Timbulkan Reaksi Berbahaya, Uji Klinis Vaksin Covid-19 Buatan Oxford dan AstraZeneca Dihentikan Sementara
Salah seorang partisipan uji klinis untuk calon vaksin yang dikembangkan oleh University of Oxford dan perusahaan farmasi AstraZeneca disebut mengalami keluhan yang buruk dan berbahaya.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uji klinis fase ketiga yang digelar oleh University of Oxford dan perusahaan farmasi AstraZeneca dihentikan sementara setelah reaksi berbahaya muncul dari salah satu sukarelawan yang berpartisipasi dalam studi ini. Penghentian sementara ini disampaikan oleh AstraZeneca melalui keterangan yang pertama kali diterima oleh STATNews, media khusus kesehatan Amerika Serikat, Rabu (9/9/2020) pagi waktu Indonesia.
Dalam keterangan itu, proses perekrutan partisipan dan vaksinasi dihentikan sementara karena ditemukan reaksi yang negatif pada partisipan.
”Kami menghentikan sementara proses vaksinasi guna mempersilakan komite independen memeriksa kembali rekaman data keamanan vaksin,” demikian bunyi keterangan tertulis dari AstraZeneca.
AstraZeneca mengatakan, pihaknya saat ini sedang menginvestigasi penyebab reaksi tersebut dan kaitannya dengan calon vaksin yang mereka kembangkan. Perusahaan farmasi itu memastikan bahwa ini adalah kejadian lazim dalam proses uji klinik vaksin skala besar.
University of Oxford yang menjadi partner kerja sama pengembangan vaksin ini juga menyatakan hal yang senada bahwa ada kemungkinan kemunculan reaksi buruk dalam uji klinis skala besar.
”Dalam uji klinis skala besar, kemungkinan reaksi buruk atau penyakit akan selalu ada. Namun, kami memastikan bahwa kejadian ini akan diperiksa secara independen untuk menjaga integritas uji klinis,” kata seorang juru bicara University of Oxford kepada BBC.
Perusahaan farmasi itu memastikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menjaga keamanan dari para partisipannya dan terus menjaga standar perilaku tertinggi dalam uji klinis yang digelarnya.
Secara terpisah, virolog Columbia University, AS, Angela Rasmussen, mengatakan, ini adalah bukti penting mengapa uji klinis fase ketiga dibutuhkan sebelum sebuah vaksin mendapat persetujuan untuk digunakan oleh publik.
Rasmussen mengatakan, penghentian sementara semacam ini adalah hal yang lumrah jika ditemukan reaksi berbahaya yang tak terduga yang dialami oleh partisipan.
”Reaksi berbahaya itu bisa saja tidak berkaitan dengan vaksin tersebut. Namun, ini adalah pentingnya mengapa uji klinis dibutuhkan sebelum vaksin dibagikan kepada masyarakat,” kata Rasmussen melalui laman Twitter-nya.
Saat ini, calon vaksin yang dikembangkan AstraZeneca dan Oxford sedang diuji klinis di sejumlah negara, yakni Inggris, India, Brasil, Afrika Selatan, dan AS. Menurut rencana, total 30.000 partisipan dibutuhkan dalam uji klinis ini.
Pada Agustus lalu, Uni Eropa sepakat untuk mendapatkan 400 juta dosis vaksin dari AstraZeneca jika uji klinis menunjukkan hasil yang positif.
Berdasarkan laporan New York Times, reaksi berbahaya yang muncul pada salah seorang sukarelawan adalah transverse myelitis atau peradangan pada tulang belakang. Gangguan ini berdampak pada sistem saraf penderitanya.
Berdasarkan informasi National Institute of Health (NIH) AS, keluhan yang biasa ditemui oleh penderita transverse myelitis adalah kelumpuhan pada lengan dan kaki, nyeri di bagian punggung, hingga disfungsi pencernaan.