Garda Tunggal dan Benteng Terakhir Perlawanan terhadap Covid-19
Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para tenaga medis yang telah merawat pasien Covid-19. Mereka merupakan garda terdepan dan benteng terakhir perlawanan terhadap virus korona baru itu.
Dalam panggilannya untuk menyelamatkan jiwa manusia dari Covid-19, tenaga medis berkutat di zona maut. Satu per satu berjatuhan dan tak ada yang bisa menggantikan para pekerja kemanusiaan itu.
Cerita tentang tenaga medis yang habis-habisan dalam menangani Covid-19 sudah banyak. Pandemi ini memang layaknya tsunami, meluluhlantakkan semuanya. Namun, tidak berarti setelah lebih dari setengah tahun krisis berlangsung, tenaga medis terus dibiarkan habis-habisan.
Sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah untuk membantu tugas tenaga medis. Di antaranya adalah dengan menambah Alat Perlindungan Diri (APD), menyediakan hotel untuk tempat beristirahat, dan meningkatkan kapasitas layanan rumah sakit. Insentif gaji juga diberikan.
Presiden Joko Widodo pada sejumlah kesempatan juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada para tenaga medis. Yang paling mutakhir adalah saat Presiden melakukan panggilan video dengan Faisal Rizal Matondang, Sp.P, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso di Jakarta.
Baca juga: Perhatikan Nasib Tenaga Medis
Percakapan dilakukan Selasa (22/09/2020). Video rekaman percakapan keduanya diunggah di Youtube pada akun Sekretariat Presiden, Minggu (27/09/2020). Sampai dengan pukul 15.00 WIB, video berdurasi 5 menit 7 detik itu telah ditonton lebih dari 16.000 kali.
Saya sangat menghargai, sangat mengapresiasi, apresiasi yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada dokter Faisal dan seluruh dokter di seluruh rumah sakit yang ada di negara kita, di Indonesia (Presiden Joko Widodo)
Dalam kesempatan itu, Presiden bertanya seputar kegiatan dokter dalam menangani pasien Covid-19. Presiden juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh tenaga medis di Indonesia yang telah bekerja keras menangani Covid-19.
”Saya sangat menghargai, sangat mengapresiasi, apresiasi yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada dokter Faisal dan seluruh dokter di seluruh rumah sakit yang ada di negara kita, di Indonesia. Karena saya bisa merasakan betul betapa sangat beratnya bertugas, berjuang, dalam rangka menangani pasien yang terkena Covid,” kata Presiden.
Sementara menjawab pertanyaan Presiden, Faisal mengatakan, penanganan pasien Covid-19 dilakukan sesuai arahan Kementerian kesehatan. Ini mencakup aspek pemeriksaan sekaligus perawatan dan pengobatannya.
Untuk obat dan fasilitas kesehatan di RSPI Prof Dr Sulianti Saroso, menurut Faisal, sudah tersedia. Persoalannya adalah jumlah tenaga medis yang masih kurang. ”Tenaga medis masih tetap kurang dan pasien makin bertambah,” kata Faisal.
Faisal adalah salah seorang dokter yang menangani pasien Covid-19 sejak gelombang pertama merebak di Indonesia. Saat itu, pada Februari, RSPI Prof Dr Sulianti Saroso menangani pasien yang statusnya masih terduga.
Kontak erat dengan pasien Covid-19 selama beberapa bulan membuat Faisal terinfeksi Covid-19. Setelah menjalani perawatan, dokter spesialis paru lulusan Universitas Indonesia itu pun akhirnya dinyatakan sembuh sehingga dapat kembali bertugas.
”Kemarin rontgen terakhir dan sudah di-swab. Saya dinyatakan sudah boleh bertugas. Jadi, hari ini saya baru hari pertama bertugas,” kata Faisal.
Dalam sesi komentar, seorang warganet dengan akun atas nama Dadang Bakhdim mengatakan, ”Dokter garda terdepan tenaga medis menangani virus Covid-19. Terima kasih banyak seluruh dokter yang berjuang menyehatkan pasien terkena virus Covid-19.”
Komentar lain datang dari akun atas nama Ella Rusman. Ia menyatakan, ”Masih banyak tenaga medis di Indonesia, di kota-kota dan daerah-daerah tertentu yang tidak disediakan APD dari pemerintah. Harus beli sendiri. Selamat berjuang rekan-rekan tenaga medis. Sehat selalu berjuang demi Indonesia sehat.”
Dokter garda terdepan tenaga medis menangani virus Covid-19.
Setelah enam bulan melanda Tanah Air, krisis Covid-19 masih terus bereskalasi. Situasi mutakhir menunjukkan bahwa tambahan kasus harian di Indonesia terus meroket. Belakangan, catatannya konsisten di atas 4.000 kasus per hari sehingga rekor baru pun datang silih berganti. Rekor terakhir tercatat pada 25 September, 4.823 kasus.
Akumulasi kasus sampai dengan 26 September mencapai 271.339 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 10.308 kasus dan jumlah kesembuhan sebanyak 199.403 kasus. Kasus aktif berjumlah 61.628 kasus. Akumulasi kasus di dalam negeri tersebut mencapai lebih dari tiga kali lipat jumlah kasus di daratan China yang merupakan episentrum penyebaran Covid-19 pada gelombang pertama.
Dalam tren tersebut, kebutuhan standar tenaga medis untuk menjalankan tugas kemanusiaannya sekaligus melindungi diri masih kurang. Contohnya menyangkut APD, jumlah tenaga medis, dan fasilitas layanan rumah sakit. Selain penanganan menjadi tidak optimal, kondisi ini menyebabkan tenaga medis berjatuhan karena terinfeksi Covid-19.
Data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) per 26 September 2020 menunjukkan jumlah kematian dokter Indonesia yang menangani Covid-19 sebanyak 123 orang. Sementara banyak dokter yang telah menjadi tenaga sukarelawan Covid-19 hingga 20 September 2020 terdiri dari 6.507 dokter internship, 1.050 dokter umum, 27 dokter spesialis, dan 282 dokter gigi.
Data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) per 26 September 2020 menunjukkan jumlah kematian dokter Indonesia yang menangani Covid-19 sebanyak 123 orang.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Ketua Tim Mitigasi IDI Adib Khumaidi mengatakan, terinfeksinya dokter oleh Covid-19 bisa terjadi saat melayani pasien Covid-19 atau dari tindakan medis yang ternyata belakangan diketahui pasiennya terpapar Covid-19. Selain itu, bisa pula tertular dari pelayanan nonmedis.
Berkaca pada hal itu, ia mendorong pemerintah bersikap tegas dengan menindak masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan. ”Aparat pemerintah juga diharapkan ikut memberikan contoh,” ujarnya dalam siaran pers.
Sementara itu, survei Tim Residen Bantuan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada 3-5 Agustus 2020, menemukan, dari total 13.335 dokter residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis yang diperbantukan menangani Covid-19, 978 orang terinfeksi Covid-19 dan 2 orang meninggal. Sebanyak 1.848 orang lainnya mengalami kelelahan mental.
Hal ini terjadi akibat belum optimalnya perlindungan terhadap dokter residen karena sejumlah hal. Di antaranya adalah keterbatasan APD, ketiadaan tes usap rutin, dan jam kerja berlebih.
Survei juga menemukan bahwa 31 persen dokter residen belum pernah mendapatkan tes usap dan sebanyak 62,9 persen harus menyediakan APD sendiri atau sumbangan donatur.
Survei juga menemukan bahwa 31 persen dokter residen belum pernah mendapatkan tes usap dan sebanyak 62,9 persen harus menyediakan APD sendiri atau sumbangan donatur. Ini karena kampus atau rumah sakit tempat bertugas, umumnya tidak menyediakan APD untuk mereka.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Minggu (13/9/2020), masih mengutip sumber berita yang sama, mengirim pesan khusus kepada Presiden. Ia menyampaikan keprihatinan atas meninggalnya tenaga medis karena terinfeksi Covid-19.
”Yang Mulia, Presiden Republik Indonesia. Sebagai salah seorang yang tertua di negeri ini, batin saya menjerit dan guncang membaca berita kematian para dokter yang sudah berada pada angka 115 pagi ini plus tenaga medis yang juga wafat dalam jumlah besar pula,” kata Buya mengawali pesan yang dituliskannya untuk Presiden.
Pemerintah perlu untuk lebih memperhatikan keselamatan jiwa tenaga kesehatan. Jika tidak, Indonesia akan lebih kesulitan untuk mengendalikan wabah yang sudah setengah tahun melanda Tanah Air.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu pun mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan keselamatan jiwa tenaga kesehatan. Jika tidak, Indonesia akan lebih kesulitan untuk mengendalikan wabah yang sudah setengah tahun melanda Tanah Air.
”Pak Presiden, mohon diperintahkan kepada Menteri Kesehatan dan jajarannya untuk berupaya semaksimal mungkin menolong nyawa para dokter ini. Jika begini terus, bangsa ini bisa oleng karena kematian para dokter saban hari dalam tugas kemanusiaannya di garis paling depan,” kata Buya.
Baca juga: Tenaga Kesehatan Semakin Rentan
Tenaga medis acapkali disebut garda terdepan penanganan Covid-19. Namun, kiranya lebih tepat refleksi yang diungkapkan reporter Sky News berkebangsaan Inggris, Stuart Ramsay, dalam liputannya di Kota Bergamo, Italia. Dalam laporan berjudul, ”Into The Red Zone”, ia mengatakan, ”tenaga medis bukanlah garda terdepan. Mereka adalah satu-satunya garda”.
Bahkan, kalau boleh ditambah, tenaga medis bukan hanya satu-satunya garda, tetapi juga benteng terakhir penanganan Covid-19. Tak ada yang bisa menggantikan peran garda maupun benteng terakhir tersebut dalam membantu manusia dalam pertempuran hidup-mati melawan Covid-19.
Hal yang bisa dilakukan pemerintah dan seluruh masyarakat adalah membantu mereka yang sudah kewalahan itu. Salah satunya adalah mengurangi atau bahkan menghentikan penularan Covid-19.
Ironisnya, sejumlah kebijakan pemerintah justru kontraproduktif terhadap ikhtiar itu. Salah satunya adalah bersikukuh menggelar pemilihan umum kepala daerah serentak di 270 daerah pada 9 Desember 2020 saat krisis Covid-19 masih bereskalasi. Hal ini tidak saja menambah potensi penyebaran Covid-19 secara struktural, tetapi juga memecah sumber daya manusia dan uang yang sangat dibutuhkan untuk menangani Covid-19.
Jika jumlah kasus Covid-19 terus memuncak, satu-satunya garda itu sudah pasti akan jatuh. Jika penyebaran Covid-19 tak terbendung, benteng terakhir itu pun sudah pasti juga akan ambruk. Jangan bicara Indonesia Maju kalau garda dan benteng itu jatuh dan ambruk.