Sebuah studi menemukan bahwa virus korona jenis baru atau SARS-CoV-2 bisa bertahan di daging dan ikan beku selama tiga minggu. Konsentrasi virus yang ditanam pada daging tetap sama setelah disimpan hingga tiga minggu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebuah studi menemukan bahwa virus korona jenis baru atau SARS-CoV-2 bisa bertahan di daging dan ikan beku selama tiga minggu. Dampak lanjutan dari temuan ini masih perlu diteliti.
Hasil penelitian pracetak ini dilakukan sejumlah peneliti dari beberapa institusi, seperti Yong Loo Lin School of Medicine, National University of Singapore di Singapura, dan Centre for Food Safety University College Dublin di Irlandia. Penelitian diunggah di laman BioRxiv, Selasa (18/8/2020). Perlu digarisbawahi bahwa penelitian ini belum melalui proses penilaian oleh rekan sejawat (peer review).
Dalam penelitian berjudul Seeding of Outbreaks of Covid-19 by Contaminated Fresh and Frozen Food ini, peneliti menanam virus SARS-CoV-2 pada potongan daging salmon, ayam, dan babi. Daging-daging itu diperoleh dari supermarket di Singapura. Daging kemudian disimpan dengan tiga temperatur berbeda, yakni 4 derajat celsius, minus 20 derajat celsius, dan minus 80 derajat celsius.
Konsentrasi virus yang ditanam pada daging tetap sama setelah disimpan hingga tiga minggu. Ini berlaku untuk semua sampel daging yang disimpan di kulkas pada suhu 4 derajat celsius ataupun di freezer pada suhu minus 20-80 derajat celsius.
”Hasil laboratorium kami menyatakan, SARS-CoV-2 bisa bertahan di waktu dan temperatur yang diasosiasikan dengan kondisi transportasi dan penyimpanan dalam rantai perdagangan makanan internasional,” kata Dale Fisher, salah satu peneliti dalam jurnal itu.
Menurut Fisher dan para peneliti yang terlibat, hal ini perlu jadi perhatian serius pihak otoritas keamanan pangan. Pelaku industri pangan pun perlu memperhatikan lingkungan kerja yang aman di era normal baru. Hal ini terkait otoritas China yang menemukan virus SARS-CoV-2 di kemasan ayam dan udang beku impor.
Temuan lain
Sebelumnya, Reuters mengabarkan adanya jejak virus korona baru pada bagian luar kemasan boga laut beku, Selasa (11/8/2020). Makanan beku ini dibeli oleh tiga perusahaan di kota Yantai, China, sebuah kota pelabuhan di timur Provinsi Shandong.
Pemerintah Kota Yantai mengatakan bahwa makanan beku tersebut diimpor dan tiba di kota Dalian, China. Namun, mereka tidak memberi tahu asal-usul makanan itu.
Hasil laboratorium kami menyatakan, SARS-CoV-2 bisa bertahan di waktu dan temperatur yang diasosiasikan dengan kondisi transportasi dan penyimpanan dalam rantai perdagangan makanan internasional.
Adapun petugas bea cukai di Dalian menemukan kasus serupa pada kemasan udang beku yang diimpor dari Ekuador, Juli 2020. China kemudian menghentikan impor dari tiga produsen udang di Ekuador.
Selain itu, otoritas bea dan cukai China pada awal Juli 2020 menyatakan, perusahaan-perusahaan pengolah daging di beberapa negara telah menangguhkan ekspor ke China sejak akhir Juni 2020. Negara-negara itu mencakup Brasil, Argentina, Jerman, Kanada, dan Belanda. Langkah tersebut diambil Beijing karena banyak kasus infeksi Covid-19 muncul dari pabrik pengolahan makanan di luar negeri (Kompas.id, 3/7/2020).
Kemungkinan infeksi rendah
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyatakan, ada kemungkinan rendah seseorang terinfeksi Covid-19 karena menangani dan mengonsumsi makanan yang terpapar virus. Belum ada penelitian yang menyatakan Covid-19 bisa ditularkan melalui makanan.
Hingga kini, peneliti meyakini virus korona baru menyebar antarmanusia melalui percikan (droplet). Percikan dihasilkan oleh seseorang ketika bicara, menyanyi, bersin, dan batuk.
CDC mengakui ada kemungkinan seseorang terpapar virus setelah menyentuh permukaan benda yang terpapar virus. Terlebih, jika seseorang menyentuh mata, hidung, dan mulut setelah menyentuh benda itu. Namun, ini dinilai bukan cara utama virus menyebar. Hal serupa diyakini pula oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Tidak ada bukti bahwa makanan atau rantai makanan berkontribusi pada transmisi virus ini (SARS-CoV-2),” kata Direktur Eksekutif Program Kesehatan Darurat WHO Mike Ryan dalam sebuah konferensi pers.
Adrian Kang Eng Zheng, salah satu peneliti, melalui jurnal di atas, menyatakan pentingnya menjaga lingkungan kerja pengolahan daging. Protokol kesehatan harus tetap dilakukan, seperti sering cuci tangan serta membersihkan permukaan benda dan peralatan yang berkontak dengan makanan.
”Protokol kebugaran tubuh pekerja harus ada. Pekerja yang sakit tidak boleh masuk,” ucapnya.