Dokter-dokter residen yang diperbantukan dalam penanganan Covid-19 agar juga dilindungi secara penuh. Keberadaan mereka penting dalam penanganan pandemi di tengah keterbatasan tenaga kesehatan.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Saat ini sejumlah 978 peserta program pendidikan dokter spesialis atau PPDS yang diperbantukan menangani Covid-19 terkonfirmasi positif penyakit tersebut, dua di antaranya meninggal dunia, dan 1.848 orang kelelahan mental. Ini karena perlindungan kepada mereka belum maksimal seperti keterbatasan alat perlindungan diri, ketiadaan tes usap rutin, dan jam kerja berlebih.
Berbagai persoalan ini terungkap dalam survei yang dilakukan Tim Residen Bantuan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Hasil kajian dipresentasikan secara daring ke Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo, Kamis (24/9). Sedangkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, yang juga diundang tidak datang.
Saat membuka diskusi, Doni menyampaikan terimakasih kepada dokter, termasuk para residen, baik yang masih bertugas maupun yang telah meninggal selama Covid-19. "Sejak awal, kami di satgas berupaya memenuhi kebutuhan kepada dokter, termasuk (dokter) residen yang bertugas di rumah sakit tipe A. Termasuk APD (alat pelindung diri) dan tes usap. Tentunya kita harus selalu meningkatkan kapasitas tes, terutama bagi kelompok berisiko tinggi, seperti dokter dan residen," kata dia.
Doni mengatakan, jumlah dokter di Indonesia kurang dari 200.000 orang, untuk melayani 270 juta penduduk Indonesia. Sementara dokter spesialis kurang dari 36.000 orang. Jumlah dokter spesialis paru kurang dari 2.000 orang yang berarti satu dokter paru melayani 135.000 masyarakat.
"Jika hari ini, ada 13.335 dokter residen calon spesialis ini sangat membanggakan kita, walaupun belum selesai pendidikan, jasa mereka telah terbukti, karena sebagian besar mengisi di sejumlah dokter rumah sakit pendidikan," kata dia.
Koordinator Tim Bantuan Residen-Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Jagaditho Prabokusumo, yang mempresentasikan hasil survei menyebutkan, survei ini diisi oleh 7.285 dokter residen dari total 13.335 dokter residen di 17 dari 18 universitas negeri di Indonesia, pada 3 - 5 Agustus. "Di sini kami tidak menyalahkan siapa-siapa dan mencari kambing hitam, tetapi mencari solusi dari masalah yang dihadapi para residen," kata dia.
Dokter residen, menurut Jagadhito, merupakan tulang punggung utama rumah sakit tipe A, seperti RS Cipto Mangungkusumo. Secara fungsi pendidikan PPDS dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan secara fungsi pelayanan di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). "Saat era normal, memiliki peran pendidikan dan pelayanan, namun di masa pandemi lebih banyak pelayanan," sebut dia.
Survei ini dilakukan untuk mengetahui kondisi residen di Indonesia. Dalam survei ditemukan, sebanyak 31 persen PPDS belum pernah mendapatkan tes usap reaksi rantai polimerase (PCR) dan sebanyak 62,9 persen harus menyediakan alat perlindungan diri (APD) sendiri atau sumbangan donatur. Ini karena APD kebanyakan tidak disediakan kampus atau rumah sakit tempat bertugas.
Survei juga menemukan 423 PPDS yang postif Covid-19. Sedangkan data hingga 21 September, sudah ada 978 orang dari 13.335 PPDS yang positif Covid-19. Dua di antaranya meninggal dunia, dan dua lainnya saat ini dalam kondisi kritis.
Direktur Jenderal Dikti, Kemendikbud Prof Nizam, yang dikonfirmasi Jumat (25/9) mengatakan, sejak awal Dikti peduli dengan isu kesehatan mahasiswa residen. "Dari anggaran Dikti juga telah diupayakan pengadaan APD di awal-awal pandemi. Setelah terbentuk gugus tugas, pengadaan APD di bawah mereka," kata dia.
Menurut Nizam, pihaknya sudah mengeluarkan surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kepada peguruan tinggi agar memperhatikan kesehatan dan keselamatan residen, selain keringanan uang kuliah, serta dukungan lain. "Untuk mengetahui kondisi lapangan, saya meminta adik-adik residen melakukan kajian dan hasilnya diharapkan bisa ditindaklanjuti Kemendikbud, Kemenkes, dan terutama Satgas Covid-19," kata dia.
Kelelahan Mental
Berdasarkan survei ini, surat edaran ini belum sepenuhnya dijalankan oleh perguruan tinggi yang memiliki program studi spesialis ini. Selain persoalan APD dan tes usap, survei juga menemukan sebanyak 25,9 persen PPDS mengalami kelelahan mental atau burnout dan 16,8 persen cenderung mengalami depresi. Sementara itu, insentif yang dijanjikan belum semuanya mendapatkan.
Dalam rekomendasinya, tim survei meminta agar setiap institusi pendidikan mendata komorbid atau penyakit penyerta bawaan pada masing-masing dokter PPDS. Bagi mereka yang punya komorbid agar tidak diterjunkan dalam penanganan Covid-19. Rekomendasi lain, perlu ada peraturan tertulis tentang jumlah jam jaga dan rotasi harian dengan jam istirahat yang jelas.
Koordinator Forum Komunikasi Residen PPDS Universitas Sam Ratulangi, Manado Jacob Pajan mengharapkan semua pemerintah menindaklanjuti rekomendasi tim survei, di antaranya tes usap PCR massal dan berkala. Para PPDS juga mengharapkan adanya keringatan uang kuliah selama pandemi. "Setelah ada surat edaran menteri, dari 9 program studi di kampus kami, ada 7 yang sudah mendapat keringanan. Dua lagi tinggal menunggu," kata dia.
Kami bertugas sejak pasien datang sampai pulang. Banyak residen yang melengkapi sendiri APD ataupun dari donatur.(Jacob Pajan)
Sedangkan untuk APD sampai saat ini, menurut Jacob, di rumah sakitnya hanya disediakan untuk petugas di ruang isolasi. "Padahal, kami bertugas sejak pasien datang sampai pulang. Banyak residen yang melengkapi sendiri APD ataupun dari donatur. Selain itu, yang juga penting adalah pendampingan psikis untuk rekan-rekan," kata dia.
Ketua Forum Komunikasi PPDS Universitas Padjajaran Bandung Mochamad Sri Arya Heriawan, mengharapkan adanya tes usap rutin kepada para dokter residen yang melakukan pelayanan di rumah sakit, selain adanya pengaturan jadwal yang je;as. "Selama ini di tempat kami, tes usap hanya kalau ada yang kejadian khusus. Untuk di Unpad, dari dari 1.200 yang diajukan mendapat insentif, tinggal 77 yang belum dapat," kata dia.