Diabetes melitus mengancam anak-anak. Jika tidak segera diatasi, anak dengan diabetes melitus bisa mengalami komplikasi penyakit seperti ketoasidosis diabetikum.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak dengan diabetes melitus perlu pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit seperti ketoasidosis diabetikum. Jika tidak terdeteksi sejak dini dan terlambat mendapatkan terapi yang tepat, risiko perburukan bisa terjadi, bahkan bisa berakibat fatal.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan mengatakan, ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi serius yang dapat mengancam nyawa anak dengan diabetes melitus. Deteksi dini sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko dari komplikasi tersebut.
”Komplikasi KAD (ketoasidosis diabetikum) perlu diwaspadai pada anak dengan diabetes berusia kurang dari tiga tahun. Pada usia ini secara signifikan lebih mungkin datang dengan KAD ketika didiagnosis,” tuturnya di Jakarta, Jumat (18/9/2020).
Orangtua yang memiliki anak dengan diabetes melitus perlu lebih memperhatikan kondisi kesehatan anaknya. Apabila muncul gejala, anak perlu segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Gejala itu meliputi, antara lain, lelah berkepanjangan, nyeri perut, mual dan muntah, penurunan berat badan tanpa sebab, demam, banyak minum, banyak buang air kecil, serta pandangan kabur.
Menurut Aman, deteksi serta terapi yang tepat sejak dini pada anak yang mengalami ketoasidosis diabetikum sangat penting untuk mencegah terjadinya perburukan. Kondisi KAD yang tidak segera ditangani bisa memicu edema serebri atau pembengkakan akibat penumpukan cairan pada jaringan otak.
Tingkat kematian atau mortalitas pada anak dengan komplikasi KAD mencapai 0,15 persen sampai 0,30 persen. Sementara mortalitas atau tingkat kematian pada anak dengan edema serebri 60-90 persen. Selain itu, 10-25 persen dari jumlah total anak dengan edema serebri memiliki morbiditas atau angka kesakitan yang signifikan.
Pedoman tata laksana
”Pedoman tata laksana KAD sangat penting diterapkan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk. Di masa pandemi ini, tata laksana harus dilakukan lebih serius dengan protokol Covid-19 yang baik dan benar,” ucap Aman.
Anggota Unit Kelompok Kerja Endokrinologi IDAI, Vivekenanda Pateda, menambahkan, tata laksana pada KAD perlu memperhatikan pemeriksaan dan penilaian awal dari kondisi pasien. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengatasi shock ataupun dehidrasi. Pastikan pasien segera diberikan terapi cairan berupa natrium klorida atau ringer laktat ketika mengalami shock.
Selanjutnya, terapi insulin bisa diberikan kepada pasien. Jika kadar kalium pada pasien normal, kalium bisa diberikan setelah terapi cairan bersamaan dengan terapi insulin. Namun, jika terjadi hipokalemia atau kekurangan kalium, pemberian kalium dilakukan bersamaan dengan terapi cairan dan diberikan sebelum terapi insulin.
”Monitoring ketat diperlukan pada setiap pasien KAD. Petugas kesehatan harus memantau setiap jam terkait tanda vital, kadar cairan pasien, dan EKG (pemeriksaan jantung dengan elektrokardiogram). Sementara setiap empat jam juga perlu dipantau kebutuhan elektrolit dan analisis gas darah pasien,” kata Vivekenanda.
Diabetes dan Covid-19
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Agustini Utari, menambahkan, anak dengan diabetes melitus berisiko tinggi terinfeksi berbagai sumber penyakit. Selain itu, anak dengan diabetes berisiko mengalami kegawatan ketika terinfeksi suatu penyakit.
”Meskipun belum ada bukti dan data yang cukup terkait risiko Covid-19 pada anak dengan diabetes melitus, kewaspadaan ini tetap harus ditingkatkan. Dari data, sebanyak 77 persen anak dengan DM (diabetes melitus) tipe 1 dan 23 persen anak dengan DM tipe 2 lebih sering mengalami infeksi saluran napas,” tuturnya.
Karena itu, penanganan diabetes melitus pada anak harus dilakukan sesuai standar. Hal ini untuk mengurangi risiko kegawatan dan menghindari anak dibawa ke rumah sakit. Pemantauan gula darah juga perlu dilakukan lebih sering, terutama ketika anak sedang demam dan sakit.
”Orangtua juga perlu memastikan agar jangan pernah menghentikan pemberian insulin, khususnya pada anak dengan DM tipe 1. Untuk sementara optimalkan penggunaan telemedicine atau konsultasi secara daring dengan dokter jika ada gangguan kesehatan pada anak,” kata Agustini.