Di tengah fokus perhatian dunia terhadap penanganan pandemi Covid-19, aspek kesehatan perempuan, khususnya kesehatan reproduksi terabaikan. Padahal, kesehatan perempuan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Suasana pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang yang diberikan oleh petugas BKKBN bagi warga distrik Arso, Selasa (19/12/2019), di Posyandu Bina Ria Sejahtera Arso VII, Kabupaten Keerom, Papua.
Situasi pandemi Covid-19 membuat layanan kesehatan reproduksi bagi perempuan terganggu di seluruh dunia. Padahal, beban pekerjaan dan tekanan yang dihadapi perempuan selama pandemi meningkat. Karena itu, di tengah fokus perhatian dunia dalam penanganan penyakit yang disebabkan virus korona baru itu, urusan kesehatan perempuan seharusnya tak terabaikan.
Bagi banyak perempuan, urusan suami, anak, orangtua, bahkan komunitas berada dalam prioritas tertinggi melebihi kebutuhan dan kepentingan akan diri mereka. Bahkan, seringkali mereka mengabaikan kesehatannya demi melihat orang-orang di sekitarnya bahagia dan tercukupi kebutuhannya. Namun tanpa mereka sadari, tindakan mulia itu bisa berakibat fatal.
"Penting bagi perempuan menjaga kesehatan mereka agar bisa menjaga kesehatan dan kesejahteraan orang-orang disekitarnya," kata Georgette Tan, Presiden United Women Singapore dalam Forum Virtual untuk Kesehatan Perempuan, Pemberdayaan dan Perkembangannya yang diselenggarakan dari Singapura, Jumat (25/9/2020).
Salah satu aspek kesehatan perempuan yang terganggu layanannya akibat pandemi adalah kesehatan reproduksi. Akses perempuan untuk mendapat layanan kontrasepsi terganggu karena perempuan khawatir pergi ke fasilitas kesehatan, layanan tenaga dan fasilitas kesehatan dibatasi, hingga pembatasan perjalanan untuk mencegah penularan Covid-19.
Penting bagi perempuan menjaga kesehatan mereka agar bisa menjaga kesehatan dan kesejahteraan orang-orang disekitarnya.
Kondisi itu memberi dampak paling besar pada perempuan di negara berpendapatan menengah-bawah. Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) pada April 2020 menyebut, jika pembatasan wilayah berlangsung enam bulan saja, akan ada 47 juta perempuan di 114 negara menengah-bawah tidak bisa mengakses kontrasepsi modern. Situasi itu bisa memicu terjadinya 7 juta kehamilan tidak diinginkan.
Turunnya layanan kontrasepsi modern itu juga terjadi di Indonesia. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut ada 22,5 juta layanan kontrasepsi selama Januari-Juli 2020. Penurunan layanan terbesar terjadi pada April 2020 sebesar 5,7 persen dibanding layanan pada Februari 2020 atau bulan terakhir sebelum pandemi berlangsung di Indonesia pada awal Maret 2020. Turunnya layanan itu diperkirakan akan meningkatkan jumlah kelahiran di Indonesia sekitar 500.000 bayi di tahun depan.
"Pandemi Covid-19 membuat layanan kontrasepsi di negara menengah-bawah di Asia Pasifik makin mundur," tambah Deputi Direktur Strategi Negara dan Perwakilan Wilayah Asia Selatan dan Timur, Population Council, Ashish Bajracharya.
Dorong kerja sama
Di tengah mundurnya layanan kontrasepsi itu, maka dalam peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia yang dirayakan tiap tanggal 26 September tersebut, inovasi layanan kesehatan reproduksi perlu terus didorong. Kerja bersama berbagai pihak pun perlu terus didorong karena pemerintah saja tidak akan mampu menyelesaikan persoalan ini sendiri.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan kesehatan reproduksi adalah hak setiap perempuan. Karena itu, pemerintah harus menjamin terpenuhinya hak tersebut. Untuk itu, BKKBN melakukan sejumlah terobosan guna meningkatkan layanan kontrasepsi selama pandemi, mulai dari pemberian bantuan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan pemberi layanan kontrasepsi hingga penyelenggaraan pemasangan kontrasepsi massal bagi 1,4 juta akseptor pada peringatan Hari Keluarga Nasional, Juni 2020.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Suasana pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang yang diberikan oleh petugas BKKBN bagi warga distrik Arso, Selasa (19/12/2019), di Posyandu Bina Ria Sejahtera Arso VII, Kabupaten Keerom, Papua.
Selain itu, 24.000 penyuluh lapangan KB tetap memberikan layanan informasi seputar kesehatan reproduksi serta mengingatkan akseptor agar tidak sampai mengalami putus pakai penggunaan kontrasepsi. Berbagai upaya itu diharapkan mampu menekan terjadinya kehamilan tidak diinginkan yang akan berdampak panjang pada kesehatan dan produktivitas bangsa di masa depan.
Kehamilan tak diinginkan akan meningkatkan risiko kematian ibu maupun kematian bayi lahir, aborsi tidak aman, hingga malnutrisi ibu hamil maupun janin yang dikandungnya. Anak yang dilahirkan pun berpeluang mengalami gangguan tumbuh kembang karena kurangnya perhatian dari kedua orangtua serta bisa memicu tengkes yang akan meningkatkan risiko kesehatan dan rendahnya produktivitas mereka saat dewasa.
Sama seperti di negara lain, Indonesia mengembangkan sistem telekonseling layanan kesehatan reproduksi menggunakan media sosial. Metode ini umumnya berkembang di perkotaan atau daerah yang menjadi pusat penyebaran Covid-19. Model layanan ini mendapat respon positif dari kaum perempuan karena membuat layanan bisa lebih bersifat personal, terhindar dari antrean layanan yang panjang hingga waktu layanan yang lebih fleksibel.
Kontrasepsi pilihan
Sementara itu, dalam peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia di Jakarta, Jumat (25/9/2020), Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan kontrasepsi suntik dan pil masih menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia. Sekitar 70 persen akseptor KB di Indonesia memilih kedua jenis kontrasepsi tersebut. Prosesnya yang mudah, tanpa memerlukan operasi kecil, menjadikan suntik dan pil KB sebagai alat kontrasepsi modern paling digemari.
Data layanan kontrasepsi BKKBN selama Januari-Juli 2020 menunjukkan hal sama. Dari 22,5 juta layanan kontrasepsi yang diberikan BKKBN, sebanyak 54 persen berupa layanan kontrasepsi suntik dan 39 persen berupa pil KB. Sisanya adalah berbagai metode kontrasepsi lain seperti kondom atau metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), seperti implan (susuk),
intrauterine device (IUD) atau spiral, serta metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi dan metode operasi pria (MOP) atau vasektomi.
SINGLECARE.COM
Aneka pilihan alat kontrasepsi
"Minat pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang rendah karena proses pemasangannya lebih sulit, lebih lama dan hanya bisa dilakukan oleh pertugas yang sudah terlatih," kata Dwi. Selain itu, suntik dan pil dianggap lebih cepat memulihkan kesuburan, khususnya bagi pasangan usia subur yang masih ingin memiliki anak.
Selain itu, kesalahpahaman informasi maupun ketakutan terhadap dampak penggunaan alat kontrasepsi modern membuat banyak perempuan terdidik di perkotaan lebih menggunakan kontrasepsi tradisonal, seperti sistem kalender. Namun, keberhasilan metode ini membutuhkan ketelitian tinggi dari penggunanya. Karena itu, metode tradisional yang punya risiko kegagalan amat besar itu diyakini tidak cocok bagi kelompok masyarakat berpendidikan rendah.
"BKKBN tidak mempermasalahkan apapun pilihan metode kontrasepsinya, asalkan tidak putus pakai," kata Dwi.
Untuk mendorong makin banyak masyarakat yang menggunakan kontrasepsi modern, maka inovasi alat kontrasepsi perlu terus dikembangkan. Terlebih, separuh akseptor KB di Indonesia merupakan peserta mandiri alias membayar sendiri. Dengan demikian, masyarakat bisa memilih metode kontrasepsi apa yang paling cocok dan terbaik bagi mereka.
Untuk pil KB, saat ini sudah dikembangkan ragam pil yang tidak hanya berfungsi sebagai alat kontrasepsi, namun pil KB yang sekaligus bisa menekan munculnya jerawat maupun mencegah kenaikan berat badan. Ada pula pil KB dengan progestin untuk perempuan yang baru melahirkan hingga tidak mengganggu proses menyusui mereka. Selain itu, ada juga pil KB jangka panjang yang bisa dikonsumsi hingga 5 tahun.
"Inovasi tersebut dikembangkan dengan fokus pada kesehatan perempuan," kata Presiden Direktur PT Bayer Indonesia Angel Michael Evangelista, salah satu produsen pil KB di Indonesia.
Berbagai inovasi layanan dan alat kontrasepsi modern itu diharapkan akan meningkatkan mutu kesehatan dan kesejahteraan perempuan, terlebih di saat pandemi ini. Hanya dari perempuan yang sehatlah, generasi bangsa berkualitas bisa didapat. Demikian pula, kesejahteraan negara tak mungkin bisa dicapai tanpa ada kesejahteraan bagi kaum perempuannya.