Jumlah Dokter Paru Terbatas, Mobilisasi Dokter Jadi Solusi
Ketersediaan dokter paru di Indonesia masih jauh dari ideal dan tidak merata. Di sisi lain, peran mereka memegang kunci keberhasilan dalam penanganan penyakit Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah dokter spesialis paru di Indonesia terbatas dan tidak merata. Padahal, kebutuhannya kian mendesak di masa pandemi Covid-19. Mobilisasi dokter paru menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto di Jakarta, Selasa (8/9/2020), mengatakan, rasio ideal antara jumlah dokter paru dan jumlah penduduk adalah 1:100.000. Artinya, dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa, jumlah dokter paru yang harus tersedia sekitar 2.500 orang. Namun, ketersediaan sumber daya dokter paru saat ini baru sekitar 1.200 orang.
”Kondisi ini menjadi tantangan kita bersama dan memerlukan dukungan dari pemerintah untuk meningkatkan jumlah dokter paru di Indonesia. Kebutuhan dokter paru ini tidak hanya di saat pandemi Covid-19, tetapi di berbagai tantangan ke depan,” ujarnya.
Ia menuturkan, sejumlah rencana telah dipersiapkan untuk mengatasi keterbatasan jumlah dokter paru di Indonesia. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah lulusan dokter paru melalui pembukaan program pendidikan dokter paru di sejumlah wilayah. Karena itu, dukungan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi sangat penting.
Selain keterbatasan jumlah dokter paru, persoalan yang dihadapi saat ini adalah distribusi yang tidak merata. Untuk itu, sebagai solusi jangka pendek dalam menghadapi pandemi Covid-19, mobilisasi dokter paru dari satu daerah ke daerah lainnya menjadi solusi yang dilakukan.
Ketua Kelompok Kerja Bidang Infeksi PDPI Erlina Burhan menambahkan, pengendalian kasus penularan Covid-19 perlu semakin masif. Dengan jumlah dokter paru yang terbatas dan tidak merata, pelayanan kepada pasien di sejumlah wilayah kini sudah melebihi kapasitas.
Data yang dihimpun PDPI per 7 September 2020, pada wilayah DKI Jakarta, sebanyak 187 dokter paru harus melayani 47.379 pasien Covid-19. Selain itu, dari 130 dokter paru di Jawa Barat harus melayani 12.709 pasien, 213 dokter paru di Jawa Timur melayani 35.941 pasien, 21 dokter paru di Sulawesi Selatan melayani 12.692 pasien, dan dua dokter paru di Papua melayani 940 pasien.
”Persiapan SDM tambahan di luar dokter paru menjadi kebutuhan jangka pendek untuk mengatasi Covid-19. PDPI pun melakukan kerja sama dengan organisasi profesi lain sebagai tenaga medis bantuan untuk penanganan Covid-19,” kata Erlina.
PDPI kini telah mengusulkan untuk memberikan wewenang penanganan Covid-19 kepada dokter umum sesuai beratnya penyakit dari pasien. Gerakan dokter semesta melawan Covid-19 juga telah dicanangkan bersama Ikatan Dokter Indonesia agar dokter spesialis lain bisa turut membantu menangani pasien. Panduan penanganan pasien Covid-19 untuk dokter spesialis lain juga telah disusun.
Langkah tegas
Agus menilai, jumlah kasus yang terus bertambah dan tidak terkontrolnya sebaran kasus penularan Covid-19 di Indonesia menandakan penanganan pandemi di Indonesia belum maksimal. Untuk itu, pemerintah harus melakukan langkah tegas dan nyata dalam pengendalian penularan di masyarakat.
Apabila tidak ada upaya pengendalian yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, kasus Covid-19 dikhawatirkan akan melumpuhkan sistem kesehatan. Bahkan, jumlah kasus kematian akibat pandemi ini bisa semakin besar.
”Pemerintah sebaiknya membuat rencana strategi berdasarkan ilmu pencegahan penyakit dalam masyarakat, selain strategi pengobatan Covid-19. Selain klinisi profesional, para epidemiolog perlu lebih dilibatkan untuk menangani penyakit ini,” kata Agus.
Upaya pengendalian dengan pelacakan kasus, pemeriksaan (testing), dan penanganan kasus harus dikerjakan secara bersamaan dengan melibatkan para ahli. Langkah tersebut harus dimaksimalkan karena saat ini terlihat jumlah pemeriksaan kasus Covid-19 belum sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Untuk itu, Agus menyampaikan, pemerintah harus menyediakan dan meningkatkan jumlah tes PCR di seluruh pelosok daerah di Indonesia. Karantina wilayah serta isolasi mandiri di tempat yang telah ditentukan perlu diperhatikan secara menyeluruh. Jika diperlukan, karantina wilayah (lockdown)bisa dilakukan dalam keadaan yang sangat mendesak.
”Pemerintah harus dengan cermat dan saksama memperhatikan konsekuensi yang akan timbul dengan melakukan antisipasi. Jumlah dan kapasitas rumah sakit perawatan Covid-19 harus ditambah segera, termasuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga medis dalam tata laksana Covid-19,” ujarnya.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 8 September 2020 menunjukkan, kasus baru yang terkonfirmasi Covid-19 masih tinggi. Penambahan kasus baru tercatat sebanyak 3.046 kasus sehingga total kini menjadi 200.035 kasus Covid-19. Kasus baru tertinggi terjadi di DKI Jakarta (1.014 kasus), Jawa Timur (401 kasus), Jawa Barat (336 kasus), Jawa Tengah (237 kasus), dan Bali (164 kasus).
Sementara jumlah sembuh bertambah sebanyak 2.306 kasus sehingga menjadi 142.958 kasus. Adapun penambahan kasus kematian sebanyak 100 kasus sehingga total menjadi 8.230 kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia.