasi per hari. Peningkatan kasus juga mesti dianalisis, dipilah antara yang merupakan hasil penelusuran kasus (tracing) dan yang penemuan pasif (pasive finding).
”Seharusnya, jika dalam memutus mata rantai, active case finding itu benar-benar cepat dalam menemukan kasus dalam rangkaian kasus yang ditemukan di awal. Langkah itu baru menyelamatkan. Jadi, bukan dari hasil menunggu yang ditemukan di rumah sakit atau puskesmas,” kata Defriman, yang juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.
Baca juga: 74 Pegawai Kanwil BRI Padang Positif Covid-19
Menurut Defriman, persentase kasus aktif dalam pencarian dan persentase kasus ditemukan di rumah sakit dan puskesmas karena ada gejala dan orang ke tempat pelayanan kesehatan ini seharusnya dipilah. Hal itu akan memberikan gambaran sesungguhnya, apakah peningkatan karena penemuan atau kasus yang tidak terkendali dan dapat laporan dari rumah sakit dan puskesmas.
”Itu tidak disampaikan gugus tugas ke publik. Akhirnya, terdilusi oleh angka PR. Severitas sesungguhnya di lapangan jadi tidak tergambarkan,” ujar Defriman.
Hal keliru lainnya, menurut Defriman, adalah upaya meningkatkan kapasitas pemeriksaan untuk menekan angka PR tetapi dari jalur yang salah, bukan dari komprehensif surveilans dari jejaring kontak erat yang benar. Mestinya, kata Defriman, yang dites harus benar-benar orang suspek/diduga kontak erat agar pemeriksaan tidak sia-sia.
”Makanya ada indikator, apakah 80 persen kasus yang ditemukan ini ada kaitan hubungan kluster sebelumnya? Kalau ini bisa dipastikan dari kasus yang saat ini, artinya rantai penularan dapat diidentifikasi. Baru kemudian memutus mata rantai. Kalau tidak, ya tidak jelas. Main petak umpet terus,” ujarnya.
Menata ulang
Defriman menyarankan agar Pemprov Sumbar menata ulang strategi pengendalian Covid-19. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah menguatkan peran dinas kesehatan provinsi ataupun kabupaten/kota sebagai pemimpin (leader) penanganan Covid-19. Dinas kesehatan mesti diberi kepercayaan dalam mengatur strategi secara komprehensif dengan bersinergi dengan laboratorium dan komponen lainnya.
”Sebagai contoh, di Kalimantan Selatan, juru bicara gugus tugas dari dinkes karena mereka yang paham (sedangkan di Sumbar tidak). Yang saya amati, pemda di Sumbar sibuk membahas testing (pemeriksaan), bukan pengendalian komprehensif dari hulu ke hilir. Dinkes saat ini seperti kehilangan roh karena kepala daerah tidak memberikan peran itu,” kata Defriman.
Selanjutnya, kata Defriman, strategi pengendalian harus sistematis dalam upaya deteksi (detect, test, dan treat), pelacakan kontak erat, isolasi, promosi, edukasi, dan literasi risiko Covid-19 dan protokol kesehatan, serta kesiapan sistem kesehatan. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain dan harus benar-benar diukur dengan baik dan cermat.
”Jalankan mesin birokrasi sesuai dengan bidangnya. Jangan tempatkan orang-orang yang tidak mempunyai kompetensi untuk mengatur strategi dalam pengendalian. Disinformasi akan terjadi dan ini akan memperburuk kondisi di lapangan,” ujar Defriman.
Partisipasi masyarakat juga perlu dibangun secara berkelanjutan. Hal itu sangat penting sebagai bekal ke depan. Kader kesehatan, majelis taklim, kelompok tani, kelompok tanggap bencana, dan lainnya yang sudah terorganisasi mesti diberdayakan kembali.
Terakhir adalah penilaian dan skenario yang terukur. Acara dan kegiatan besar yang sangat berisiko akan tetap diambil dan dilakukan pemerintah ke depan, misalnya pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Penilaian risiko dan skenario terburuk harus bisa diperkirakan ke depan. Kesiapan dan respons perlu direncanakan dengan baik.
”Bagaimanapun, memastikan kesiapan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan melaksanakan pesta demokrasi ini perlu dinilai secara komprehensif dan skenario strategi pengedalian juga perlu disiapkan dalam menekan laju penularan,” ujarnya.