Waspadai Kluster Keluarga, Protokol Isolasi Mandiri Perlu Diperketat
Pandemi Covid-19 masih belum terkendali dan penyebarannya terus meluas. Hal itu ditandai bermunculannya kluster penularan dalam keluarga. Karena itu, mekanisme isolasi mesti diperketat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru yang terjadi pada kluster keluarga perlu lebih diwaspadai. Hal ini terutama untuk mencegah adanya penularan kepada anggota keluarga yang termasuk dalam kelompok rentan.
Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Akmal Taher, di Jakarta, Senin (7/9/2020), mengatakan, penularan pada kluster keluarga bisa terjadi apabila protokol kesehatan dalam karantina mandiri di rumah tidak ditaati dengan maksimal. Karena itu, pengawasan serta pengetatan dalam karantina mandiri pada orang yang terinfeksi tanpa gejala sangat diperlukan.
”Pengertian karantina atau isolasi mandiri perlu dimengerti bahwa tidak hanya membatasi kontak dengan orang di luar rumah, tetapi juga pada orang yang ada di dalam rumah. Hal ini harus benar-benar diperhatikan karena berisiko menularkan kepada anggota keluarga lain, terutama kelompok rentan,” ujarnya.
Puskemas pun perlu memastikan bahwa rumah atau tempat tinggal dari orang yang melakukan isolasi mandiri aman dan memungkinkan terjadinya pemisahan fisik dengan anggota keluarga lainnya. Selain itu, dukungan dari anggota keluarga untuk merawat orang yang terinfeksi itu mesti dipastikan.
Jika tidak ada dukungan internal dari dalam keluarga, dukungan eksternal dari tetangga bisa menjadi alternatif. Fasilitas karantina atau isolasi mandiri yang tersedia di tingkat kelurahan ataupun kecamatan bisa juga dimanfaatkan.
”Dukungan pemimpin daerah, mulai dari tingkat terkecil di rukun tetangga sampai pemerintah provinsi, sangat dibutuhkan untuk memastikan karantina dan isolasi mandiri dijalankan dengan baik. Isolasi mandiri jelas tidak bisa dilakukan di rumah apabila dalam satu rumah hanya ada satu atau dua kamar yang diisi oleh banyak anggota keluarga,” kata Akmal.
Pengertian karantina atau isolasi mandiri perlu dimengerti bahwa tidak hanya membatasi kontak dengan orang di luar rumah, tetapi juga pada orang yang ada di dalam rumah.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) Erlang Samoedro menambahkan, penularan pada kluster keluarga mengkhawatirkan apabila dalam satu keluarga terdapat kelompok rentan. Sebagai contoh, orang lanjut usia serta orang dengan penyakit penyerta, seperti diabetes melitus dan penyakit paru obstruktif kronik.
Orang yang masuk dalam kelompok rentan tersebut bisa mengalami perburukan kondisi kesehatan apabila sampai tertular Covid-19. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, sebagian besar kasus yang meninggal karena Covid-19 terjadi pada orang dengan komorbid atau penyakit penyerta, seperti pneumonia, hipertensi, diabetes, dan jantung. Selain itu, kasus kematian banyak terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
”Isolasi mandiri secara ketat juga harus dipatuhi pada orang dengan kontak erat pada kasus positif yang masih menunggu hasil swab PCR (polymerase chain reaction). Jika hasil belum keluarm bukan berarti bisa beraktivitas seperti biasa. Risiko penularan sangat tinggi meskipun dalam kondisi tanpa gejala,” ucap Erlang.
Ia mengatakan, isolasi mandiri dilakukan dengan memisahkan orang yang terinfeksi ataupun orang yang diduga terinfeksi dengan orang lain, termasuk anggota keluarga. Tempat tinggal perlu memiliki fasilitas ruangan terpisah. Disinfektan secara rutin juga perlu dilakukan, terutama pada area yang sering disentuh oleh orang yang terinfeksi.
”Kluster keluarga bisa dicegah dengan melakukan protokol kesehatan yang ketat pada anggota keluarga yang masih terpaksa beraktivitas ke luar rumah. Pastikan sebelum masuk ke rumah dan bertemu anggota keluarga lain sudah berganti baju dan membersihkan diri,” kata Erlang.
Berdasarkan laporan harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 pada 7 September 2020 bertambah 2.880 kasus dari 16.181 orang yang diperiksa. Penambahan kasus tertinggi tercatat di DKI Jakarta (1.046 kasus), Jawa Timur (307 kasus), dan Jawa Tengah (264 kasus).
Adapun kasus sembuh yang dilaporkan bertambah sebanyak 2.077 kasus sehingga total menjadi 140.652 kasus. Penambahan kasus kematian sebanyak 105 kasus sehingga total menjadi 8.130 kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia.