Pengembangan bibit vaksin Merah Putih oleh konsorsium dalam negeri sudah 50 persen. Adapun produksi vaksin secara massal menurut rencana dimulai pada triwulan IV-2021.
Oleh
FX LAKSANA AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksin Covid-19 buatan konsorsium dalam negeri baru akan mulai diproduksi pada triwulan IV-2021. Sementara komitmen pengadaan vaksin dari luar negeri yang sejauh ini telah diperoleh pemerintah baru untuk kebutuhan 165 juta jiwa penduduk Indonesia. Artinya, Indonesia masih kekurangan vaksin untuk kebutuhan 103,58 juta jiwa penduduk.
”Presiden memberikan arahan agar tim segera bekerja cepat, terutama untuk pengembangan bibit vaksin Merah-Putih di mana bibit vaksin itu diteliti dan dikembangkan oleh institusi di dalam negeri,” kata Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro selaku Ketua Penanggung Jawab Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19 kepada pers seusai menghadap Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/9/2020).
Mendampingi Presiden dalam pertemuan itu adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri BUMN Erick Thohir selaku Wakil Ketua Penanggung Jawab Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19.
Sementara hadir bersama Bambang adalah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Ketua Pelaksana Harian Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19 Ali Ghufron, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandrio, serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny K Lukito.
Sebelumnya, Presiden telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19 yang ditandatangani Presiden per 3 September. Tim yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden tersebut dibentuk dengan tujuan utama mempercepat pengembangan vaksin Covid-19 di Indonesia.
Dalam pertemuan dengan Presiden, Bambang melaporkan perkembangan pengembangan vaksin Merah Putih, yakni vaksin yang dikembangkan oleh konsorsium yang dibentuk pemerintah di dalam negeri. Di antaranya Eijkman Institute sebagai salah satu anggota konsorsium sudah mulai mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform protein rekombinan. Saat ini prosesnya sudah mencapai 50 persen dari tugas pengembangan bibit vaksin di laboratorium.
Targetnya, uji bibit vaksin pada hewan sudah bisa diselesaikan akhir tahun ini. Dengan begitu, Eijkman sudah bisa menyerahkan bibit vaksin Covid-19 ke PT Bio Farma pada Januari tahun depan untuk formulasi dan produksi guna uji klinis tahap 1-3.
”Setelah uji klinis selesai dan BPOM menyatakan vaksin aman digunakan dan cocok menjaga daya tahan tubuh terhadap Covid-19, akan dilakukan produksi massal oleh PT Bio Farma. Perkiraannya, pada triwulan IV-2021, kita bisa memproduksi dalam jumlah besar. Nantinya akan melengkapi vaksin yang awalnya akan didatangkan dari kerja sama pihak luar, terutama Sinovac dan G42 UAE. Harapannya proses vaksinasi nanti bisa segera dikerjakan,” kata Bambang.
Bambang juga menambahkan bahwa bibit vaksin yang dikembangkan untuk vaksin Merah Putih menggunakan isolat virus Covid-19 yang beredar di Indonesia. Harapannya, vaksin Merah Putih cocok dan efektif membentuk kekebalan tubuh masyarakat Indonesia terhadap Covid-19.
Guna menunjang produksinya, konsorsium juga akan mengundang beberapa perusahaan farmasi swasta. Ini perlu untuk menambah kapasitas produksi dalam negeri selain PT Bio Farma yang ditargetkan memproduksi 250 juta dosis pada tahun depan.
”Sejauh ini ada tiga perusahaan yang potensial. Namun, mereka harus segera urus izin ke BPOM dan menyiapkan line of production khusus untuk vaksin Covid-19. Dengan tambahan ini, kita harapkan Indonesia punya kemandirian dalam pengembangan dan penyediaan vaksin,” kata Bambang.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir dalam Kompas Collaboration Forum (KCF), Jumat (4/9/2020), menyatakan, pemerintah agresif mencari komitmen pengadaan vaksin ke berbagai pihak di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dalam negeri.
Sejauh ini pemerintah telah memperoleh komitmen dari Sinovac (perusahaan biofarmasi asal Tiongkok) dan G42 UAE (perusahaan teknologi di Abu Dhabi) sebanyak 330 juta ampul untuk 2020 dan 2021.
Jika satu orang membutuhkan dua ampul, komitmen tersebut baru bisa memenuhi kebutuhan 165 juta jiwa penduduk Indonesia. Sementara total penduduk Indonesia mencapai 268,58 juta jiwa. Artinya, Indonesia masih kekurangan vaksin untuk kebutuhan 103,58 juta jiwa penduduk atau sebanyak 207,17 juta ampul.
Namun, Erick menekankan bahwa komitmen yang telah diperoleh itu tetap harus disyukuri karena kapasitas produksi vaksin dunia untuk 2020-2022 pun masih kurang. Kebutuhan dunia terhadap vaksin Covid-19 untuk 2-3 tahun ke depan, merujuk WHO, sekitar 16 miliar vaksin. Adapun kapasitas total dunia adalah 6 miliar vaksin.
Untuk menutup kekurangan, Pemerintah Indonesia menjajaki AstraZeneca dengan mengirim surat yang menyatakan kebutuhan 100 juta ampul. Pada Kamis pekan lalu, Erick juga mengikuti rapat bersama Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI). ”Mereka ingin Bio Farma terlibat dalam produksi vaskin dunia. Jadi, mudah-mudahan cukup untuk semua yang ada di Indonesia,” kata Erick.
Dengan situasi tersebut, Erick menekankan bahwa vaksin Merah Putih harus jalan terus agar Indonesia bisa mandiri sekaligus untuk memenuhi kebutuhan domestik jangka menengah-panjang. Apalagi, efektivitas vaksin Covid-19 berkisar 6 bulan sampai dengan 2 tahun. Vaksin Merah Putih adalah proyek pengembangan vaksin kolaborasi sejumlah pihak di dalam negeri.
”Karena vaksin ini salah satu yang memberi keamanan untuk kita bergerak kembali. Ekonomi akan bisa bergerak kalau ada rasa aman,” kata Erick.
Terkait keuangan negara yang terbatas, pemerintah berencana menetapkan dua skema pengadaan vaksin Covid-19, yakni vaksin bantuan pemerintah untuk penduduk miskin dan vaksin mandiri untuk penduduk yang mampu membeli.