Perlindungan spesifik dan pengasuhan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus mutlak diperlukan. Peran orangtua menjadi kunci agar mereka tumbuh kembang secara optimal.
Oleh
TIm Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan perlindungan spesifik agar tumbuh kembang secara optimal. Selain keluarga dan orangtua sebagai kekuatan utama pengasuhan dan perlindungan anak, negara mesti menjamin hak-hak anak berkebutuhan khusus, khususnya dalam mengakses layanan pendidikan dan kesehatan.
Ketergantungan anak berkebutuhan khusus (ABK) pada orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhannya, termasuk mobilitas dan komunikasi, membuat mereka kesulitan mendapat perawatan di rumah sakit seperti dialami tiga siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Dwituna Rawinala, Jakarta, yang positif Covid-19. ”Kami akhirnya membuat ruang kelas sebagai tempat perawatan mereka,” kata Kepala SLB Dwituna Rawinala, Budi Prasojo, Senin (14/9/2020), di Jakarta.
Dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Bernie Endyarni Medise, menuturkan, ABK makin terbatas mengakses layanan kesehatan. Sejumlah layanan terapi kini ditutup karena sumber daya terbatas di masa pandemi maupun menjaga jarak waktu antarpasien.
Untuk itu, sejumlah layanan dilakukan secara daring. Orangtua bisa melakukan konsultasi melalui telepon. Meski begitu, layanan ini tetap memiliki keterbatasan, terutama untuk layanan terapi yang memerlukan tatap muka secara langsung.
Akses pendidikan
Pembelajaran pun terkendala selama pandemi seperti terjadi di sekolah khusus anak disabilitas. Karena itu, SLB di Kota Bandung, Jawa Barat, mengombinasikan sistem daring dan tatap muka. Selain menyampaikan materi belajar melalui aplikasi, guru juga mengunjungi rumah siswa. ”Tidak semua siswa bisa mengikuti belajar daring,” ujar pendiri SLB ABCD Caringin, Tatang.
”Yang kami lakukan adalah melalui program guru kunjung ke rumah sehingga anak tetap mendapatkan hak untuk belajar. Tentunya tetap memperhatikan protokol kesehatan. Jadi, gurunya yang harus datang ke rumah secara berkala,” ujar Budi Prasojo, Kepala SLB Ganda Rawinala, Jakarta.
Saat pembelajaran jarak jauh berlangsung, para guru memberikan pembelajaran terhadap ABK sekaligus memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada orangtua atau pendamping. Para guru harus mempersiapkan orangtua untuk mendampingi anak dalam pembelajaran di rumah.
Ketua Yayasan Peduli Kasih Anak Berkebutuhan Khusus Sawitri Retno Hadiati menceritakan, sejak tiga tahun lalu, yayasan mengembangkan wirausaha sosial bernama Kara Hita. Kara Hita memasarkan produk makanan buatan orangtua dan anaknya berkebutuhan khusus. Tujuan pendirian Kara Hita adalah mengajak keluarga tetap berdaya.
Agar tetap berdaya, pihak yayasan terus menggelar praktik kebisaan dan ketertarikan anak berkebutuhan khusus selama pandemi Covid-19. Praktik ini dikerjakan bersama antara orangtua dan anak berkebutuhan khusus. Harapannya, selama pandemi, mereka memiliki karya. Dia mencontohkan tas anyaman yang diberi pita bergambar.
Peran orangtua
Untuk mengoptimalkan pengasuhan, orangtua dari ABK berperan penting menggantikan peran guru dan terapis seiring penutupan sementara sekolah dan klinik terapi akibat pandemi Covid-19. Untuk itu, sejumlah orangtua ABK berbagi pengalaman dalam komunitas, salah satunya Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Disabilitas (FKKADD) Kota Bandung.
”Kami rutin melakukan konseling agar orangtua mandiri mengasuh anaknya,” ujar Nur Hasanah, Ketua FKKADD Kota Bandung, Senin (14/9/2020). Di masa pandemi Covid-19, anak berkebutuhan khusus lebih mudah emosi karena pembelajaran dan terapi terhenti.
Tata Sudrajat, Deputy Chief of Program Impact and Polucy, Save the Children Indonesia, mengungkapkan, pengasuhan ABK berbasis keluarga sangat penting, terutama di masa pandemi Covid-19, sebagai basis tumbuh kembang anak. Otak ABK berkembang karena basis interaksi dengan orangtua.
”Masalah utama ABK ada di penerimaan. Jika orangtua tak menerima keadaan anaknya penyandang disabilitas, terjadi penelantaran, pengabaian, pengurungan, dan isolasi. Jika orangtua bisa menerima, itu membantu anak untuk tumbuh kembang yang baik,” ujarnya.
Masalah utama ABK ada di penerimaan. Jika orangtua tak menerima keadaan anaknya penyandang disabilitas, terjadi penelantaran, pengabaian, pengurungan, dan isolasi.
Ketua Satuan Tugas Ikatan Psikolog Klinis Indonesia untuk Penanggulangan Covid-19 Annelia Sari Sani Anne menilai, peran orangtua sangat penting untuk menangani ABK. Karena itu, pemerintah harus segera menerbitkan modul khusus untuk peningkatan kapasitas orangtua dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusus.
”Jika kondisi ini tidak diatasi secara cepat dan serius, bangsa kita bisa mengalami lost generation (kehilangan satu generasi). Kerugiannya akan jauh lebih besar di masa depan. Dampak pandemi bisa memengaruhi kesehatan mental anak dalam jangka panjang jika tidak diantisipasi sejak dini,” ujarnya.
Sejauh ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menyampaikan rekomendasi kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk melengkapi protokol perlindungan anak, termasuk anak penyandang disabilitas dalam masa pandemi Covid-19.
Terkait penanganan ABK, Kementerian PPPA berpedoman pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas. ”Implementasinya masih menjadi pekerjaan bersama karena isu penyandang disabilitas perlu koordinasi dengan berbagai pihak,” kata Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA Nahar.
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Eva Rahmi Kasim menambahkan, Kemensos mengeluarkan surat edaran kepada dinas sosial, lembaga kesejahteraan sosial balai, panti, dan pendamping tentang pedoman layanan rehabilitasi sosial sesuai protokol kesehatan.
Menurut Direktur Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Erna Mulati, pelayanan rutin bagi ABK telah dilakukan pengaturan, antara lain menerapkan pendaftaran daring, temu janji, dan konseling daring. Sejumlah layanan melalui kunjungan rumah ataupun mekanisme lain. (IKA/SON/MED/TAN/TAM)